Di Tengah Pandemi, Perekrutan Buruh Migran Ilegal Tetap Diminati
Munculnya peraturan ambigu dan absennya jaring pengaman sosial untuk buruh migran ditengarai menyebabkan praktik perekrutan buruh migran ilegal tetap diminati meskipun di tengan pandemi Covid-19.
Oleh
BURUH MIGRAN
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Untuk kesekian kalinya, aparat Polda Kepulauan Riau kembali membongkar bisnis perekrutan buruh migran ilegal di Batam. Munculnya peraturan ambigu dan absennya jaring pengaman sosial untuk buruh migran ditengarai menyebabkan praktik perekrutan ilegal tetap diminati meskipun banyak negara masih menutup akses pekerja karena pandemi Covid-19.
Kepala Subdirektorat IV Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri Ajun Komisaris Besar Dhani Catra Nugraha, Selasa (26/1/2021), mengatakan, lokasi penampungan pekerja migran ilegal itu berada di Kelurahan Tanjung Riau dekat Pelabuhan Internasional Sekupang. Saat penggerebekan, Minggu (24/1/2021), aparat menemukan satu perempuan calon pekerja migran asal Jambi.
Di tempat yang sama, polisi meringkus tersangka Nur Asifah (36). Tersangka juga mengaku kepada polisi ada lima perempuan calon buruh migran lain asal Sumatera Utara yang ditempatkan di Homestay Mamora, Kecamatan Batam Centre. Saat ini, semua korban telah diselamatkan polisi dan akan diserahkan ke Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk selanjutnya dipulangkan ke daerah asal.
Menurut Dhani, tersangka menjalankan bisnis calo itu sejak 2020 dan telah dua kali memberangkatkan buruh migran ilegal ke Malaysia. Tersangka memungut Rp 10 juta dari setiap korban untuk biaya pengurusan dokumen dan transportasi pemberangkatan.
”Salah satu korban sudah pernah pernah bekerja di luar negeri. Dia pulang sebelum pandemi, lalu sekarang mencoba masuk lagi ke Malaysia,” kata Dhani.
Tersangka Nur Asifah disangka dengan Pasal 81 juncto pasal 83 Undang-Undang No 16/2017 tentah Perlindungan Pekerja Migran Indonesia juncto Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 juta.
Tetap diminati
Data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan, hingga September 2020, ada lebih dari 176.000 buruh migran yang pulang ke Tanah Air selama pandemi Covid-19. Mayoritas adalah pekerja migran Indonesia (PMI) dengan status harian, mingguan, dan atau borongan yang mengalami kesulitan secara ekonomi akibat kebijakan penutupan wilayah yang diterapkan di sejumlah negara untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, bisnis calo buruh migran ilegal tetap diminati di tengah kondisi pandemi karena dua hal. Pertama, banyak buruh migran ingin segera kembali ke luar negeri setelah mengalami susahnya bertahan hidup di rumah sendiri selama pandemi.
Saya berharap Menteri Sosial Tri Rismaharini bisa segera memperbarui DTKS, yang terakhir di-update pada 2015, untuk memprioritaskan pekerja migran yang pulang karena pandemi sehingga mereka bisa mendapat jaring pengaman sosial. (Wahyu Susilo)
Mantan pekerja migran tidak memperoleh bantuan sosial karena tidak termasuk dalam 14 kriteria program keluarga harapan (PKH) penerima bantuan langsung tunai (BLT) dana desa. Program tersebut menggunakan rujukan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
”Saya berharap Menteri Sosial Tri Rismaharini bisa segera memperbarui DTKS, yang terakhir di-update pada 2015, untuk memprioritaskan pekerja migran yang pulang karena pandemi sehingga mereka bisa mendapat jaring pengaman sosial,” kata Wahyu.
Adapun hal kedua yang dikritisi Wahyu adalah Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No 294/2020 tentang Penempatan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Kerap kali, peraturan itu justru dimanfaatkan para calo untuk menipu calon buruh migran bahwa negara-negara tetangga sudah kembali membuka perbatasan.
Padahal, banyak negara tujuan, seperti Singapura dan Malaysia, sampai saat ini belum membuka pintu lagi untuk PMI. Wahyu menilai, pemerintah seharusnya menggiatkan sosialisasi Kepmenaker No 294/2020 sampai ke akar rumput sehingga warga tidak mudah tertipu janji manis para calo.
”Sebenarnya, secara prinsip, saya menolak langkah pemerintah membuka kembali penempatan buruh migran saat pandemi. Hal itu hanya akan membuat buruh migran menjadi kelinci percobaan,” kata Wahyu.
Ia mencontohkan, pada Desember 2020, Pusat Komando Epidemi Pusat (Central Epidemic Command Center/CECC) Taiwan melarang buruh migran dari Indonesia masuk ke negara itu. Keputusan tersebut diambil karena sebelumnya ada 20 PMI yang baru terdeteksi mengidap Covid-19 setelah tiba di Taiwan.