Reza Mulyana Bangkitkan Varietas Alpukat Sindangreret
Reza Mulyana, petani muda yang membudidayakan alpukat SIndagreret di Garut, Jawa Barat.
Reza Mulyana (26) membangkitkan kembali alpukat Sindangreret setelah hampir satu dekade tidak terdengar. Petani muda ini ingin membangun mata rantai produksi sehingga kelezatan alpukat superior asal Garut ini bisa dinikmati petani, penjual hingga penggemar buah.
Namun, mencapai tujuan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, tantangan yang harus Reza lewati saat ini adalah memastikan kualitas buah yang konsisten. Artinya, bibit yang diproduksi harus tetap mempertahankan cita rasa buah yang menjadi keunggulannya.
Ketekunan ini tergambar dari hamparan bibit alpukat Sindangreret yang ada di belakang rumah kakeknya di Kampung Sindangreret, Desa-Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Sabtu (22/5/2021). Selain itu, sejumlah bibit jeruk menyempil di beberapa sisi lahan.
Di salah satu sudut, Iwan (25), salah satu pembibit alpukat tampak tekun melakukan kegiatan sambung pucuk. Pria asal Malangbong, Garut ini turut membantu Reza melakukan budidaya alpukat. Matanya memicing tajam, berkonsentrasi untuk memastikan sambungan tidak gagal.
“Saya memang sedang budidaya alpukat introduksi (impor) dari Meksiko, Thailand, Vietnam dan Australia. Salah seorang rekan saya mengatakan di Garut juga ada yang sedang budidaya alpukat superior. Jadi saya belajar dengan Kang Reza,” ujarnya.
Reza pun mengamati pekerjaan Iwan dan sejumlah pemulia tanaman lain di lahan sekitar 10x10 meter tersebut. Dia bersyukur, keinginan untuk melestarikan bibit Alpukat Sindangreret ini perlahan terwujud.
Kerja kerasnya membuahkan hasil. Dalam setahun terakhir bibit Alpukat Sindangreret sudah mulai dilirik. “Sekarang bibit-bibitnya sudah mulai dicari. Karena itu, saya mencoba untuk memperbanyak bibit-bibit aslinya. Sekarang masih fokus untuk konsistensi kualitas bibit,” ujarnya.
Buah unggulan
Dimulai sejak akhir 2019, Reza membudidayakan benih-benih indukan sehingga alpukat Sindangreret ini bisa menjadi pilihan menarik bagi para petani buah. Petani milenial ini pun memulai langkah demi langkah, mulai dari pemuliaan bibit alpukat.
Namun, ketertarikan Reza terhadap Alpukat Sindangreret sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya. Reza menyadari alpukat ini belum mendapatkan perhatian. Padahal, keistimewaan alpukat ini diakui Kementerian Pertanian selama lebih dari satu dekade.
Kakek Reza, Dede Rustandi (73), menjadi pemilik dari pohon induk tunggal yang mendaftarkan varietas ini bersama Pemerintah Kabupaten Garut pada tahun 2010. Buah asli dari tanah kelahiran Reza ini menjadi salah satu dari 23 jenis alpukat superior di Indonesia.
Dengan semangat Reza memaparkan kelebihan buah ini. Daging buah alpukat Sindangreret legit dan berwarna kuning mentega. Tekstur daging buah ini halus tidak berserat dengan ketebalan hingga 4,1 sentimeter. Ukuran bijinya juga kecil sehingga dagingnya tebal. Kadar proteinnya juga sekitar 0,82 persen sehingga bergizi tinggi dibanding alpukat biasa.
Terabaikan
Semua keunggulan ini lantas tidak membuat Alpukat Sindangreret ini langsung menjadi primadona di Garut. Reza bercerita, Di saat yang bersamaan, Pemerintah Garut tengah fokus menangani pelestarian Jeruk Garut melalui Program 1 Juta Pohon Jeruk sejak tahun 2008.
“Bahkan kakek saya turut menanam Jeruk Garut, jadi waktu itu Alpukat Sindangreret belum jadi perhatian utama,” ujarnya.
Dampaknya, nama Alpukat Sindangreret kembali samar setelah diresmikan. Bahkan, bibit indukan yang dibagikan setelah peresmian banyak yang tidak terlacak. Yang pasti tersisa hanya beberapa pohon induk label putih yang berada di sekitar rumah kakeknya.
Label putih atau benih dasar ini adalah indukan yang disertifikasi resmi untuk budidaya tanaman. Pelabelan ini dibagi menjadi empat, yaitu Label Kuning (benih penjenis), Putih (benih dasar), Ungu (benih pokok), dan Biru (benih sebar).
Label kuning menandakan pohon induk memiliki kemurnian tinggi dan menjadi varietas awal yang diajukan oleh pemilik pohon induk tunggal . Setelah itu, label putih adalah turunan pertama dari label kuning dengan kemurnian tinggi.
