Jatim Perlu Tingkatkan Serapan Bantuan Sosial dan Belanja Tak Terduga
Dalam masa PPKM darurat untuk penanganan pandemi Covid-19, belanja pemerintah di Jawa Timur relatif rendah. Hal itu terlihat dari serapan bantuan sosial dan belanja tidak terduga yang di bawah 50 persen.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan sejumlah kabupaten/kota perlu meningkatkan serapan bantuan sosial dan belanja tidak terduga dalam masa pandemi Covid-19. Serapan sebagian daerah termasuk provinsi sampai semester pertama tahun ini di bawah 50 persen.
Demikian data dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri sampai dengan Kamis (15/7/2021). Untuk Jatim, bansos dianggarkan Rp 123,7 miliar dan telah direalisasikan Rp 46,5 miliar atau 37,5 persen. Bantuan Tak Terduga (BTT) dialokasikan Rp 417,4 miliar dan telah direalisasikan Rp 179,9 miliar atau 43,1 persen.
Sejumlah kabupaten/kota dengan realisasi bansos nol persen ialah Magetan, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Situbondo, Kabupaten Mojokerto, Kota Probolinggo, dan Surabaya. Realisasi BTT nol persen sementara ini ialah Bondowoso dan Jember.
Dari data itu, Surabaya, ibu kota Jatim, cuma mengalokasikan Rp 64,5 juta untuk bansos. Untuk BTT dialokasikan Rp 15 miliar yang sudah direalisasikan Rp 31,7 juta atau 0,2 persen.
Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan, Kamis (22/7), mengatakan, kecilnya alokasi bansos dan realisasi BTT salah satunya karena mendapat banyak bantuan. Dana bansos dan BTT menjadi belum optimal terpakai.
Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Surabaya Agus Rosyid menambahkan, bantuan dari berbagai pihak terutama berupa bahan kebutuhan pokok telah disalurkan kepada 2.138 penerima. Para penerima adalah warga Surabaya terdampak PPKM darurat dan tidak terbantu melalui program bansos pemerintah pusat atau provinsi.
Bantuan yang diberikan berupa beras, minyak goreng, mi instan, dan gula atau telur dengan nilai paketnya setara Rp 120.000. ”Sumbernya dari sumbangan berbagai pihak (Surabaya Peduli Bencana),” ujar Agus.
Meski serapan bansos dan BTT rendah, menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah Surabaya Rachmad Basari, serapan APBD secara umum cukup tinggi. APBD Surabaya 2021 senilai Rp 9,8 triliun telah terserap Rp 3,9 triliun atau 40,5 persen.
”Anggaran banyak terserap untuk belanja rutin dan pemulihan kesehatan, sosial, ekonomi, dan pendidikan yang terdampak pandemi Covid-19,” ujar Rachmad.
Secara terpisah, Bupati Magetan Suprawoto mengatakan, pihaknya menganggarkan Rp 11,09 miliar untuk bansos meski serapan sementara ini nol persen. Adapun BTT dialokasikan Rp 29,1 miliar dan telah terserap Rp 15,2 miliar atau 52,4 persen.
”BTT antara lain diberikan kepada 2.000 penerima di kelurahan berupa uang tunai Rp 300.000 per bulan selama tiga bulan,” kata Suprawoto. Di Magetan juga ada penerima bansos, tetapi telah tergarap oleh bantuan tingkat pusat, provinsi, atau dana desa. Penerima bantuan di tingkat kelurahan yang belum mendapatkan bantuan ditangani oleh kabupaten melalui BTT.
Di Magetan juga ada penerima bansos, tetapi telah tergarap oleh bantuan tingkat pusat, provinsi, atau dana desa.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengatakan, serapan bansos dan BTT masih relatif rendah karena pemerintah memanfaatkan bantuan yang ada dan telah diterima terlebih dahulu. ”Lagi pula sasaran penerima bantuan yang ditangani daerah itu yang tidak ter-cover oleh pusat, provinsi, atau dana desa,” katanya.
Trenggalek mengalokasikan bansos senilai Rp 8,1 miliar dan baru terserap Rp 650 juta atau 8 persen. Alokasi BTT senilai Rp 28,4 miliar dan terserap Rp 1,79 miliar atau 6,3 persen.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi mengatakan, pemerintah perlu mempercepat belanja agar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terutama yang benar-benar terdampak pandemi Covid-19.
”Dalam situasi darurat, idealnya belanja ditingkatkan, tetapi harus tepat sasaran,” kata Kusnadi yang juga Ketua PDI-P Jatim itu.