Kerusuhan di Yalimo pada akhir Juni lalu meninggalkan luka mendalam bagi ribuan warga. Mereka terpaksa mengungsi karena kehilangan rumah dan kios yang dibakar massa.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
Kerusuhan di Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo, Papua, pada Selasa pekan lalu, melumpuhkan pelayanan publik dan memicu pengungsian ribuan warga. Yalimo kini nyaris tanpa kehidupan.
Selasa (29/6/2021) pukul 15.00 WIT, suasana di Elelim, ibu kota Yalimo, sunyi dan cenderung mencekam. Hanya sebagian kecil warga kota di Pegunungan Tengah Papua itu yang beraktivitas seperti biasa. Sebagian cemas menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan sengketa pilkada yang diajukan calon bupati dan wakil bupati nomor urut dua, Lakius Peyon-Nahum Mabel.
Johar (50), salah seorang warga, berada di Masjid Babus Salam Elelim, sekitar 200 meter dari rumahnya. Bersama warga lain, ia memantau putusan MK. Sebelumnya, ia mengungsikan keluarganya ke Markas Koramil Elelim begitu mendengar kabar adanya potensi kerusuhan.
Sekitar pukul 16.00, hakim MK menjatuhkan putusan mendiskualifikasi pasangan nomor urut satu, Erdi Dabi-John Wilil, sebagai calon bupati dan wakil bupati Yalimo. MK memerintahkan KPU Yalimo untuk menggelar pilkada ulang tanpa menyertakan Erdi sebagai peserta.
Kekhawatiran Johar dan warga lain terbukti. Dalam hitungan belasan menit setelah putusan MK, kerusuhan melanda Elelim. Massa yang diduga pendukung Erdi-John membakar 34 kantor pemerintahan dan 126 rumah warga. Rumah dan kios Johar juga tinggal puing. Seribuan warga, sebagian besar pendatang yang berjualan barang kebutuhan pokok, mengungsi hingga Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
”Kami mengungsi meninggalkan Yalimo karena situasinya belum kondusif,” ujar Johar, Selasa (6/7/2021), yang saat dihubungi telah mengungsi ke Wamena.
Salmon Manggape, salah satu tokoh masyarakat dan pensiunan PNS di Yalimo, mengatakan, warga meninggalkan Elelim ke Wamena karena merasa konflik di Yalimo bakal berkepanjangan. Di tengah pemerintahan yang lumpuh akibat kantor-kantor dibakar, warga yang bertahan di Elelim juga terancam kelaparan karena kesulitan bahan pokok.
Gelombang pengungsian ke Wamena pun terus mengalir dalam dua hari terakhir. Tercatat 997 warga dievakuasi melalui jalur darat dan 28 orang lainnya dievakuasi menggunakan pesawat. Sebagian pengungsi ditampung di fasilitas gedung tongkonan milik paguyuban Ikatan Keluarga Toraja Pegunungan Tengah Papua.
Yohanes Tuku, tokoh masyarakat di Wamena, mengatakan, pihaknya tergerak menampung para pengungsi demi kemanusiaan. Para pengungsi berharap pemda setempat dan pemerintah pusat dapat memberikan bantuan makanan.
”Mereka juga membutuhkan bantuan barang khusus bagi wanita dan anak-anak. Entah sampai kapan mereka akan mengungsi di Wamena,” kata Yohanes.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri, saat mengunjungi warga yang dievakuasi ke Wamena, mengatakan, dirinya bersama masyarakat Yalimo meminta maaf kepada para pengungsi. Sebab, insiden di Elelim membuat ribuan warga kehilangan rumah dan tempat usaha.
Gelombang pengungsian ke Wamena pun terus mengalir dalam dua hari terakhir. Tercatat 997 warga dievakuasi melalui jalur darat dan 28 orang lainnya dievakuasi menggunakan pesawat.
Ia pun mengakui keamanan di Yalimo belum dapat diprediksi sehingga warga harus dievakuasi ke Wamena. Pendukung Erdi pun menuntut pembatalan pilkada ulang di Yalimo.
Mathius juga telah berkomunikasi dengan Menko Polhukam Mahfud MD terkait penanganan konflik di Yalimo. ”Beliau menyampaikan akan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk membantu para pengungsi dan membangun kembali rumah serta kios yang terbakar,” katanya.
Bantuan bagi warga sangat dinanti. Di luar masalah kemanusiaan itu, yang tak kalah penting adalah kehadiran negara untuk membangun kembali pemerintahan di Yalimo.