Di tengah tingginya kasus Covid-19, terapi plasma konvalesen menjadi ikhtiar bagi pasien bergejala sedang dan berat untuk sembuh. Namun, ketersediaan ”tetes hidup” ini masih jauh dari yang dibutuhkan.
Seiring lonjakan Covid-19 di Indonesia, kian banyak pula permohonan donor plasma konvalesen bagi pasien Covid-19 bergejala sedang dan berat. Dalam situasi tak pasti dan ancaman kematian yang mendekat, para penderita menanti tetes-tetes darah kalangan penyintas.
“Saya mohon bantuan donor plasma konvalesen untuk ayah mertua …, Dibutuhkan sukarelawan pendonor plasma convalescent …, Mohon bantuan plasma konvalesen untuk perawat rumah sakit kami …, Kami memanggil seluruh #portizen penyitas Covid-19 yang memenuhi syarat untuk donor plasma konvalesen …, Kami menyelenggarakan kegiatan skrining donor plasma konvalesen dan edukasi bagi penyintas …”
Penggalan kalimat-kalimat itulah yang sampai dengan Selasa (29/6/2021) meramaikan jagat maya dan media sosial di Surabaya, Jawa Timur. Bertubi-tubi permohonan itu terunggah seperti tsunami informasi yang menimbulkan kertak gigi dan kengerian.
Para pasien yang membutuhkan donor plasma konvalesen sebagai terapi penanganan Covid-19 terbaring menanti, antara lain, di RSUD Dr Soetomo, RS Dr Mohamad Soewandhi, RS Universitas Airlangga, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut Dr Ramelan.
”Kami memerlukan bantuan, Pak. Stok di PMI Surabaya kosong. Semoga dengan mengirim pesan ke grup-grup WA, bapak mertua saya dapat tertolong,” kata Fahmi, keluarga pasien Covid-19, di Surabaya saat dihubungi.
Di Jawa Barat, kisah serupa juga terungkap. Frasta (33), warga Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat, mencari plasma darah untuk ayahnya, Rusnandar (66). Sudah lima hari terakhir, dia mengetuk kemurahan hati penyintas Covid-19, tetapi belum berhasil.
Dia memaksimalkan seluruh media sosial yang dimiliki untuk mencari donatur. Lebih dari 10 grup Whatsapp yang dia ikuti digunakan untuk menyebarkan kebutuhan mendesak ini. Tidak lupa, syarat pendonor pun disertakan dan nomor kontaknya digunakan sebagai narahubung.
”Sudah ada 10 orang baik yang bersedia menjadi pendonor. Sayangnya, mereka belum lolos syarat saat pencocokan plasma darah. Jadi, sampai sekarang masih belum dapat pendonor,” ujarnya.
Dalam pencariannya, Frasta bercerita, di grup-grup WA, dia kerap menemui pesan berantai yang serupa, mengetuk hati pendonor plasma konvalesen. Di berbagai media sosial pencari donor plasma konvalesen juga banyak.
Di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19, terapi plasma konvalesen memang menjadi ikhtiar untuk sembuh. Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio memaparkan, terapi ini menggunakan pedekatan mekanisme pembentukan antibodi ketika terinfeksi jamur, bakteri, atau virus.
”Antibodi pasien yang sudah sembuh berarti sudah bisa mengatasi infeksinya. Itu (antibodi) bisa dipakai untuk membantu orang lain yang masih sakit,” kata Amin.
Pasokan tidak mencukupi
Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia Kota Bandung Uke Muktimanah menuturkan, plasma konvalesen menjadi terapi alternatif memerangi Covid-19. Selain itu, pemberian obat antivirus dan vitamin untuk membentuk antibodi juga tetap menjadi terapi standar pemulihan Covid-19.
Kini, plasma konvalesen pun menjadi barang yang dicari. Uke memaparkan, antrean permintaan plasma darah yang masuk ke PMI Kota Bandung hingga Selasa, mencapai 458 pasien. Jumlah ini terdiri dari 156 pasien golongan darah A, pasien darah B (138), pasien darah O (132), dan pasien darah AB (32).
Karena keterbatasan alat, PMI Kota Bandung saat ini baru bisa memproses 20 pendonor yang masuk dalam sehari. Padahal, rata-rata penambahan pasien yang meminta plasma darah jauh lebih besar.
Kepala Subbagian Teknologi Informasi dan Humas UTD PMI Kota Bandung Budi Wandina menambahkan, saat ini, PMI Kota Bandung hanya memiliki lia unit mesin apheresis. Alat ini mengolah darah yang masuk dan memisahkan komponen yang dibutuhkan, termasuk plasma darah.
Ketidakberdayaan memenuhi permintaan donor plasma konvalesen juga melanda Surabaya. Selasa ini, kebutuhan atau jumlah pasien yang antre mencapai 515 orang. Padahal, para penyintas yang menjadi donor sekitar 20 orang per hari. Meski warga Surabaya banyak yang telah menjadi penyintas tetapi tidak bisa otomatis menjadi donor plasma konvalesen.
Ketua Alumni Penyintas Covid-19 Jawa Timur Edy Sukotjo mengatakan, antusiasme penyintas dan masyarakat yang ingin donor plasma konvalesen cukup tinggi. Namun, rata-rata calon pendonor tidak memenuhi persyaratan. Akibatnya, urung menyumbangkan ”tetes hidup” bagi pasien yang memerlukannya.
Persyaratan yang harus dipenuhi ialah lelaki usia 17-60 tahun, berat badan minimal 55 kilogram, dan memperlihatkan surat hasil tes usap PCR yang menyatakan dua kali negatif. Calon pendonor tidak memiliki penyakit bawaan dan bagi wanita belum pernah hamil.
Untuk varian virus baru, para pendonor setidaknya pernah mengalami gejala demam, sesak, batuk, serta diikuti pusing dan diare. Eks pasien bisa mendonor sejak 14 hari dinyatakan sembuh berdasarkan tes reaksi berantai polimerase (PCR) atau mendapatkan surat keterangan sembuh. Keterangan ini berlaku kurang dari tiga bulan. Yang baru saja mendapat vaksinasi belum bisa menjadi pendonor plasma darah.
Ajak donor massal
Kepala Bagian Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Palang Merah Indonesia Cabang Surabaya Martono Adi mengatakan, sosialisasi, kampanye, dan kegiatan donor darah serta seleksi plasma konvelesen terus ditempuh. Ketua Pelaksana Program Pendampingan Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Surabaya Radian Jadid mengatakan, seluruh penyintas diundang sebagai peserta grup-grup WA.
Penanggung Jawab RS Lapangan Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara menyatakan, para penyintas diharapkan rela turut bertanggung jawab dalam pendidikan dan sosialisasi Covid-19. Saat ini, situasi memprihatinkan. Tingkat keterisian tempat tidur di RS dan tempat isolasi telah kritis, bahkan penuh. Di RS Lapangan Surabaya saja daftar tunggu sampai lebih dari 100 pasien.
”Pendonor itu roh bagi PMI sebagai pahlawan kemanusiaan. Banyak pasien di luar sana membutuhkan plasma untuk hidup. Tetesan darah ini jadi alternatif kesembuhan mereka,” ujar Ketua PMI Kota Bandung Ade Koesjanto.
Saat pandemi ini, sekantong plasma adalah harapan untuk sesama. Apa pun keadaannya, rasa kemanusiaan itu harus tetap dijaga.