Satu Lagi Teroris di Poso Tewas, Aparat Imbau Sisa Kelompok Serahkan Diri
Satu lagi anggota kelompok teroris di Sulawesi Tengah pimpinan Ali Kalora, tewas ditempak aparat Satuan Tugas Humas Operasi Madago Raya. Petugas meminta enam anggota kelompok yang tersisa menyerahkan diri.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Satu anggota kelompok teroris di kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tewas ditembak Satuan Tugas Operasi Madago Raya. Aparat mengimbau agar kelompok teroris yang tersisa tersebut menyerahkan diri. Kelompok teroris di Sulteng dinilai makin terdesak dengan hanya tersisa enam orang dari sebelumnya sembilan orang.
”Kami mengimbau seluruh orang dalam DPO (daftar pencarian orang) terorisme yang bergerilya di Kabupaten Poso, Sigi, dan Parigi Moutong, untuk menyerahkan diri. Mereka akan diproses secara hukum dan kembali ke NKRI,” kata Ajun Komisaris Besar Bronto Budiyono, wakil ketua Satuan Tugas Humas Operasi Madago Raya, operasi untuk menumpas kelompok teroris tersebut, di Palu, Sulteng, Minggu (18/7/2021).
Imbauan untuk menyerahkan diri merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam operasi pengejaran kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng yang juga Ketua Satuan Tugas Humas Operasi Madago Raya Komisaris Besar Didik Supranoto beberapa waktu lalu menyampaikan langkah tersebut dilakukan dengan mendekati tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat. Aparat pun menjamin keselamatan anggota MIT yang menyerahkan diri. Langkah itu juga untuk menghindari terjadinya baku tembak yang berujung kematian anggota MIT ataupun aparat.
Imbauan menyerahkan diri melengkapi pendekatan lain dalam Operasi Madago Raya, yaitu pengejaran atau pertempuaran dan edukasi-sosialisasi bahaya terorisme di masyarakat.
Dalam operasi selama ini, tak sedikit anggota MIT menyerahkan diri kepada aparat. Pada Maret 2020, ada dua anggota MIT menyerahkan diri. Yang lainnya juga turut menyerahkan diri pada saat Operasi Tinombala, sebelum diganti menjadi Operasi Madago Raya, dan kemudian digelar secara besar-besaran sepanjang 2016.
Bronto menerangkan, satu anggota kelompok yang dipimpin Ali Kalora tersebut tewas pada Sabtu (17/6/2021). B alias AA alias A tewas dalam baku tembak dengan anggota Satgas Operasi Madago Raya di pegunungan Desa Tolai Induk, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong. Setelah kontak tembak tersebut, aparat menemukan 1 revolver, 1 bom lontong, 1 parang, dan sejumlah uang di lokasi baku tembak. AA telah dikuburkan pada Sabtu malam sesaat setelah divisum dan diidentifikasi di RS Bhayangkara, Palu.
Baku tembak tersebut bagian dari pengembangan dan pengejaran tiga anggota MIT yang lolos dari sergapan aparat pada Minggu (11/7/2021) lalu di Desa Tanalanto, Kecamatan Parigi Selatan. Tiga orang lolos dari aksi tersebut, sedangkan dua anggota MIT tewas di tempat penyergapan. Lokasi baku tembak pada Sabtu, sekitar 30 kilometer arah selatan titik penyergapan pada Minggu lalu.
Jika merujuk DPO terkait tindak pidana terorisme anggota MIT, AA alias A diperkirakan merujuk ke Abu Alim alias Ambo yang disebutkan berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam daftar tersebut, ia diprofilkan berambut panjang.
Dengan tewasnya AA dan dua orang pada akhir pekan lalu, tersisa enam anggota MIT yang saat ini masih dikejar Satgas Operasi Madago Raya. Mereka bergerilya di hutan pegunungan antara Kabupaten Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.
Kelompok MIT dibentuk oleh Santoso pada 2012. Dia tewas dalam baku tembak dengan aparat pada pertengahan 2016. Saat ini, kelompok tersebut dipimpin oleh Ali Kalora.
Dalam gerilya, anggota MIT turut meneror dan membunuh warga. Sejak 2014, tercatat 20 warga tewas di tangan anggota MIT saat mereka berada di kebun atau di rumah dekat hutan. Terakhir, mereka membunuh empat warga di Desa Kalimago, Kecamatan Lore Utara, Poso, jelang pertengahan Mei 2021.
Otniel Papunde (50), warga Kalimago, Kecamata Lore Timur, Kabupaten Poso, menyatakan, masyarakat mengapresiasi kinerja aparat yang menewaskan tiga anggota MIT dalam seminggu terakhir. ”Dari dulu kami inginkan agar masalah MIT ini cepat diselesaikan. Biar kami tidak waswas setiap kali pergi ke kebun. Selama ini, kami hidup dalam bayang-bayang ketakutan terhadap MIT,” ujarnya.
Ia menuturkan, dua bulan setelah pembunuhan di desa tersebut, warga masih fokus menggarap lahan di sekitar permukiman. Jika harus pergi ke kebun kopi atau kakao di dekat hutan, warga meminta pengawalan dari aparat yang membuka pos sekat di sekitar Kalimago.