Masih Tunggu Petunjuk Pelaksanaan, PPKM Darurat Siap Diterapkan di Jateng
Saat sudah ada petunjuk pelaksanaan, Pemprov Jateng akan segera melaksanakan. Sebelumnya, Selasa (29/6/2021), terbit Instruksi Gubernur Jateng Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Penanggulangan Lonjakan Kasus Covid-19.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunggu petunjuk pelaksanaan dari pemerintah pusat tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo siap menjalankan kebijakan itu, terlebih sudah ada instruksi gubernur yang berisi arahan pengetatan unuk menekan penularan Covid-19 di 35 kabupaten/kota.
”Oh belum (dimulai). Kami masih menunggu juklak (petunjuk pelaksanaan)-nya. Mungkin akan dikeluarkan hari ini. Kalau sudah, segera akan kami laksanakan. Kami siap dan saya kira itu cara yang lebih bagus dan lebih tegas (untuk pengendalian Covid-19),” ujar Ganjar Pranowo di Semarang, Rabu (30/6/2021).
Sebelumnya, pada Selasa (29/6/2021) terbit Instruksi Gubernur Jateng Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Penanggulangan Lonjakan Kasus Covid-19. Dalam instruksi itu disebutkan, RT/RW/desa/kelurahan zona merah wajib membatasi warga keluar-masuk wilayah RT maksimal pukul 20.00, kecuali darurat atau khusus.
Di samping itu, kerumunan lebih dari tiga orang dan keramaian di tempat umum juga dilarang. Sementara kegiatan keagamaan dilakukan di rumah masing-masing hingga wilayah tak lagi zona merah. Juga, agar mendorong gerakan ”Eling Lan Ngelingke” atau saling mengingatkan untuk penerapan 5M (mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
”Instruksi gubernur, beberapa yang in line (sejalan dengan PPKM darurat), seperti pengetatan di tempat-tempat keramaian hingga gerakan-gerakan pencegahan. Ini kami dorong sehingga optimalisasi terhadap jogo tonggo dapat berjalan. Termasuk lockdown tingkat RT-RT zona merah, yang bisa membantu mengurangi penularan Covid-19,” ucap Ganjar.
Menurut data laman Corona.jatengprov.go.id, yang dimutakhirkan pada Selasa (29/6/2021) pukul 12.00, terdapat 251.604 kasus positif Covid-19 kumulatif di Jateng dengan rincian 23.136 orang dirawat/isolasi (kasus aktif), 212.386 orang sembuh, dan 16.082 orang meninggal. Ada penambahan 2.932 kasus positif dalam 24 jam terakhir.
Kendati PPKM Mikro coba diperkuat, implementasinya belum optimal. Penambahan kasus pun masih terjadi. Bahkan, kasus aktif meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan sebulan lalu. Sejumlah instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit, termasuk di Kota Semarang, juga dipenuhi pasien Covid-19.
Menurut data Pemprov Jateng, ada 25 dari 35 kabupaten/kota yang masuk kategori zona merah. Daerah-daerah itu ialah Kabupaten Grobogan, Demak, Jepara, Pati, Pemalang, Pekalongan, Sragen, Kebumen, Rembang, Wonosobo, Brebes, Kendal, Batang, Semarang, Karanganyar, Purworejo, Kudus, Blora, Banjarnegara, Cilacap, Tegal, Sukoharjo, Magelang, serta Kota Semarang dan Pekalongan.
Di Kabupaten Pati, pemerintah kabupaten mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam mendukung kebutuhan warga, baik yang isolasi mandiri maupun terpusat. Sejauh ini sudah ada dukungan, antara lain, dari perusahaan, BUMD, dan Baznas, hingga terkumpul lebih dari 2.000 paket kebutuhan pokok.
Bupati Pati Haryanto mengingatkan warga untuk meningkatkan kedisiplinan dalam protokol kesehatan. ”Yang dulunya hanya 5 M kini ditingkatkan menjadi 6M 1 B. Jadi, ditambah meniadakan kumpul makan-makan dan tambah satu lagi, yakni berdoa. Karena, dalam kondisi seperti apa pun kita harus memohon kepada Allah SWT,” kata Haryanto dikutip dari Patikab.go.id.
Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Cahyo Seftyono, mengatakan, agar efektif, lockdown atau isolasi wilayah secara ketat menjadi pilihan. Namun, belakangan ini pemerintah tidak berani mengambil kebijakan itu. Salah satunya karena keterbatasan anggaran untuk membiayai kebutuhan sehari-hari warga.
Yang dulunya hanya 5 M kini ditingkatkan menjadi 6M 1 B. Jadi, ditambah meniadakan kumpul makan-makan dan tambah satu lagi, yakni berdoa.
Padahal, pandemi bisa menjadi momentum untuk menguatkan kolaborasi publik. ”Jadi, tidak sekadar pengetatan, tetapi warga juga dijamin kebutuhan hidupnya, seperti lewat jalur kolaborasi dengan swasta. Pemerintah pusat dapat membantu terkait finansial, kemampuan inovasi, dan kerja sama yang lebih luas,” kata dosen Ilmu Politik Unnes itu.
Ia menambahkan, pejabat publik juga memiliki peranan untuk memberi contoh kepada warganya dalam menerapkan protokol kesehatan secara disiplin. Ia juga menilai, para tokoh agama memiliki peranan untuk memberi pemahaman sehingga dapat diterima dan dipahami masyarakat.