RS di Batam Penuh, Seorang Pasien Covid-19 Meninggal Setelah Tidak Terlayani
Seorang warga lansia yang diduga mengidap Covid-19 meninggal dunia di Batam, Kepulauan Riau. Dia meninggal dunia setelah sulit mendapat perawatan akibat rumah sakit yang penuh.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Seorang warga yang diduga mengidap Covid-19 meninggal dunia di Batam, Senin (28/6/2021), setelah kesulitan mendapat layanan di fasilitas kesehatan sehari sebelumnya. Pemerintah diminta serius menyikapi membeludaknya jumlah pasien Covid-19 dengan membuka rumah sakit darurat.
Pasien meninggal dunia adalah Tony Lukito (77), warga Perumahan Kezia, Kecamatan Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau. Tes cepat antigen pada Sabtu (26/6) menunjukkan sampel usapnya reaktif Covid-19. Tony meninggal dunia setelah tidak sempat mendapat perawatan ataupun menjalani tes PCR karena kapasitas sejumlah RS penuh.
Di Perumahan Kezia, Tony tinggal bersama saudarinya yang berkebutuhan khusus. Mereka menyewa salah satu rumah di sana lebih kurang satu tahun terakhir.
Ketua RT 004 Perumahan Kezia Billy Barnov mengatakan, Tony, yang akrab disapa uncle (paman) oleh tetangganya, dikabarkan demam dan tidak bisa jalan pada Sabtu. Mendengar itu, Billy meminta asisten rumah tangga Tony membawa majikannya ke klinik terdekat untuk tes cepat antigen. Hasilnya, Tony reaktif Covid-19.
Pada Minggu (27/6/2021) pagi, kondisi Tony memburuk. Mendengar kabar itu, Billy lalu menghubungi RS Badan Pengusahaan Batam dan RS Umum Daerah Embung Fatimah. Namun, di dua RS itu tidak ada tempat tidur khusus pasien Covid-19 yang kosong.
Hanya berbekal sarung tangan dan masker, Billy dan beberapa anggota Posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro nekat membawa Tony ke RS Awal Bros yang berjarak 3,9 kilometer dari perumahan mereka. Namun, setali tiga uang, tempat tidur khusus pasien Covid-19 juga tidak ada yang kosong.
Dari RS Awal Bros, mereka membawa Tony ke RS Santa Elisabeth Lubuk Baja yang berjarak 2,6 km. Namun, lagi-lagi tempat tidur khusus pasien Covid-19 juga penuh. ”Akhirnya (Tony) kami bawa pulang. Di mana-mana RS penuh. Kami sudah mencoba, tetapi tidak ada RS yang mau menerima,” kata Billy.
Minggu malam kondisi Tony dikabarkan membaik. Namun, Senin pagi, salah satu warga tiba-tiba melapor, Tony ditemukan telungkup dan tidak bergerak di rumahnya. ”Dia dinyatakan meninggal hari ini (Senin) pukul 06.00. Beberapa jam kemudian, aparat kepolisian dan petugas kesehatan membawa jenazah uncle untuk diotopsi," ujar Billy.
Ironi yang dialami Tony menjadi cermin sulitnya sejumlah RS di Batam melayani pasien. Direktur RS Santa Elisabeth Batam dr Sahat Siahaan mengatakan, hampir semua tempat tidur khusus pasien Covid-19 di tiga RS Santa Elisabeth di Batam terpakai. Khusus di RS Santa Elisabeth Lubuk Baja, 38 tempat tidur yang tersedia telah terpakai semua.
Padahal, menurut Sahat, tiga RS Santa Elisabeth di Batam itu telah menambah tempat tidur khusus pasien Covid-19 sebanyak 50 persen dari kapasitas semula. Ia juga menyatakan tidak bisa merujuk pasien Covid-19 yang tidak terlayani ke RS lain karena kondisinya serupa.
”Seperti inilah kondisi rumah sakit di Batam. Kami perlu pertolongan dari pembuat kebijakan untuk menambah tempat tidur seperti yang dilakukan pemerintah di Jabodetabek,” kata Sahat.
Ia menambahkan, kini petugas kesehatan harus bersiasat mengurangi lama perawatan pasien Covid-19. Bila biasanya pasien Covid-19 menjalani perawatan 10-15 hari, kini rata-rata dikurangi menjadi 7 hari. Jika sudah tidak membutuhkan oksigen, mereka disarankan menjalani isolasi mandiri di rumah.
”Lonjakan pasien Covid-19 kali ini memang lebih tinggi daripada puncak sebelumnya. Pasien yang masuk lebih banyak. Gejalanya lebih berat. Kebanyakan harus dirawat lebih lama,” ujar Sahat.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Batam Didi Kusmarjadi mengatakan, pemerintah berencana menggunakan gedung Balai Pelatihan Kesehatan sebagai opsi ruang perawatan tambahan. Menurut dia, gedung itu bisa menampung hingga lebih kurang 140 pasien.