Sengketa Lahan Rampung, Hunian Tetap Penyintas Gempa Palu agar Dipercepat
Dengan sudah jelasnya status lahan, pembangunan hunian tetap diharapkan dipercepat agar penyintas tak terus tinggal di hunian sementara.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Status sebagian lahan untuk pembangunan hunian tetap penyintas gempa di Kota Palu, Sulawesi Tengah, mencapai titik terang setelah pemerintah menyelesaikan klaim warga dan pembebasan lahan. Pembangunan hunian tetap diharapkan dikebut agar penyintas segera menempati rumah layak.
”Masalah lahan untuk hunian tetap di Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise sudah beres. Diharapkan pembangunan hunian cepat berjalan,” kata Wali Kota Palu Hadianto Rasyid di sela-sela acara pemaparan kinerja 100 hari kerjanya bersama Wakil Wali Kota Reny Lamadjido di Palu, Sulteng, Sabtu (19/6/2021). Hadianto memimpin Palu setelah memenangi Pemilihan Kepala Daerah, 9 Desember 2020.
Warga Kelurahan Talise, Talise Valangguni, dan Tondo, yang mengklaim lahan hunian tetap, selama ini mendapatkan jatah lahan di luar lokasi tersebut melalui skema konsolidasi lahan. Lahan itu tak jauh dari lokasi untuk hunian tetap. Sama seperti lahan pembangunan hunian tetap seluas 105 hektar, lahan yang didistribusikan kepada 1.100 warga tiga kelurahan tersebut bekas hak guna bangunan (HGB).
Selain lokasi hunian tetap Tondo dan Talise, status lokasi lain di Kelurahan Petobo juga mulai jelas dengan mekanisme pembebasan lahan. Pemerintah dan pemilik lahan telah mencapai kesepakatan harga untuk pembebasan lahan seluas 23 hektar. Lahan untuk hunian tetap Petobo dimiliki perseorangan dengan alas hak sertifikat hak milik.
Hadi menyatakan, dengan jelasnya penyelesaian masalah lahan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bisa segera merampungkan penyiapan lahan dan membangun hunian tetap. Pemerintah menargetkan semua hunian tetap di Palu rampung pada pertengahan 2022.
”Kami juga meminta agar bersamaan dengan itu, pengadaan lahan dan permukiman kembali (LARAP) juga dilakukan pada lahan yang diberikan kepada warga tiga kelurahan melalui skema konsolidasi. Ini bisa berjalan beriringan,” ucapnya.
Salah seorang penyintas gempa dan likuefaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Adjad, menyatakan, semua pihak diharapkan tak punya alasan lagi untuk menunda-menunda pembangunan setelah selesainya sengketa lahan hunian tetap. ”Ini kabar baik bagi penyintas dan semua pihak yang bekerja untuk penanganan pascabencana. Kami harapkan semua pihak ngebutuntuk menyelesaikan pembangunan huntap agar penyintas tak lama-lama hidup dengan segala keterbatasan di hunian sementara,” ujarnya.
Khusus untuk penyintas di Petobo, ia berharap ada kebijakan untuk mendata ulang pilihan lokasi hunian tetap. Dengan jelasnya penyelesaian lokasi hunian tetap Petobo, pemerintah diharapkan mengakomodasi penyintas yang sebelumnya mendaftar di lokasi huntap lain (Tondo dan Talise) untuk pindah ke hunian tetap Petobo.
Masalah lahan menjadi kendala utama percepatan pembangunan huntap bagi penyintas di Kota Palu dalam 2,5 tahun terakhir. Lokasi hunian tetap di Talise dan Tondo selama ini terjadi tarik ulur terkait penyiapan lahan (land clearing) karena adanya klaim sejumlah warga. Sejak Maret 2021, pengerjaan di lokasi malah dihentikan demi penyelesaian sengketa tersebut.
Lokasi hunian tetap di Talise dan Tondo selama ini terjadi tarik ulur terkait penyiapan lahan (land clearing) karena adanya klaim sejumlah warga.
Pembangunan hunian tetap merupakan salah satu skema penanganan pascagempa, tsunami, dan likuefasi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Parigi Moutong, yang terjadi pada 28 September 2018. Penyintas yang mendapatkan hunian tetap adalah warga yang rumahnya berada di sempadan sesar Palu Koro, bekas tsunami, dan likuefaksi yang ditetapkan zona merah atau zona terlarang untuk pembangunan hunian baru. Kebutuhan hunian tetap mencapai 11.000 unit dengan sekitar 6.000 unit di antaranya berada di Palu. Dalam rencana rekonstruksi dan rebabilitasi pascabencana, hunian tetap seharusnya rampung pada akhir 2020.
Sebagian hunian tetap saat ini telah ditempati. Huntap yang sudah ditempati itu tersebar di Kota Palu, antara lain Kelurahan Tondo (Hntap Tondo I), Kelurahan Duyu. Selain itu, ada juga di Desa Pombewe, Sigi.
Adapun di Palu, masih dibutuhkan sekitar 3.000 hunian tetap lagi. Penyintas yang belum mendapatkan hunian tetap sebagian besar masih tinggal di hunian sementara berbentuk panggung dengan lantai dan sekat antarkamar dari papan lapis.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Bencana Sulteng Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto menyatakan, pihaknya sudah diberi tahu terkait penyelesaian sengketa lahan hunian tetap. Kementerian melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulteng akan menindaklanjutinya.
Koordinator Talise Bersaudara yang terkait dengan klaim lahan hunian tetap, Bei Arifin menyatakan, menerima tawaran yang diberikan Pemerintah Kota Palu melalui serangkaian pertemuan yang hangat. Keinginan warga untuk tetap menerima hak atas lahan olahnya dipenuhi pemerintah, meskipun berada di luar klaim awal yang saat ini dipersiapkan untuk pembangunan hunian tetap.
”Kami hanya meminta agar proses LARAP (pengadaan tanah dan pemukiman kembali) lahan berjalan bersamaan dengan pembangunan hunian tetap agar keinginan semua pihak terakomodasi dengan adil,” ujarnya.