Jenazah Anggota MIT Dikuburkan, Identifikasi Tetap Dilakukan
Dua jenazah anggota teroris telah dikuburkan di Palu, Sulteng. Tewasnya kedua anggota kelompok itu harus menjadi momentum menyelesaikan masalah terorisme.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Dua jenazah anggota Mujahidin Indonesia Timur, kelompok teroris, dikuburkan pada Rabu (14/7/2021) malam di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Kondisi jenazah sudah membusuk. Meski demikian, identifikasi tetap dilakukan. Tewasnya dua anggota kelompok yang diburu selama ini menjadi momentum untuk menyelesaikan masalah terorisme di Poso.
Dua jenazah itu dikuburkan di Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu, Rabu malam. Keduanya dikuburkan setelah pengambilan sejumlah sampel, seperti sidik jari dan DNA untuk identifikasi di RS Bhayangkara.
Wakil Ketua Satuan Tugas Humas Operasi Madago Raya Ajun Komisaris Bronto Budiyono di Palu, Sulteng, Kamis (15/7/2021), memastikan dua jenazah tersebut dikuburkan dengan syariat Islam. Jenazah dimandikan lalu dikafani dan dishalatkan di instalasi jenazah RS Bhayangkara.
Ia menerangkan kondisi jenazah telah membusuk. Itu karena jenazah sudah empat hari berada di lokasi kejadian karena sulitnya evakuasi. Identifikasi secara fisik sulit dilakukan sehingga diputuskan keduanya segera dikuburkan. Identitas keduanya belum diketahui secara pasti, meskipun diyakni bagian dari anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Prosedur identifikasi untuk memastikan identitas keduanya tetap dilakukan. Sidik jari dan sampel DNA keduanya akan dicocokkan dengan sampel DNA anggota keluarga kedua anggota MIT. Diharapkan anggota keluarga kooperatif untuk proses yang dimaksud. Dibutuhkan maksimal enam hari untuk proses tersebut. ”Setelah proses tersebut dilakukan, hasilnya akan kami sampaikan kepada masyarakat,” ujar Bronto.
Dua anggota MIT tewas dalam penyergapan oleh anggota Komando Operasi Khusus yang membantu Satuan Tugas Madago Raya di daerah pegunungan Desa Tanalanto, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, Minggu (11/7/2021). Lokasi kejadian sekitar 8 kilometer dari permukiman terdekat dengan kondisi hutan lebat di pegunungan.
Hal itu pula yang menyulitkan evakuasi sejak keduanya tewas. Selain itu, kabut dan hujan yang terus mengguyur wilayah sekitar lokasi kejadian juga menyulitkan mobilsasi helikopter untuk mempercepat evakuasi. Dua jenazah tersebut baru bisa dievakuasi dengan helikopter pada Rabu sore.
Dengan tewasnya dua anggota MIT, saat ini tersisa 7 orang lagi yang harus terus dikejar aparat. Kelompok yang dipimpin Ali Kalora tersebut bergerilya di hutan pegunungan Kabupaten Poso, Parigi Moutong, dan Sigi. Operasi Madago Raya digelar untuk menumpas mereka.
Peneliti Lembaga Pengkajian dan Studi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulteng Moh Arfandy menyatakan, tewasnya kedua anggota MIT tersebut harus menjadi momentum bagi aparat keamanan untuk menuntaskan masalah terorisme di Poso. Dengan model operasi yang mengejar anggota MIT dengan hadirnya pasukan Komando Operasi Khusus, diharapkan anggota kelompok tersebut semakin terdesak sehingga bisa dilumpuhkan.
”Masalah MIT sudah sangat mendera masyarakat. Kami harap ini awal yang baik untuk menuntaskannya,” katanya.
Tak hanya bertempur dengan aparat keamanan, anggot MIT selama ini juga menyasar warga di sekitar area gerilya mereka. Mereka meneror dengan membunuh petani. Dalam catatan Kompas,sejak 2014, sedikitnya 20 warga dibunuh anggota kelompok MIT. Kejadian terakhir menimpa empat petani di Desa Kalimago, Kecamatan Lore Utara, Poso. Keempatnya dibunuh di kebun kopi mereka.
Masalah MIT sudah sangat mendera masyarakat. Kami harap ini awal yang baik untuk menuntaskannya. (Moh Arfandy)
Arfandy menyatakan, pola pengejaran anggota MIT dengan Operasi Madago Raya sebaiknya diubah. Selama ini, pasukan yang bertugas sering diganti atau dirotasi dengan jangka waktu bervariasi, mulai dari tiga bulan hingga enam tahun. Dari segi ketahana fisik dan psikis personel hal itu baik. Namun, dengan model pertempuran gerilya hal itu bisa tak efektif karena pasukan yang baru harus mempelajari lagi peta gerilya.
”Dalam hal ini, pasukan yang terlibat operasi memang harus pasukan tempur yang bisa bertahan lama di dalam hutan. Kami yakin dengan model ini tujuan operasi untuk melumpuhkan anggota MIT bisa berhasil baik,” katanya.