Rumah Sakit di Jabar Semakin Kewalahan Hadapi Lonjakan Covid-19
Lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Lebaran 2021 membuat rumah sakit kewalahan merawat pasien Covid-19. Usulan ”lockdown” atau karantina wilayah untuk mencegah penularan juga terganjal keterbatasan anggaran.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Rumah sakit rujukan Covid-19 di Jawa Barat kewalahan menghadapi lonjakan pasien Covid-19. Usulan karantina wilayah atau lockdown untuk mencegah penularan juga terganjal keterbatasan anggaran dalam memenuhi kebutuhan logistik warga.
Salah satu pemicunya, pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro yang diterapkan saat ini belum terbukti ampuh mengendalikan pandemi pascalibur Lebaran 2021. Kasus Covid-19 di Jabar melonjak tajam dalam 1,5 bulan terakhir.
Total kasus positif saat Idul Fitri pada 13 Mei lalu sebanyak 295.179 kasus. Jumlahnya meningkat menjadi 359.469 kasus atau naik 21,78 persen, Selasa (29/6/2021). Dalam kurun waktu serupa, pasien aktif atau dirawat juga bertambah dari 29.181 orang menjadi 43.074 orang. Imbasnya, rumah sakit rujukan Covid-19 hampir penuh dan kewalahan merawat pasien.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), Selasa (29/6/2021), keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 mencapai 91,6 persen. Okupansi itu naik tiga kali lipat dibandingkan dengan 1,5 bulan lalu yang hanya 29 persen.
Kondisi ini membuat sejumlah warga yang terpapar Covid-19 kesulitan mendapatkan ruang isolasi di rumah sakit. Usulan lockdown pun mengemuka untuk membatasi mobilitas warga demi mencegah penularan virus korona baru.
Usulan itu disampaikan sejumlah tenaga kesehatan kepada Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya. ”Keputusan lockdown ada pada pemerintah pusat dan sebagai upaya penanganan saat ini adalah PPKM mikro. Di mana sudah terbukti cukup efektif mengendalikan penyebaran di wilayah masing-masing,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa.
Akan tetapi, meskipun PPKM mikro diterapkan, kasus harian Covid-19 terus melonjak. Sebagai perbandingan, rata-rata kasus harian pada 13 Mei berjumlah 1.187 kasus, sementara pada 28 Juni menjadi 3.683 kasus.
Ini menandakan kita harus tetap waspada. Sudah ada (di Jabar) berdasarkan kajian Whole Genome Sequencing (WGS) dari Lembaga Bio Molekuler (LBM) Eijkman dan LIPI.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengingatkan warga untuk meningkatkan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Apalagi Covid-19, varian Delta yang lebih menular telah ditemukan di beberapa kabupaten/kota.
”Ini menandakan kita harus tetap waspada. Sudah ada (di Jabar) berdasarkan kajian Whole Genome Sequencing (WGS) dari Lembaga Bio Molekuler (LBM) Eijkman dan LIPI,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19, Kamil telah meminta rumah sakit meningkatkan rasio tempat tidur bagi pasien Covid-19 dari 20 persen menjadi 30-40 persen. Selain itu, sejumlah hotel digunakan sebagai tempat transisi pemulihan pasien yang bergejala ringan.
”Ini adalah pengendalian di hilir, yaitu menyediakan ruang-ruang pemulihan pasien Covid-19. Untuk mengurangi keterisian rumah sakit, kami memindahkan pasien yang statusnya hijau (gejala ringan),” ujarnya.
Terkait dengan wacana lockdown, Kamil menuturkan, hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat. Menurut dia, lockdown tidak akan efektif jika hanya dilakukan di satu wilayah tanpa diterapkan di wilayah lainnya.
”Kami ikut arahan pemerintah pusat, fokus pada PPKM mikro. Kalaupun ada lockdown, itu per RT atau per desa. Jadi, tidak berbasis kota atau kabupaten,” ucapnya.
Sebelumnya, Kamil pernah menyampaikan siap menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tetapi tidak punya anggaran untuk memenuhi kebutuhan logistik masyarakat. Menurut dia, PSBB harus dibarengi dengan kesiapan bantuan pangan kepada warga.
”Anggaran kami memang sudah tidak ada. Jadi, kalau (PSBB) diadakan, kepastian dukungan logistik dari pusat harus betul-betul sudah siap baru, kami akan terapkan,” ujarnya di Gedung Pakuan, Kota Bandung, pekan lalu.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan penularan Covid-19. Di Kota Bandung, misalnya, akses sejumlah jalan utama ditutup pada jam-jam tertentu untuk mengurangi mobilitas masyarakat.
Akan tetapi, masih terdapat kerumunan warga di sekitar taman kota, terutama pada akhir pekan. Selain itu, keramaian di beberapa pasar juga belum sepenuhnya bisa dikendalikan.
Tidak hanya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, aparat desa pun kewalahan menghadapi meningkatnya Covid-19. Kepala Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Ismawanto Soemantri, misalnya, kesulitan mencari ruang isolasi untuk warganya yang tertular Covid-19.
Ismawanto berharap sistem rujukan pasien dipermudah agar pasien segera mendapat perawatan di rumah sakit. ”Mestinya disediakan call center khusus untuk rujukan pasien Covid-19 yang bisa diakses langusng oleh desa. Jadi, ketika ada kasus, warga atau aparat dapat segera mengantarnya. Tidak harus pusing mendatangi rumah sakit untuk memastikan ketersediaan ruang isolasi,” ujarnya.