Bunga Tidur Zona Hijau Jawa Timur
Pandemi Covid-19 di Jawa Timur cuma perlu 56 hari untuk menjangkiti seluruh wilayah dan merobohkan zona hijau atau ketiadaan kasus baru. Zona hijau ibarat mimpi yang entah kapan bisa diwujudkan.
Hampir setahun pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) menyerang Jawa Timur. Namun, Covid-19 belum memperlihatkan tanda mereda apalagi tertangani. Mencapai zona hijau atau aman menjadi mimpi yang diidam-idamkan untuk mengembalikan kenormalan segala aspek kehidupan.
Kasus perdana Covid-19 di Jatim secara resmi diumumkan pada 17 Maret 2020. Ketika itu, menurut Satuan Tugas Covid-19 Jatim, yang terjangkit adalah 6 warga Surabaya dan 2 warga Malang.
Jelang setahun kemudian, mengutip laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, sampai dengan Senin (1/3/2021), wabah atau pagebluk telah menyerang 129.800 orang Jatim. Mayoritas atau 117.165 orang berhasil sembuh. Sebanyak 9.147 orang meninggal. Yang masih dirawat 3.488 orang.
Tingkat kesembuhan di Jatim 90,3 persen atau tergolong tinggi. Namun, fatalitas atau tingkat kematian juga tinggi, yakni 7 persen yang melambung di atas anjuran 3 persen dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pandemi telah berlangsung nyaris 350 hari. Jika dirata-rata, setiap hari, di Jatim bertambah 371-372 kasus baru.
Kesembuhan harian 334-335 orang. Kematian merenggut nyawa 26-27 orang warga Jatim per hari. Data memperlihatkan kasus baru masih melampaui kesembuhan dan angka kematian juga tinggi.
Di provinsi berpopulasi 40,7 juta jiwa menurut Sensus 2020 ini, wabah hanya memerlukan waktu 56 hari untuk menjangkau seluruh atau 38 kabupaten/kota. Sampang di Madura, zona hijau terakhir, rontok dengan pengumuman seorang warga terjangkit pada 12 Mei 2020.
Vaksinasi bukan obat penahan penularan, tetapi yang diinginkan pemerintah adalah terjadinya kekebalan kelompok.
Setelah itu, risiko penularan di setiap daerah berubah. Ada yang memburuk sehingga terjerumus ke zona merah atau risiko tinggi tetapi kemudian membaik. Sampai dengan Senin ini, seluruh kabupaten/kota di Jatim berstatus zona oranye atau risiko sedang.
Baca juga: Kepala Daerah Anyar di Jawa Timur Diingatkan Prioritas Tangani Pandemi
Untuk mengerem laju penularan wabah yang cepat dan mematikan, tim terpadu menerapkan pembatasan. Tahun lalu, di Surabaya Raya dan Malang Raya diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Opsi karantina wilayah bahkan penguncian (lock down) masih diabaikan karena tidak ingin dampak pandemi terhadap kehidupan masyarakat memburuk.
Sejak 11 Januari 2021, di Jatim diterapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dua pekan dilaksanakan di 15 kabupaten/kota dengan situasi wabah yang belum memperlihatkan perbaikan. Dua pekan kemudian diterapkan di 17 kabupaten/kota.
Selanjutnya, dilaksanakan PPKM berbasis mikro di seluruh kabupaten/kota dengan cakupan Kampung Tangguh Semeru di tingkat rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), atau dusun.
Dalam PSBB, pengendalian mobilitas lebih ketat. Adapun dalam PPKM, pengendalian mobilitas lebih kendur, misalnya pengurangan sampai peniadaan pos pemeriksaan kesehatan di perbatasan antardaerah.
Pencabutan larangan peribadatan di tempat ibadah digantikan dengan pembatasan kehadiran umat. Begitu pula dengan acara yang mengundang kerumuman tidak lagi dilarang tetapi dibatasi kehadiran orangnya, yakni pernikahan dan hajatan atau syukuran.
Persekolahan, meski amat terbatas seperti di Sumenep, sudah ada yang kembali ke tatap muka atau menghadirkan pelajar ke sekolah. Sebelumnya, kegiatan belajar-mengajar secara dalam jaringan (online) internet.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, strategi pembatasan bukan penguncian merupakan solusi terbaik untuk penanganan pandemi. Pembatasan masih membolehkan aktivitas masyarakat agar perekonomian tetap berjalan dan tidak terus terpukul. Namun, penanganan pandemi juga berjalan dengan harapan situasi mereda.
Pembatasan memungkinkan serangan wabah, tetapi diyakini ada pengurangan. Data memperlihatkan, sebulan terakhir, penambahan kasus berada dalam rentang 324-1.044 orang per hari. Situasi itu lebih baik daripada Januari di mana penambahan kasus harian berada dalam rentang 599-1.198 orang.
PPKM berbasis mikro tahap kedua akan berlangsung sampai dengan Senin (8/3/2021) atau sepekan lagi. Strategi ini besar kemungkinan diperpanjang jika memperlihatkan tren penurunan situasi wabah dari jumlah kasus baru, kematian, dan pasien dirawat. ”Saya berharap kabupaten/kota melaksanakan PPKM berbasis mikro dengan sebaik-baiknya,” kata Khofifah.
