Cegah Pneumonia yang Merampas Nyawa Anak Balita di Seantero Dunia
Nyawa anak balita masih saja terancam akibat pneumonia. Saat pandemi, kerentanannya kian tinggi.
Setiap 30 detik, seorang anak berusia di bawah lima tahun meninggal karena pneumonia. Penyakit ini menjadi penyebab kematian utama anak balita di seluruh dunia. Pneumonia merupakan ”perampas nyawa” anak balita karena sering tidak disadari keberadaannya. Saat pandemi, pneumonia bisa saja semakin kejam.
Lagu ”Stop Pneumonia” yang dilantunkan kelompok musik dari Saung Angklung Udjo Bandung mengalun mulus meski disampaikan lewat pertemuan daring, Jumat (16/7/2021). Diiringi irama ceria, pukulan angklung menuntun syairnya bercerita panjang tentang pneumonia.
Dengan nada merdu, informasi tentang gejala demam, batuk, dan sesak napas secara cepat dipaparkan. Selain itu, juga ajakan melindungi bayi sejak dini, seperti pemberian ASI eksklusif, gizi cukup, dan memantau tumbuh kembang anak.
Digelar tanpa penonton, ratusan mata ikut menyaksikannya dari balik layar telepon genggam hingga laptop. Lewat lagu itu, mereka diajak mengenal lebih jauh pneumonia, ”perampas” nyawa anak balita terbanyak di seantero dunia, tak terkecuali Indonesia.
Bersama banyak peserta anak-anak Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ikut hadir dalam acara itu. Dia mengatakan, berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pneumonia berkontribusi 15 persen terhadap kematian anak balita di dunia. Untuk menurunkan angka kematian tersebut diperlukan praktik kesehatan terhadap anak sejak lahir.
Budi menyebutkan, 70 persen penyebab pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi. ”Yaitu 20 persen karena haemophilus influenzae tipe B yang dapat dicegah dengan vaksin Hib dan 50 persen karena streptococcus pneumonia yang bisa dicegah dengan vaksin PCV (pneumococcal conjugate vaccin),” ujarnya.
Pencanangan introduksi vaksinasi PCV dilakukan di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bangka Belitung. Vaksinasi perlu dikombinasikan dengan upaya pencegahan lainnya, yaitu promosi pemberian ASI eksklusif serta menurunkan tingkat polusi udara di ruangan dan polusi asap rokok.
”Pihak terkait, para pemangku kebijakan lintas sektor, organisasi profesi bidang kesehatan, dan organisasi masyarakat diimbau berkontribusi melindungi anak dari pneumonia,” ucapnya.
Baca juga: Pneumonia, Penyebab Utama Kematian Anak Balita di Dunia
Selain imunisasi, tidak kalah penting adalah pemahaman masyarakat kalau pneumonia pada anak bisa dicegah dan diobati. Peran orangtua sangat penting untuk menghindari faktor risiko dan mengenali gejala penyakit radang paru akut tersebut.
Alasannya, deteksi dini vital untuk mencegah dampak lebih buruk. Berbagai kampanye pencegahan pun dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penyakit ini.
”Banyak anak penderita pneumonia tanpa diketahui ibu atau pengasuhnya karena sulit menghitung napas dan melihat tarikan dinding dada bawah ke dalam,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam temu media secara daring, Kamis (15/7/2021).
Tanda-tanda pneumonia bisa dikenali dengan menghitung napas. Pada anak usia di bawah dua bulan, misalnya, bernapas 60 kali per menit. Sementara anak berumur 2-11 bulan bernapas lebih dari 50 kali per menit.
Bernapas lebih dari 40 kali untuk anak berusia 1-5 tahun. Sedangkan untuk anak berusia di atas 5 tahun lebih dari 30 kali napas per menit.
”Ibu juga perlu mengenali tanda tarikan dada bagian bawah ke dalam pada anak balita. Jika di bawah dada terdapat cekung (saat bernapas), itu tandanya sesak,” jelasnya.
Nadia menuturkan, pencegahan pneumonia dapat dilakukan sejak dalam kandungan dengan memeriksakan kondisi kesehatan ibu dan bayi. Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan asupan bergizi lainnya juga harus mencukupi. Jika tidak, potensi terinfeksi pneumonia akan lebih besar.
Pneumonia juga dipengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Masih ada keluarga yang memasak dengan kayu bakar di dalam rumah sehingga asapnya menyebabkan polusi udara. Polusi juga dapat disebabkan oleh asap rokok dari anggota keluarga.
