Pandemi Covid-19 belum jelas kapan mereda dan teratasi sehingga menuntut gotong royong semua komponen bangsa serta stamina yang luar biasa untuk penanganan dampaknya, yakni kompleksitas masalah kehidupan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) menimbulkan kompleksitas masalah. Penanganan memerlukan daya juang sekaligus kebersamaan luar biasa karena prosesnya bertahun-tahun.
Di Indonesia, pandemi diketahui mulai menjangkiti warga pada awal Maret 2012. Dua pekan kemudian, penularan sudah menyebar ke Jatim. Sampai saat ini, atau 15 bulan berselang, belum ada tanda pandemi melandai. Di Jatim, peningkatan kasus, kematian, dan risiko penularan di kabupaten/kota masih tinggi. Fasilitas kesehatan penuh. Masyarakat berebut oksigen dan obat. Sebagian warga kehilangan pekerjaan. Mobilitas dan produktivitas anjlok, perekonomian terjun bebas.
Melihat situasi itu, 56 guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, menyerukan tujuh rekomendasi untuk percepatan penanganan pandemi. Rekomendasi diserukan melalui Gerakan Aksi Bersama Serentak (Gebrak) Tanggulangi Covid-19, Jumat (20/7/2021).
Ketua Tim Perumus Hendy Hendarto mengatakan, rekomendasi mendorong pemecahan kompleksitas masalah akibat pandemi di komunitas dan intrahospital. Tujuh rekomendasi dibagi dalam umum dan khusus.
Empat poin rekomendasi umum ialah menyamakan persepsi semua komponen bangsa bahwa situasi sedang krisis dan darurat, perlu dukungan aktif seluruh masyarakat, kegiatan penanganan sinergi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan penguatan pemanfaatan teknologi informasi untuk menjaga validitas data.
Hendy melanjutkan, rekomendasi khusus ialah mengutamakan penanganan pandemi di tingkat masyarakat atau komunitas. Dengan demikian, tekanan atau beban fasilitas kesehatan berangsur melandai. Di antaranya, penguatan pendampingan terhadap pasien isolasi mandiri dengan telemedicine sesuai dengan panduan satgas.
Selain itu, harus ada juga penguatan gugus tugas di komunitas RT/RW untuk memperkuat sosialisasi dan penerapan protokol kesehatan terus-menerus. ”Membuka dan mempertahankan hotline bagi masyarakat untuk percepatan penanganan,” kata Hendy.
Kekurangan sarana dan tenaga ketika lonjakan pasien terjadi seperti saat ini, lanjut Hendy, juga menjadi perhatian serius. Kampus dapat mendayagunakan dokter umum, internship, dan tenaga paramedis lainnya sebagai sukarelawan Covid-19. Kampus juga perlu membuat daftar donor plasma konvalensen serta aktif dalam kampanye dan pengadaannya.
”Daerah disarankan menambah peralatan laboratorium PCR dan di provinsi peralatan pendeteksi varian virus korona untuk menggencarkan 3T (pengetesan, pelacakan, penanganan),” ujar Hendy.
Secara terpisah, komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ukay Karyadi, mengatakan, semua kantor wilayah lembaga ini telah mengadakan pemantauan dan pengawasan distribusi obat terapi Covid-19 dan oksigen.
Obat-obat dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) bahkan stok langka. Tabung oksigen juga langka meski pemerintah telah mengadakan stasiun-stasiun pengisian cuma-cuma.
”Selain itu, apotek dalam jaringan aplikasi farmaplus belum rajin update ketersediaan obat-obat sehingga sering mengecewakan konsumen,” kata Ukay. Ada keengganan apotek atau pedagang obat untuk menjual obat-obat terapi Covid-19 karena margin keuntungan minim.
Untuk itu, KPPU menyarankan pemerintah mereformulasi harga eceran tertinggi dengan penyesuaian margin yang wajar. Cara lainnya, memberikan insentif kepada farmasi agar tetap menjamin keberadaan obat dengan HET.
Selain itu, memanfaatkan rantai distribusi ke fasilitas kesehatan milik pemerintah, yakni rumah sakit dan puskesmas sehingga menjamin ketersediaan dan HET stabil.