Pembelajaran tatap muka akan segera berlaku di semua sekolah di Sulawesi Utara. Selama ini, siswa tak terhindar dari risiko Covid-19 karena aktivitas di luar rumah selain di sekolah tetap berlangsung.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka akan segera berlaku di semua sekolah dasar hingga menengah atas atau kejuruan, begitu pula sekolah luar biasa, di Sulawesi Utara. Pembelajaran jarak jauh selama setahun terakhir tak menghindarkan siswa dari paparan bahaya Covid-19 sebab aktivitas lain di luar rumah tetap berlangsung.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Rabu (30/6/2021), mengumumkan, siswa di semua sekolah di 15 kota/kabupaten dapat kembali belajar di sekolah pada tahun ajaran 2021/2022. Pembelajaran tatap muka (PTM) akan dilaksanakan secara terbatas dengan tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan siswa serta guru.
Olly menetapkan PTM hanya bisa berlaku di kabupaten/kota zona hijau (aman) dan kuning (risiko rendah) dengan tingkat kasus positif (positivity rate) di bawah 5 persen. Para guru dan tenaga pendidik lain di sekolah terkait juga harus tuntas divaksin Covid-19 jika ingin bertatap muka dengan murid-muridnya pada 12 Juli mendatang.
Jika status kabupaten/kota tersebut berubah menjadi zona oranye (risiko sedang) atau merah (risiko tinggi), atau tingkat kasus positifnya melebihi 5 persen, PTM harus dihentikan sementara selama dua minggu. PTM bisa kembali berlangsung jika daerah terkait kembali ke zona hijau atau kuning atau positivity rate-nya turun menjadi di bawah 5 persen.
”Gugus tugas Covid-19 di satuan pendidikan (sekolah) wajib aktif berkoordinasi dengan gugus tugas Covid-19 daerah untuk mengetahui perkembangan penyebaran Covid-19 setempat,” kata Olly dalam surat edaran kepada 15 bupati dan wali kota di wilayahnya.
Hingga Rabu sore, jumlah kasus Covid-19 di Sulut telah mencapai 16.196 kasus secara akumulatif. Sepekan terakhir ada 206 kasus baru di Sulut, meningkat hampir lima kali lipat daripada minggu pertama Juni. Sembilan dari 15 kabupaten/kota kini berstatus zona oranye, termasuk Manado, Bitung, dan Kepulauan Sangihe.
Kendati begitu, Pemerintah Kota Manado telah memperbolehkan PTM pada tahun ajaran 2021/2022 berlangsung secara terbatas di PAUD, SD, dan SMP. Artinya, PTM tetap diiringi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sekolah tetap boleh melaksanakan PTM terbatas ini sekalipun belum semua gurunya divaksin asalkan menerapkan protokol kesehatan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Daglan Walangitan mengatakan, jumlah siswa dalam satu kelas akan dibatasi secara ketat. ”Di TK maksimal 5 orang satu kelas, di SD 14 orang, dan SMP 18 orang. Setiap siswa harus duduk berjarak minimal 1,5 meter,” katanya.
Siswa hanya bisa datang ke sekolah jika telah mendapatkan persetujuan orangtuanya. Hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan yang disertai tanda tangan orangtua di atas meterai Rp 10.000. Selama dua bulan pertama akan dilangsungkan masa transisi. Setelah itu, PTM memasuki masa kebiasaan baru tanpa banyak perubahan aturan teknis.
Selama PJJ berlangsung setahun terakhir, anak-anak tidak sepenuhnya terlindungi dari virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Juru bicara Satgas Covid-19 Sulut, Steaven Dandel, mengatakan, jumlah kasus di kalangan anak di Sulut mencapai 4,6 persen atau sebanyak 745 kasus. Angka ini masih relatif lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta yang mencapai 18,9 persen.
Makanya, saya ingin sekali anak-anak cepat masuk sekolah lagi. Saya harap bulan depan (Juli) sudah bisa.
Salah satu penyebabnya adalah anak masih beraktivitas di luar rumah seperti biasa, seperti berolahraga dalam kelompok besar. Hal ini tampak di Lapangan Sparta Tikala di muka Kantor Wali Kota Manado. Puluhan peserta sekolah sepak bola bermain seperti biasa tanpa protokol kesehatan, sebagian lainnya berlatih taekwondo.
Vera (38), warga Kelurahan Winangun I, rutin mengantar anaknya yang duduk di kelas V SD berlatih sepak bola tiga kali sepekan. Ia pun sadar anaknya terpapar bahaya Covid-19, tetapi kegiatan yang telah dilakoni sejak lima tahun terakhir itu tak bisa ditinggalkan.
”Makanya, saya ingin sekali anak-anak cepat masuk sekolah lagi. Saya harap bulan depan (Juli) sudah bisa. Soalnya berat, harus urus rumah, bekerja, dan masih mengajari anak. Kalau guru yang mengajar, kan, pasti berbeda caranya dari orangtua,” katanya.
Fajriah (43), warga Kelurahan Banjer, juga berharap anak-anak bisa segera masuk sekolah. Ia memang takut anaknya yang berusia tujuh tahun tertular Covid-19 di sekolah, tetapi risiko tetap mengancam ketika sang anak berlatih taekwondo tanpa masker.
”Saya harap anak-anak bisa masuk sekolah. Mereka stres di rumah, saya pun juga karena harus mengajari mereka lagi. Tidak apa-apa kalau kapasitasnya baru sebagian atau jam belajarnya lebih pendek,” ujarnya.