Untuk memperkuat strategi penanganan, tim terpadu, khususnya Polri, menerapkan operasi yustisi protokol kesehatan. Kini, bhabinkamtibmas atau bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat diwajibkan terlibat terutama dalam pemantauan dan pelaporan PPKM berbasis mikro. Bhabinkamtibmas bertugas dengan cakupan wilayah desa/kelurahan.
Baca juga: Pasien di Jawa Timur Menurun, tetapi Wabah Belum Mereda
Perubahan
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Windhu Purnomo, berpendapat, perubahan strategi penanganan wabah dari PSBB ke PPKM yang mengendur memperlihatkan sikap permisif aparatur daripada menghadapi gejolak masyarakat. Apalagi, saat ini program vaksinasi sudah dan terus berjalan.
Menurut Windhu, seiring dengan pelaksanaan vaksinasi, Satgas perlu tetap meningkatkan layanan pelacakan, pengetesan, dan penanganan. Pelacakan dan pengetesan massal masih harus terus dijalankan untuk menemukan kasus-kasus tersembunyi.
”Vaksinasi bukan obat penahan penularan, melainkan yang diinginkan pemerintah adalah terjadinya kekebalan kelompok,” kata Windhu.
Dalam konteks itu, risiko masyarakat terpapar yang sebagian mungkin berakhir dengan kematian masih akan terjadi. Vaksinasi bukanlah penghilang wabah, melainkan percepatan untuk kekebalan kelompok sehingga berangsur-angsur menurunkan risiko penularan.
Windhu mengingatkan, situasi yang diklaim menurun bukan berarti pandemi telah mereda. Situasi bisa kembali memburuk jika pengendalian tidak berjalan secara berkesinambungan. Windhu menekankan pentingnya pelacakan dan pengetesan.
Jumlah sampel tes usap PCR sebagai metode paling sahih untuk menentukan seseorang terjangkit atau tidak di Jatim mencapai 1.112.740 sampel. Jumlah sampel tidak mencerminkan jumlah orang. Seseorang bisa mengikuti tes usap PCR berkali-kali karena kebutuhan dan ketentuan protokoler, misalnya pejabat dan atau pegawai perusahaan atas permintaan manajemen.
Kemampuan pelacakan harus ditingkatkan menjadi 100 orang dari setiap pasien Covid-19. Saat ini, pelacakan baru di kisaran maksimal 30 orang dari setiap pasien.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito dalaml suatu diskusi online mengatakan, penanganan Covid-19 merupakan perang berlarut. Jika ingin menang perang berlarut, solusinya adalah kemampuan mengatur sumber daya (dana dan manusia). Peran publik amat diharapkan dengan disiplin protokol kesehatan.
Karakter penularan Covid-19 melalui percikan sekresi dari mulut dan hidung. Celakanya, virus bisa bertahan di benda mati dan udara meski dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu, publik dapat menekan risiko tertular dengan berpelindung (masker, sarung tangan, face shield), jaga jarak, menghindari kerumunan atau kontak dengan terduga, menjaga kebersihan, terutama rutin mencuci tangan, segera mandi, dan ganti pakaian setelah aktivitas, serta pola hidup sehat, yakni konsumsi pangan bergizi dan bervitamin, olahraga teratur, istirahat cukup, dan menghindari stres.
Jika merasa ada gangguan kesehatan dengan gejala serupa Covid-19, perlu segera memeriksakan diri atau ikut tes dan menempuh karantina atau isolasi.
”Dukungan publik merupakan wujud bela negara untuk mempercepat penanganan pandemi,” kata Wiku.
Namun, menurut Guru Besar Sosiologi Unair Bagong Suyanto, perang berlarut akan mengikis ketahanan masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa tahan. Kelompok rentan, terutama yang berpendapatan tidak rutin, bisa jadi mengabaikan keselamatan dan protokol kesehatan. ”Terhadap kelompok rentan inilah perhatian lebih besar perlu diberikan,” katanya.
Selain itu, masyarakat perlu diberi contoh yang baik terutama dalam penerapan protokol kesehatan. Covid-19 yang menulari sejumlah menteri, Ketua Satgas Covid-19, gubernur, bupati/wali kota, dan pejabat TNI serta Polri memperlihatkan bahwa pemberi contoh sendiri tidak disiplin. Misalnya sosialisasi protokol kesehatan berupa acara yang mengundang kerumunan dan lupa jaga jarak bersepeda dan seremonial bersama.
Sejak 12 Mei 2020 atau sekitar sepuluh bulan terakhir, belum muncul kembali daerah aman atau zona hijau yang berarti mampu berubah bukan sekadar membaik, melainkan benar-benar mengendalikan pandemi.
Untuk mencapai zona hijau, Jatim yang seluruh daerahnya zona oranye harus membaik terlebih dahulu ke zona kuning. Perlu berapa lama? Seluruh rakyat Jatim yang bisa menjawab. Saat ini, merajut dulu bunga tidur alias mimpi bisa membaik ke zona hijau.