”Polusi ini sangat tidak baik. Mudah membuat anak terserang pneumonia, apalagi bayi. Hal ini perlu diantisipasi untuk menurunkan risikonya,” ujarnya.
Tantangan besar lainnya adalah mendeteksi kasus pneumonia pada anak balita sebelum terlambat. Sebab, dari target sekitar 900.000 kasus per tahun, cakupan penemuan kasus dalam enam tahun terakhir selalu di bawah 70 persen. Bahkan, pencapaian pada 2020 hanya 34 persen.
”Mungkin karena dampak pandemi Covid-19 banyak masyarakat tidak mengakes layanan kesehatan membuat laporan pneumonia pada anak balita menurun,” ujarnya.
Sebagai penyakit yang juga menginfeksi saluran pernapasan, Covid-19 juga menyerang anak balita. Data hingga 11 Juli 2021 menunjukkan, 69.966 anak balita terkonfirmasi positif. Jumlah tersebut sekitar 3 persen dari total kasus di Indonesia. Keterkaitan di antara keduanya juga kian erat. Saat ini, apabila ada anak kena pneumonia akan dicurigai mengalami gejala Covid-19.
Orangtua yang mempunyai bayi sebaiknya jangan merokok. Nikotin yang ada di serat pakaian masih bisa masuk ke saluran napas. (Cissy Kartasasmita)
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Cissy Kartasasmita mengatakan, imunisasi sangat penting karena 14 persen penyebab kematian anak balita di Indonesia disebabkan pneumonia.
Kondisi ini menempatkan Indonesia di posisi ke-8 negara dengan kematian anak balita tertinggi di dunia setelah India, Nigeria, Pakistan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, China, dan Angola.
Cissy menuturkan, gejala umum pneumonia dapat dikenali dengan adanya demam, lemas, tidak selera makan dan minum, serta gangguan saluran pencernaan. Sementara gejala saluran napasnya meliputi batuk, napas cepat, cuping hidung kembang kempis, tarikan dinding dada, dan kebiruan di sekeliling mulut.
Menurut Cissy, pemberian vaksin PCV sedikitnya dapat mencegah empat penyakit berat, yaitu pneumonia, meningitis, otitis media atau radang telinga, dan bakteremia. Penyuntikan vaksin dijadwalkan bertahap hingga 2024.
Selain imunisasi, Cissy juga menekankan pentingnya proteksi keluarga dalam melindungi bayi dari pneumonia. ”Orangtua yang mempunyai bayi sebaiknya jangan merokok. Nikotin yang ada di serat pakaian masih bisa masuk ke saluran napas,” ucapnya.
Kampanye pencegahan pneumonia terus digaungkan oleh berbagai pihak, salah satunya Save the Children. Organisasi internasional non-pemerintah itu telah mencanangkan kampanye stop pneumonia pada anak sejak 2019.
Kampanye ini menyasar kesadaran bersama untuk mengatasi pneumonia. Bentuknya berupa sosialisasi kepada para pemangku kepentingan, mobilisasi sosial, dan menguatkan peran ayah dalam keluarga. Sebab, pemenuhan kesejahteraan anak bukan hanya kewajiban ibu.
Baca juga: Vaksinasi Pneumokokus Mulai Dilaksanakan Bertahap
Chief Executive Officer Save the Children Indonesia Selina Sumbung mengatakan, pihaknya bersama Kemenkes serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengajak orangtua menjadikan Hari Anak Nasional 2021 dan pencanangan vaksin PCV sebagai upaya bersama mencegah kematian anak akibat pneumonia.
”Salah satunya dengan membangun kesadaran akan pentingnya pemberian imunisasi secara penuh sebagai bentuk penyelamatan dan kelangsungan hidup anak, yang mana adalah hak utama anak. Kami berharap pneumonia, the silent killer pada anak, dapat berkurang ke depannya,” jelasnya.
Peluncuran lagu ”Stop Pneumonia” diharapkan memperluas kampanye pencegahan tersebut. Tingginya kasus dan kematian pneumonia pada anak balita menjadi ancaman kualitas sumber daya manusia di masa depan. Imunisasi dan penurunan faktor risiko menjadi kunci pencegahannya.
Seperti bait terakhir lagu ”Stop Pneumonia” yang berbunyi, ”Imunisasi, buah kasih ke anak. Hadiah untuk masa depan.”
Baca juga: Setiap Jam, Dua Anak Balita Meninggal akibat Pneumonia