Anomali Cuaca di Tengah Kemarau Picu Banjir di Blitar
Lima desa di Kabupaten Blitar terdampak banjir akibat hujan deras yang terjadi akibat anomali cuaca di tengah kemarau ini.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Anomali cuaca berupa hujan deras pada musim kemarau berdampak pada terjadinya banjir di lima desa, di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Banjir yang berlangsung sejak Kamis (24/6/2021) malam itu sempat menggenangi ratusan rumah.
Banjir disebabkan oleh meluapnya sungai setempat setelah hujan deras melanda kawasan itu selama tiga jam. Desa yang sebagian wilayahnya terdampak adalah Wonodadi, Tawangrejo, Kolomayan, Pikatan, dan Rejosari.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar Achmad Kholik mengatakan, hingga Jumat (25/6/2021) sore, banjir di sebagian wilayah telah surut. Beberapa lokasi yang masih tergenang, antara lain, adalah Dusun Dolowo, Desa Tawangrejo, serta Dusun Gambar dan Seduri di Desa Wonodadi.
Sejauh ini tidak ada pengungsian. ”Di Dusun Dolowo dan Dusun Tawangrejo (Desa Tawangrejo) dan Dusun Gambar, Desa Wonodadi, ketinggian air rata-rata 40 sentimeter dan saat ini sudah berkurang. Sementara di Desa Pikatan dan Kolomayan sudah surut,” katanya.
Banjir juga menyebabkan beberapa infrastruktur rusak, di antaranya tanggul saluran irigasi di Desa Rejosari ambrol sepanjang 4 meter, jembatan di jalan Desa Pikatan ambrol, serta tanggul saluran irigasi Kaliwedi di Seduri ambrol 4 meter.
Adapun beberapa upaya penanganan yang dilakukan adalah menyiagakan posko penanganan banjir yang melibatkan BPBD, dinas sosial, kepolisian, dan forum pimpinan kecamatan setempat. Selain itu, juga menyiapkan karung pasir guna penanganan darurat mengantisipasi kerusakan lebih parah pada tanggul yang jebol.
”Potensi banjir susulan masih ada apabila hujan masih turun dengan intensitas lebat seperti 24 Juni kemarin,” kata Kholik. Menurut dia, nilai kerusakan dan kerugian akibat banjir masih dihitung.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Malang Anung Suprayitno mengatakan, meski pada musim kemarau, hujan yang terjadi beberapa hari terakhir berpotensi menyebabkan terjadi banjir dan terganggunya tanaman pertanian (hortikultura).
Adapun peningkatan curah hujan kali ini, menurut Anung, disebabkan oleh beberapa fenomena dinamika atmosfir laut yang cukup signifikan. Antara lain, menghangatnya suhu muka laut lokal di selatan Jawa-Nusa Tenggara sehingga berkontribusi terjadi peningkatan uap air di atmosfer.
Potensi banjir susulan masih ada apabila hujan masih turun dengan intensitas lebat seperti 24 Juni kemarin.
”Selain itu, ada siklus gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah dan Gelombang Ekuatorial Rossby, menunjukkan adanya aliran massa udara pemicu hujan di wilayah kita,” katanya.
Menurut Anung, suhu muka laut di perairan barat Sumatera juga menghangat dan memicu munculnya pusat tekanan rendah di perairan dekat Sumatera-Jawa sehingga berakibat terjadi pemusatan aktivitas awan konvektif. Anung memerkirakan awal Juli cuaca akan kembali kering seiring meluruhnya MJO dan Gelombang Rossby.