Pandemi Covid-19 menurunkan potensi pendapatan asli daerah yang sebagian dialokasikan untuk penanganan. Penyelenggara negara perlu terobosan dan kreatif menangani wabah dalam situasi keterbatasan dana.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menurunkan pendapatan asli daerah di Kota Surabaya, Jawa Timur, senilai Rp 1,5 triliun. Hal itu mengganggu alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk penanganan pandemi Covid-19. Meski telah menempuh refocusing atau penataan ulang, Pemkot Surabaya masih kekurangan dana sehingga membuka donasi dan pos bantuan.
Sesuai penghitungan, kebutuhan belanja penanganan pandemi Juli-Desember 2021 mencapai Rp 446 miliar. Namun, alokasi dari APBD 2021 setelah refocusing anggaran hanya Rp 200 miliar. Artinya, masih kurang Rp 246 miliar untuk belanja kebutuhan penanganan pandemi Covid-19.
”Setiap OPD (organisasi perangkat daerah) sudah menempuh rasionalisasi alokasi atau penghematan melalui refocusing, tetapi belum cukup,” kata Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan, Selasa (20/7/2021). Sebagian dinas, badan, dan kantor diminta tetap berkinerja bagus meski anggaran terbatas.
Hendro mengatakan, sulit untuk mengalokasikan dana begitu besar untuk menangani pandemi. Sejak melanda pada Maret 2020, pandemi Covid-19 mengganggu ekonomi dan potensi PAD bagi Surabaya dari sektor pajak atau nonpajak. Potensi kehilangan PAD untuk Surabaya tahun ini senilai Rp 1,5 triliun atau satu setengah kali lipat belanja kebutuhan penanganan pandemi.
Menurut Hendro, tidak bijak jika mengalokasikan mayoritas APBD untuk penanganan pandemi. Hal itu dinilai akan mengacaukan program dan pemenuhan kewajiban pemerintah. Sebagai catatan, APBD Kota Surabaya tahun 2021 senilai Rp 9,8 triliun, dengan asumsi belum kehilangan PAD Rp 1,5 triliun. Biasanya, separuh APBD untuk belanja rutin, yakni gaji pegawai. Jika mayoritas APBD dialokasikan untuk penanganan pandemi, nasib belanja rutin, program wajib kesehatan, pendidikan, dan prasarana akan terhenti.
Untuk itu, pemerintah mendorong penggalangan donasi dan bantuan melalui Surabaya Peduli Bencana. Donasi bisa disalurkan melalui rekening 0017739140 Surabaya Peduli Bencana di Bank Jatim. Selain itu, pos penggalangan bantuan juga terus dibuka di Balai Kota Surabaya. Pemerintah menerima segala bentuk bantuan untuk penanganan pandemi dan bencana lainnya.
”Belanja yang belum terpenuhi dari APBD ditandemkan dari Surabaya Peduli Bencana,” ujar Hendro.
Sejak serangan pandemi, pemerintah memang terus menerima dan menyalurkan bantuan dalam rangka penanganan pandemi. Bahan makanan dan minuman diolah dan disebarluaskan bagi petugas dan masyarakat terdampak. Sumbangan cairan penyanitasi tangan, pakaian pelindung, masker, obat-obatan, bahkan peralatan dan perlengkapan juga digunakan.
Namun, pandemi yang belum melandai memaksa aparatur negara terus bekerja dengan berbagai cara. Bantuan masyarakat dan swasta, lanjut Hendro, sangat membantu. Selain itu, upaya mandiri dilakukan masyarakat untuk pencegahan dan penanganan pandemi skala mikro di RT/RW, perumahan, dan kampung.
Meski sejumlah kabupaten/kota, seperti Surabaya, kesulitan dana untuk penanganan pandemi, penyerapan APBD Jatim pada semester I-2021 ternyata tergolong rendah. Menurut Kementerian Dalam Negeri, dari Rp 33 triliun untuk Jatim, yang terserap kurun Januari-Juni hanya 27,9 persen atau setara Rp 9,2 triliun.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi yang dihubungi mengaku kaget karena serapan APBD semester lalu rendah, padahal situasi sedang darurat karena pandemi Covid-19. Dalam situasi darurat, idealnya, belanja dipercepat untuk menekan dampak dan membantu masyarakat terdampak.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Jatim Fauzan Fuadi menyatakan, pemerintah perlu dipanggil dan ditanya mengapa serapan APBD masih rendah. ”Tinggal belanja, apa susahnya,” ujarnya.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak belum bersedia memberikan komentar tentang masih rendahnya serapan APBD semester lalu tersebut.