Terjadi Antrean Pemulasaraan, Surabaya Tambah Layanan dan Perluas Makam
Kematian pasien Covid-19 tinggi di Surabaya, Jawa Timur, dan mengganggu keandalan layanan pemulasaraan jenazah sehingga diatasi dengan penambahan sukarelawan dan pemindahan layanan ke pemakaman.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Keluarga pasien Covid-19 yang meninggal dalam penanganan di Surabaya, Jawa Timur, mengeluhkan layanan pemulasaraan jenazah terlalu lama. Jumlah kematian sedang tinggi, sedangkan sukarelawan pemulasaraan amat terbatas. Untuk memangkas waktu tunggu pemulasaraan, Pemerintah Kota Surabaya memindahkan layanan ke pemakaman sekaligus memperluas kompleks kubur untuk pasien Covid-19.
Di Jatim, kematian harian pasien Covid-19 dalam rentang 23-97 orang. Dua-tiga pekan terakhir, kematian melonjak dari biasanya 20-30 orang sehari menjadi dua-empat kali lipat. Dua hari terakhir, pasien yang meninggal 97 orang dan 93 orang. Penanganan pasien Covid-19 Jatim kebanyakan berlangsung di Surabaya yang sebagai ibu kota menjadi pusat rujukan.
Namun, penanganan pasien termasuk pemulasaraan yang terbanyak di Surabaya berkonsekuensi pengelola rumah sakit dalam memberikan layanan prima. Direktur RSUD Dr Soetomo Joni Wahyuhadi menyatakan, kekurangan tenaga dan sukarelawan pemulasaraan jenazah sehingga pasien yang meninggal terkadang baru ditangani bahkan lebih dari 20 jam.
”Sejumlah RS lainnya juga mendapat protes dari keluarga karena dianggap lamban dalam pemulasaraan,” kata Joni, yang juga Ketua Rumpun Kuratif Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jatim, saat dihubungi pada Rabu (30/6/2021).
Sejumlah RS lainnya juga mendapat protes dari keluarga karena dianggap lamban dalam pemulasaraan. (Joni Wahyuhadi)
Jaringan RS terus mencari dan meminta bantuan melalui Pemerintah Kota Surabaya sehingga mendapat respons amat baik dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi massa Islam ini berkomitmen membantu mengirim sukarelawan pemulasaraan jenazah untuk memangkas waktu tunggu.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, khusus untuk jenazah pasien Covid-19 yang merupakan warganya akan ditangani di pemakaman khusus. Layanan pemulasaraan jenazah dihadirkan di Taman Pemakaman Umum Keputih yang sebagian lahannya untuk pengebumian pasien Covid-19. Kawasan penguburan pasien Covid-19 juga diperluas untuk mengejar peningkatan jumlah jenazah yang harus dikebumikan sesuai dengan protokol.
”Saya amat terkejut mendengar antrean pemulasaraan sampai 20 jam sehingga berkeputusan untuk turut mengadakan layanan itu di lokasi,” ujar Eri. Di TPU Keputih telah disiapkan modin, pemandian jenazah, dan kebutuhan lain untuk pemulasaraan. Dari RS, jenazah bisa dimandikan, dishalatkan atau didoakan, dirawat, dan dikebumikan sesuai ajaran agama dan dimakamkan di lokasi.
Mantan Kepala Bappeko Surabaya ini mengatakan, pemkot juga mempersiapkan petugas untuk pemulasaraan jenazah pasien non-Muslim. Satgas telah bekerja sama dengan pembuat peti dan menyiapkan petugas untuk penanganan jenazah lelaki dan perempuan. ”Layanan pemulasaraan jenazah saya minta berlaku 24 jam karena situasi masih belum mereda,” katanya.
Sepanjang bulan ini hampir ada 500 jenazah pasien Covid-19 atau terduga yang dimakamkan di Keputih, Babat Jerawat, dan Kremat. Yang dimakamkan justru kebanyakan bukan dari Surabaya. Berdasarkan data, jumlah kematian pasien Covid-19 asal Surabaya sebulan ini 26 orang atau rerata seorang setiap hari.
Menurut catatan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Surabaya, di Keputih telah dimakamkan 3.500 jenazah dengan protokol Covid-19. Di Babat Jerawat sudah dikebumikan 1.600 jenazah. Ketersediaan lahan di Babat Jerawat tersisa kurang dari 1 hektar, sedangkan di Keputih ada 1,5 hektar. Lahan tersisa jika dimaksimalkan bisa menampung setidaknya 4.000 jenazah.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, saat ini bed occupancy rate (BOR) rumah sakit sudah mencapai 100 persen. Masyarakat perlu tahu betul kondisi seluruh rumah sakit yang ada di kota ini sudah penuh. Beberapa rumah sakit bahkan mengupayakan penambahan tempat tidur karena pasien yang terpapar Covid-19 cenderung meningkat.
Dengan demikian, masyarakat dapat semakin waspada dan ketat dalam menjaga prokes di mana pun mereka berada. ”Kondisi rumah sakit yang penuh bahkan antrean pasien sampai di halaman atau selasar rumah sakit perlu diketahui warga agar semakin tertib melindungi diri,” kata Febria.
Apalagi, saat ini tak hanya seluruh rumah sakit yang penuh, termasuk Rumah Sakit Lapangan dan Asrama Haji Surabaya, sebagai tempat isolasi bagi pasien berstatus orang tanpa gejala (OTG), dan gejala ringan. Asrama Haji Sukolilo telah menambah dua gedung dan juga dua tenda. Masing-masing gedung bisa menampung maksimal 200 orang.