Namun, bibit Label putih pun tidak bisa diperbanyak lagi karena label kuning sudah lama mati. Karena itu, dengan sisa yang ada, Reza mencoba memperbanyak benih label ungu dan biru.
“Pohon induk Label kuning sudah lama mati saat saya kecil. Beruntung, waktu itu kakek menanam langsung dari biji sehingga sekarang menjadi label putih. Hanya ini yang sekarang kami miliki, karena yang lain sudah tidak terlacak lagi sewaktu peresmian varietas,” ujarnya.
Diremehkan
Kondisi Inilah yang membuat Reza memutuskan untuk fokus budidaya bibit untuk menyelamatkan varietas tersebut. Dengan sisa label putih yang ada, dia mencoba membangkitkan kembali Alpukat Sindangreret.
“Bisa dikatakan ini (label putih) adalah harta Garut. Saya harus memanfaatkan ini untuk sebelum mereka mati. Jika mereka mati, tidak ada harapan lagi bagi Alpukat Sindangreret. Jadi, saya memulai dengan memperbanyak label ungu,”ujarnya.
Label ungu menjadi target karena memiliki kemurnian yang hampir menyamai label putih. Reza berpikir, jika label ungu sudah bisa diperbanyak, varietas Alpukat Sindangreret yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang konsisten.
Meskipun baik, niat ini tidak langsung mendapatkan respon positif. Sejumlah rekan sesama mahasiswa dan para pembibit seakan meremehkan tekad Reza karena alpukat tidak lebih laku daripada Jeruk Garut.
Reza pun tidak menampik hal tersebut. Dia berujar, jika dihitung omzet tahunan menjual bibit jeruk mencapai Rp 100 juta, sedangkan bibit alpukat hanya berkisar Rp 80 juta per tahun.
“Kakek saya juga pembibit jeruk, jadi mereka menyayangkan kenapa harus Alpukat Sindangreret, padahal Jeruk Garut lebih menguntungkan. Tapi kalau bukan saya siapa lagi. Ini adalah warisan keanekaragaman varietas unggulan yang ada di Garut. jangan sampai hilang,” ujarnya.
Selain itu, pandemi yang muncul pada Maret 2020 pun memukul telak usaha pembibitan. Reza bercerita, selama tiga bulan pertama pandemi, pendapatan bahkan kosong karena tidak ada bibit yang terjual.
Hulu ke hilir
Meskipun belum terlihat menguntungkan, Reza tetap bertahan dengan penuh strategi. Dia memiliki impian untuk membentuk rantai produksi Alpukat Sindangreret dari hulu ke hilir sehingga kestabilan suplai, dari kuantitas hingga kualitas dapat terjamin dan konsisten.
“Karena itu, di awal saya harus memastikan buah yang beredar ini memiliki kualitas yang tidak berubah. Karena itu, sektor hulu yang harus diperkuat, yaitu kualitas bibit yang beredar harus konsisten. Tidak apa-apa sekarang belum kelihatan hasilnya, semua tidak instan,” ujarnya.
Selama pemuliaan, Reza akhirnya menghasilkan kurang lebih 60 label ungu hingga pertengahan 2021. Selain itu, dia mencoba mencari dan belajar dari berbagai cara untuk meningkatkan label ungu secepat dan sebanyak mungkin.
Selain label ungu, Reza telah menghasilkan lebih dari 5.000 bibit Alpukat Sindangreret dari metode sambung pucuk. “Setelah bibit mencukupi, saya berencana untuk memberikan pelatihan kepada petani buah. Dengan berbagi ilmu, semoga kami semua bisa menghasilkan buah terbaik,” ujarnya.
Baca juga : Petani Muda di Sektor Perbuahan
Jika konsistensi kualitas dan kuantitas bibit serta buah tercapai, Reza memiliki modal untuk memasarkannya di pasar premium sehingga memiliki nilai tambah. Hal tersebut tentu menambah nilai ekonomi dari komoditas yang bakal meningkatkan kesejahteraan petani buah.
Impian dari petani milenial ini bukan hanya isapan jempol belaka. Jika tercapai, alpukat asal Garut ini pun bisa bertahan dan menambah keanekaragaman buah superior di Nusantara.
Bahkan, sejumlah petani muda seperti Iwan pun mulai menunjukkan ketertarikan. “Meski buah luar negeri terlihat lebih besar, buah lokal ini punya ciri khas. Seperti kata Kang Reza, sayang saja kalau ini tidak dipertahankan,” ujarnya.
Reza Mulyana
Lahir : Serang, 2 Mei 1995
Pendidikan : S1 Fakultas Pertanian Universitas Garut (lulus 2019)
Jabatan : Ketua Asosiasi Produsen Benih Tanaman Buah Kabupaten Garut (2021)