Kemarau Basah Pengaruhi Rendemen Tebu di Awal Musim Giling
Malang merupakan salah satu sentra tebu di Jawa Timur. Curah hujan yang masih ada sebagai dampak kemarau basah berpengaruh terhadap rendemen tebu pada awal musim giling ini.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kemarau basah memengaruhi randemen tebu di tingkat petani pada awal musim giling 2021 di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat ini, angka rendemen masih rendah, yakni sekitar 7 persen. Angka ini di bawah kondisi pada masa akhir musim giling 2020 yang mencapai 8 persen.
Kondisi rendemen ini diperkirakan berangsur naik sampai akhir musim giling Oktober-November mendatang. Semakin terik cuaca, rendemen tebu kian tinggi, selain faktor proses pengolakan di dalam pabrik itu sendiri.
Petani tebu di daerah Pagak, M Nasir, Senin (21/6/2021), mengatakan, angka rendemen ini berpengaruh terhadap harga tebu dari petani. Pabrik gula, baik yang ada di wilayah Malang maupun Blitar, masih menerapkan harga pembelian Rp 62.000-Rp 67.000 per kuintal tebu.
”Harga tebu tahun ini agak murah. Tahun lalu, di awal musim giling harganya sudah di atas Rp 70.000 per kuintal. Saat ini pabrik gula di Malang menghargai Rp 62.000-Rp 65.000 per kuintal, sedangkan di Blitar Rp 67.000 per kuintal,” ujarnya.
Di Malang terdapat dua pabrik gula, yakni Krebet Baru dan Kebon Agung. Sementara di Blitar terdapat pabrik gula baru, PT Rejoso Manis Indo. Meski sudah terdapat tiga pabrik gula, petani acap kali mengirim tebu ke pabrik di luar daerah itu untuk memburu harga yang lebih tinggi.
Menurut Nasir, harga tertinggi saat ini ada di Pabrik Gula Kebun Tebu Mas, Lamongan. Mereka membeli tebu dari Malang dengan harga Rp 80.000 per kuintal. Harga tinggi ini dipakai untuk menarik minat petani agar mengirim tebu ke sana.
”Kalau tebu lokal (milik petani Lamongan) harganya sama dengan sini (Rp 60.000-an per kuintal). Mereka membeli tinggi tebu dari Malang karena untuk subsidi transportasi. Kalau ngandalin tebu setempat saja kurang,” katanya.
Harga tebu tahun ini agak murah. Tahun lalu, di awal musim giling harganya sudah di atas Rp 70.000 per kuintal.
Pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Malang, Ali Masjudi, mengatakan, rendemen saat ini cukup tinggi. Beberapa tahun sebelumnya, randemen tebu petani sempat anjlok menjadi 6,2 persen. ”Kalau saat ini ada teman petani yang mengatakan rendemen 6,6-7,1 itu masih lumayan. Memang curah hujan saat ini masih tinggi,” katanya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, meski kemarau basah, pihaknya memerkirakan produksi tebu tahun ini tidak berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya.
Luas tanaman tebu di Kabupaten Malang, tahun 2018, misalnya, mencapai 43.476 hektar. Sebaran tanaman tebu terbanyak di kawasan Malang selatan, seperti Kecamatan Dampit 3.945 hektar, Gedangan 3.616 hektar, dan Pagak 3.300 hektar. Dengan produksi mencapai 39.655 ton (2018). Produksi terbanyak ada di Gondanglegi 3.691 ton, Dampit 3.472 ton, dan Gedangan 3.019 ton.