Malaysia ”Lockdown”, Penyelundupan Pekerja Migran Ilegal Masih Marak
Dalam satu minggu terakhir, polisi menggagalkan dua percobaan pemberangkatan calon pekerja migran tanpa dokumen di Bintan, Kepulauan Riau. Dari 76 korban yang diselamatkan, mayoritas berasal dari Sumut dan NTB.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dalam satu pekan terakhir, polisi mengungkap dua kasus upaya pemberangkatan calon pekerja migran tanpa dokumen di Bintan, Kepulauan Riau. Padahal, hingga kini, Malaysia masih menerapkan kebijakan kuncitara atau lockdown dan tidak menerima pekerja migran.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Bintan Ajun Komisaris Dwihatmoko, Kamis (8/7/2021), menyatakan, dalam satu pekan terakhir, pihaknya dua kali mengungkap upaya pemberangkatan pekerja migran ilegal atau tanpa dokumen, yakni pada 28 Juni dan 6 Juli. Dari 76 korban yang diselamatkan, 41 orang berasal dari Sumatera Utara, 34 dari Nusa Tenggara Barat, dan satu orang dari Nusa Tenggara Timur.
Pada 28 Juni, polisi menggerebek sebuah penampungan di dekat Pelabuhan Gentong, Kecamatan Bintan Utara. Di lokasi itu, polisi menyelamatkan 53 calon pekerja migran ilegal dan meringkus dua pelaku. Para calon pekerja migran tersebut sebelumnya dijanjikan akan diberangkatkan ke Malaysia.
”Untuk pendalaman jaringan terhadap kasus tersebut terputus karena anggota sindikat tidak saling mengenal,” kata Dwihatmoko saat dihubungi dari Batam.
Satu pekan berselang, tepatnya pada 6 Juli, polisi kembali mengungkap penampungan calon pekerja migran ilegal di Kampung Jeruk yang terletak di Kecamatan Bintan Utara. Di lokasi tersebut, polisi menyelamatkan 23 calon pekerja migran dan meringkus satu orang tersangka.
Menurut Dwihatmoko, tersangka itu adalah Firdaus (36) yang merupakan warga Bintan. Dari keterangan para korban, diketahui mereka membayar antara Rp 3 juta dan Rp 9 juta, ditambah ongkos lain sebesar Rp 500.000 kepada Firdaus untuk jasa menyeberang dari Bintan ke Malaysia.
Hasil tes antigen terhadap para korban menunjukkan ada lima orang yang positif Covid-19. Saat ini, lima orang tersebut ditangani oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan. Adapun 17 orang sisanya telah diserahkan kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Kota Tanjung Pinang.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Polres Bintan Ajun Komisaris Besar Bambang Sugihartono menyatakan, sesuai dengan UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, para pelaku yang terlibat pengiriman calon pekerja migran tanpa dokumen diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.
Bambang menegaskan, pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan terhadap lokasi-lokasi tertentu di Bintan yang selama ini dikenal sebagai celah pemberangkatan pekerja migran ilegal. Warga di sekitar lokasi tersebut juga diminta aktif melaporkan aktivitas yang mencurigakan kepada polisi.
Secara terpisah, Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Johor Bahru, Andita Putri Purnama, menyatakan, hingga kini Malaysia masih menerapkan lockdown secara ketat dan belum menerima pekerja asing. Oleh karena itu, warga diimbau jangan percaya kepada pihak yang menjajikan dapat memberangkatkan mereka ke negara tersebut.