Kebutuhan donor plasma konvalesen terlalu jauh dibandingkan dengan ketersediaan sehingga memerlukan dukungan masyarakat, terutama penyintas Covid-19 untuk menyumbang ”tetes hidup” demi keselamatan nyawa pasien.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
Seiring lonjakan Covid-19 di Jawa Timur, sepekan terakhir di Surabaya, amat ramai permohonan donor plasma konvalesen bagi pasien Covid-19 bergejala sedang dan berat. Dalam situasi tak pasti dan ancaman kematian yang mendekat, para penderita menanti tetes-tetes darah kalangan penyintas.
”Saya mohon bantuan donor plasma konvalesen untuk ayah mertua …, Dibutuhkan sukarelawan pendonor plasma convalescent …, Mohon bantuan plasma konvalesen untuk perawat rumah sakit kami …, Kami memanggil seluruh #portizen penyitas Covid-19 yang memenuhi syarat untuk donor plasma konvalesen …, Kami menyelenggarakan kegiatan skrining donor plasma konvalesen dan edukasi bagi penyintas …”
Penggalan kalimat-kalimat itulah yang sampai dengan Selasa (29/6/2021) meramaikan jajat maya dan media sosial di Surabaya. Bertubi-tubi permohonan itu terunggah seperti tsunami informasi yang menimbulkan kertak gigi dan kengerian.
Para pasien yang membutuhkan donor plasma konvalesen sebagai terapi penanganan Covid-19 terbaring menanti, antara lain, di RSUD Dr Soetomo, RS Dr Mohamad Soewandhi, RS Universitas Airlangga, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut Dr Ramelan.
”Kami memerlukan bantuan, Pak. Stok di PMI Surabaya kosong. Semoga dengan mengirim pesan ke grup-grup WA, kehidupan bapak mertua saya dapat tertolong,” kata Fahmi, keluarga pasien Covid-19, di Surabaya saat dihubungi.
Permintaan donor plasma konvalesen di Surabaya sedang menggila. Selasa ini, kebutuhan atau jumlah pasien yang antre mencapai 515 orang. Padahal, para penyintas yang menjadi pendonor sekitar 20 orang per hari. Meski warga Surabaya banyak yang telah menjadi penyintas, tidak bisa otomatis menjadi pendonor plasma konvalesen.
Ketua Alumni Penyintas Covid-19 Jawa Timur Edy Sukotjo mengatakan, sebenarnya antusiasme penyintas dan masyarakat yang ingin donor plasma konvalesen cukup tinggi. Namun, karena sejumlah syarat, rata-rata membuat pendonor menjadi tidak bisa menyumbangkan ”tetes hidup” bagi pasien yang benar-benar amat memerlukan.
Persyaratan yang harus dipenuhi ialah diutamakan lelaki usia 17-60 tahun, berat badan minimal 55 kilogram, dan memperlihatkan surat hasil tes usap PCR yang menyatakan dua kali negatif. Pendonor tidak disarankan jika baru dinyatakan sembuh dari Covid-19, kondisi kesehatan belum prima, atau belum lama menerima vaksinasi.
Pengalaman Kompas ketika dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan keluar dari Rumah Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2, tim dokter menyarankan bisa menjadi pendonor setelah 30 hari. Jika dalam perjalanan waktu mendapat vaksin Covid-19, donor bisa dilaksanakan sebulan setelah menerima suntikan. Itu pun perlu ditambah hasil tes usap PCR yang negatif dan lolos pemeriksaan kesehatan.
Kepala Bagian Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Palang Merah Indonesia Cabang Surabaya Martono Adi mengatakan, sosialisasi, kampanye, serta kegiatan donor darah dan seleksi plasma konvelesen juga terus ditempuh. Stok darah bertambah, tetapi ketersediaan plasma masih terlalu jauh dari kebutuhan pasien Covid-19.
”Permintaan dan perolehan terlalu jauh, seperti langit dan bumi, sehingga lebih dibutuhkan kepedulian publik mengatasi masalah ini,” kata Martono.
Ketua Pelaksana Program Pendampingan Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Surabaya Radian Jadid mengatakan, seluruh penyintas diundang sebagai peserta grup-grup WA. Sukarelawan dan tim dokter ada di seluruh grup untuk memantau sekaligus sosialisasi kebutuhan, terutama dalam hal ketersediaan plasma konvalesen.
”Setiap Sabtu kami adakan kegiatan pengorganisasian penyintas sekaligus pemeriksaan bagi donor plasma konvalesen dengan harapan mendapat perhatian dari teman-teman penyintas,” kata Radian.
Penanggung Jawab RS Lapangan Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara menyatakan, para penyintas diharapkan rela turut bertanggung jawab dalam pendidikan dan sosialisasi Covid-19. Saat ini, situasi pandemi di Jawa Timur, termasuk Surabaya, memprihatinkan. Keterisian RS-RS telah kritis atau penuh. Di RS Lapangan Surabaya bahkan ada daftar tunggu sampai lebih dari 100 pasien.
”Banyaknya pasien yang harus ditangani berkonsekuensi terhadap potensi keletihan tenaga kesehatan yang membuat mereka rentan. Jika terpapar, kondisi akan lebih sulit,” kata Nalendra.
Di sinilah peran penyintas yang telah kembali ke masyarakat untuk terus menggemakan disiplin protokol kesehatan demi menekan penularan meluas atau situasi memburuk. Masyarakat perlu terus didorong untuk aktif dalam program pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T) dan vaksinasi. Harapannya, lonjakan kasus berangsur melandai.
Menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, harapan situasi pandemi melandai masih jauh. Dua hari ini, penambahan kasus mencapai 1.081 orang dengan kematian 75 orang, lalu 1.065 orang dengan kematian 97 orang. Sebanyak 7.781 orang dalam perawatan yang sebagian di antaranya bergejala sedang dan berat sehingga memerlukan donor plasma konvalesen. Peningkatan kasus harian di atas 1.000 orang terakhir kali terjadi pada 11 Februari 2021. Di Jatim, ”rekor” penambahan tertinggi dalam sehari ialah 1.198 orang.
Dalam situasi yang memprihatinkan seperti saat ini, pintu hati kita diketuk oleh sesama yang memerlukan bantuan untuk keselamatan jiwa-jiwa. Apakah kita bergeming atau bergegas membuka pintu dan menolong?