Dua Hari Berturut-turut, Rekor Kasus Covid-19 Pecah di Jatim
Dua hari terakhir, penambahan kasus harian di Jawa Timur memecahkan rekor yang memperlihatkan situasi pandemi Covid-19 memburuk. Situasi terjadi jelang PPKM darurat diterapkan sehingga agar efektif perlu dukungan publik.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kenaikan kasus harian Covid-19 di Jawa Timur mencapai titik tertinggi atau pecah rekor dalam dua hari terakhir. Warga terjangkit masing-masing bertambah 1.203 orang dan 1.397 orang. Penambahan kasus harian tertinggi terakhir kali terjadi pada 15 Januari 2021 dengan 1.198 orang.
Pecahnya rekor penambahan kasus harian itu terjadi dua hari jelang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat kurun 3-20 Juli 2021. Lonjakan kasus terdeteksi sejak awal bulan lalu atau dua pekan setelah Lebaran. Peningkatan kasus diyakini imbas pelanggaran protokol kesehatan di masa larangan mudik Lebaran dan serangan mutasi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) Alpha, Beta, dan Delta.
Mengutip laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, Kamis (1/7/2021), penambahan 1.397 orang membuat akumulasi kasus Covid-19 sejak 17 Maret 2020 menjangkiti 174.430 orang. Kematian bertambah 83 orang menjadi total 12.882 orang. Kesembuhan bertambah 871 orang menjadi 152.913 orang. Tingkat kesembuhan 87,6 persen dan tingkat kematian 7,4 persen.
Dua bulan sebelumnya, tingkat kesembuhan sempat menembus 90 persen yang menandakan peluang selamat pasien Covid-19 membesar. Adapun fatalitas setahun ini belum pernah berada di bawah 7 persen. Padahal, ambang batas fatalitas sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 3 persen. Kamis malam ini, kasus aktif atau jumlah pasien dirawat bertambah 443 orang menjadi 8.635 orang.
Sehari terakhir, penambahan kasus tertinggi disumbang Kabupaten Mojokerto sebanyak 81 orang, Kabupaten Madiun (78), Kota Surabaya (75), Kota Mojokerto (71), Kota Pasuruan (70), Lumajang (68), dan Sidoarjo (65). Dalam situasi landai, misalnya di Surabaya, penambahan kasus harian di kisaran 10-20 orang. Artinya, saat ini di Surabaya, ibu kota Jatim, peningkatan kasus 3-7 kali lipat.
Pengalaman sejauh ini, peningkatan tiba-tiba jumlah kasus di suatu daerah, antara lain, terkait dengan agresivitas tim terpadu dalam pengetesan, pelacakan, dan perawatan (testing, tracing, treatment/3T). Selain itu, juga tingginya laporan masyarakat yang mengeluhkan gejala Covid-19 sehingga perlu dikonfirmasi dengan tes usap PCR.
Surabaya, misalnya, secara akumulatif menjadi daerah terpapar terparah karena temuan kasusnya memang tinggi. Program 3T yang gencar akan menjaring kasus-kasus yang selama ini ”tersembunyi”.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, prinsip utama penanganan pandemi ialah program 3T. Semakin gencar 3T, kasus-kasus akan terus ditemukan sehingga Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mendapatkan kondisi yang mendekati kenyataan. Dari sana bisa disusun kebijakan yang tepat dan efektif untuk meredakan pandemi.
Secara psikologis, lanjut Windhu, peningkatan kasus merupakan bukti kuat yang bisa disosialisasikan kepada masyarakat agar masih harus waspada dan disiplin protokol kesehatan. Situasi ini juga diharapkan menyentuh kesadaran kalangan warga yang masih tidak percaya, menyepelekan Covid-19, mengabaikan protokol, dan menolak mengikuti program penanganan terutama vaksinasi.
Windhu berharap masyarakat dan satgas jangan menyerah menangani pandemi Covid-19. Memburuknya situasi jelas memberi tekanan amat besar bahkan rasa frustrasi publik. ”Jika terbawa dalam suasana buruk, semakin sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19. Untuk itu, mari dengan kesadaran bersama untuk masih perlu berjuang,” katanya.
Dihubungi terpisah, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mempersilakan 36 kabupaten/kota yang diminta untuk PPKM darurat menerapkan pendekatan kearifan lokal. Namun, perlu diingatkan, penerapan dimaksud tidak boleh mengurangi, apalagi bertentangan dengan prinsip PPKM darurat yang telah diumumkan pemerintah pusat.
”Kearifan lokal maksudnya agar PPKM darurat lebih efektif. Peraturannya harus sama dengan pusat. Misalnya, dalam pelarangan aktivitas tetapi memakai kekhasan daerah,” kata Emil.
”Kalau tidak boleh beroperasi, ya, prinsipnya tidak boleh, tidak ada tawar-menawar. Misalnya, sekolah harus online, ya, online. Begitu pula kebijakan untuk tempat ibadah, pusat belanja, dan lainnya,” ujar Emil.