Kasasi Dikabulkan, Pemerkosa Anak di Aceh Divonis 200 Bulan Penjara
Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 200 bulan penjara terhadap MA (33), terdakwa pemerkosa anak kandung di Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Putusan tersebut dinilai memberikan keadilan bagi korban.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 200 bulan penjara atau 16 tahun 8 bulan terhadap MA (33), terdakwa pemerkosa anak kandung di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Putusan tersebut dinilai memberikan keadilan bagi korban.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Aceh Besar Wahyu Ibrahim saat dihubungi, Rabu (23/6/2021), mengatakan, pihaknya menyambut bahagia putusan kasasi tersebut. Besaran hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa pada sidang tingkat pertama di Mahkamah Syariah Aceh Besar.
”Putusan (Mahkamah Agung) sesuai dengan harapan. Kami akan segera eksekusi putusan tersebut,” kata Wahyu.
MA (33), warga Aceh Besar, didakwa memerkosa anaknya yang berusia 10 tahun. Bukan hanya MA, terdakwa lain pada kasus yang sama adalah DP (35), abang kandung MA, atau paman korban.
Putusan (Mahkamah Agung) sesuai dengan harapan. Kami akan segera eksekusi putusan tersebut. (Wahyu Ibrahim)
Dalam sidang Mahkamah Syariah di Aceh Besar, MA divonis bebas. Adapun DP sempat divonis penjara selama 200 bulan, tetapi dalam sidang banding di Mahkamah Syariah Provinsi Aceh, ia divonis bebas.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi terhadap MA dan DP ke Mahkamah Agung. Adapun putusan kasasi terhadap DP diperkirakan keluar sebulan ke depan.
Wahyu optimistis Mahkamah Agung akan mengabulkan kasasi yang mereka ajukan terhadap terdakwa DP. ”Sebenarnya kasusnya sama, tetapi pelakunya dua orang. Saya yakin putusan Mahkamah Agung terhadap DP akan sama dengan terdakwa MA,” kata Wahyu.
Kompas menghubungi kuasa hukum terdakwa, Tarmizi Yakob, untuk menanyakan sikap terdakwa. Namun, Tarmizi belum bersedia memberikan tanggapan atas putusan Mahkamah Agung tersebut.
Anggota Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh, Firdaus Nyak Idin, mengatakan putusan Mahkamah Agung memberikan keadilan bagi korban. Ia menilai hakim MA memiliki perspektif yang baik terhadap kasus kekerasan seksual pada anak.
Kami mendesak revisi Qanun Jinayah. (Firdaus Nyak Idin)
”Kami apresiasi MA atas putusannya. Namun, di sisi lain, pokok persoalan inti belum terselesaikan. Kami mendesak revisi Qanun Jinayah,” kata Firdaus.
Di Aceh, kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat dijerat menggunakan UU Perlindungan Anak atau Perda Syariat Islam Qanun Jinayah. Perbedaan hukumannya adalah UU Perlindungan Anak menghukum pelaku dengan hukuman penjara, sedangkan qanun menghukum pelaku dengan hukuman cambuk/denda/kurungan.
Apabila dijerat menggunakan qanun, sidang dilakukan oleh Mahkamah Syariah. Sementara jika menggunakan UU Perlindungan Anak, sidang dilakukan oleh pengadilan negeri.
Selama ini sebagian kasus yang ditangani oleh Mahkamah Syariah vonisnya berupa cambuk. Oleh sebab itu, KPPA Aceh dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam isu perempuan dan anak mendesak pemerintah untuk merevisi.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Muhammad Yunus menyebutkan, saat ini pihaknya menunggu dokumen dari lembaga masyarakat sipil berisi poin-poin usulan revisi Qanun Jinayah. ”Revisinya bisa dicabut atau dipertegas. Salah satunya pasal tentang kekerasan seksual pada anak,” ujar Yunus.