Ancaman Rob di Balik Keelokan Pantai Utara Probolinggo
Semburat senja di pesisir pantai Probolinggo menorehkan warna keemasan. Lukisan surgawi itu sekilas menutup kenyataan bahwa ada hal yang patut diwaspadai di sana
Semburat warna jingga berpadu dengan pendar merah muda di ufuk barat, seolah adalah jalan yang mengantar sang surya kembali ke peraduan. Sihir alam sore itu, sekilas menutup kenyataan bahwa ada kisah patut diwaspadai dari kondisi pesisir pantai utara Probolinggo.
Sabtu (5/6/2021) petang, beberapa orang menikmati lukisan alam dari Pantai Bentar di Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Ada yang mengamati senja di anjungan kayu yang sengaja dibangun menjorok ke laut, dan ada juga sekadar duduk menikmati desir angin di pinggir pantai. Namun, semua orang tampak sepakat bahwa sore itu sangat memesona.
Pantai Bentar memang salah satu tujuan wisata di Probolinggo. Letaknya persis di pinggi jalan utama Probolinggo-Banyuwangi sehingga orang bisa dengan mudah mampir dan berhenti di sana.
Akan tetapi, di balik keindahan lukisan alam pantura Probolinggo, terdapat kisah yang seharusnya diketahui dan waspadai. Hampir setiap tahun, khususnya saat purnama (air pasang), rutin terjadi banjir rob menerjang rumah-rumah warga pesisir.
Baca juga : Susi Ajak Cucu Nikmati Pantai Probolinggo
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo selama hingga Mei 2021, tercatat terjadi 60 kali bencana di kabupaten itu. Bencana itu mulai dari banjir, angin kencang, tanah longsor, dan 4 kali bencana rob.
Di Desa Kalibuntu, misalnya, hampir setiap bulan terjadi banjir rob. Namun banjir rob paling tinggi biasanya terjadi pada Mei, Juni, Juli setiap tahun. Puncaknya terutama saat bulan purnama atau tanggal 10-15 bulan Jawa,” kata Khairul, Kepala Desa terpilih Desa Kalibuntu.
Khairul, salah satu warga, mengatakan sudah mulai terbiasa membangun fondasi rumah dengan posisi lebih tinggi agar tidak selalu terkena banjir rob. Meski begitu, warga tetap berharap agar ada solusi atas banjir rob tersebut.
Baca juga : Lewat Pantura, Jangan Lupa Nikmati Kuliner di Probolinggo
Sejumlah peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2012-2013 meneliti kondisi pesisir pantai utara Probolinggo. Penelitian difokuskan pada tiga kecamatan yang rutin terkena banjir rob, yaitu kecamatan Gending, Kraksaan (Kalibuntu), dan Paiton.
Penelitian dibukukan menjadi buku Kondisi Lingkungan Pesisir dan Perairan Probolinggo, Jawa Timur (2015). Dari penelitian itu ada beberapa catatan penting tentang pesisir pantura Probolinggo. Di antaranya adalah kondisi Teluk Probolinggo menjadikan daerah pesisir utara Probolinggi mengalami amplifikasi pasang surut air laut serta terjadinya intrusi air laut pada sumur-sumur warga di pesisir pantai utara Probolinggo.
Baca juga : Kisah Panjang Minuman Lokal Nusantara
Hasil penelitian dari tiga peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (Edi Kusmanto, Muhammad Hasanudin, dan Wahyu Budi Setyawan), yang ditulis sebagai jurnal pada November 2016 berjudul Amplifikasi Pasang Surut dan Dampaknya terhadap Perairan Pesisir Probolinggo, menggambarkan bahwa telah terjadi amplifikasi atau penguatan pasang surut air laut di pesisir utara Probolinggo.
Hal itu terjadi ketika gelombang pasang terperangkap di pantai di ujung teluk, gelombang itu akan terpantul kembali membentuk gelombang berdiri. Dalam penelitian itu disebutkan, jika gelombang datang dan gelombang pantul mempunyai fase sama, akan terjadi penguatan gelombang. Namun jika fasenya berbeda, akan terjadi pelemahan. Di Probolinggo, terjadi penguatan gelombang.
Dalam penelitian tersebut, tampak bahwa perairan Probolinggo mengalami kenaikan pasang surut 3 meter (m) dengan tinggi muka air laut 1,6 m. Kisaran pasang surut di perairan Probolinggo tersebut lebih tinggi dibandingkan pasang surut di Laut Jawa dan sekitarnya.
Harapannya, pemerintah bisa membangunkan tanggul, agar rob tidak begitu berdampak pada warga. (Khairul)
Contohnya, pasang surut di perairan Surabaya Bagian Barat (mulai dari Kecamatan Semampir hingga ke Utara meliputi Gresik dan Tuban) hanya 1,87 m. Adapun pasang surut di Surabaya Bagian Timur mulai dari Kenjeran sampai Sidoarjo rata-rata 2,91 m.
”Pasang air laut pada masa puncak purnama bisa sangat tinggi. Yang jelas, ketinggian banjir rob bisa mencapai 2 meter di permukiman warga,” kata Khairul menambahkan.
Sebenarnya, menurut Khairul, sudah ada tanggul penahan rob di arah laut. Hal yang dibutuhkan saat ini adalah tanggul arah sungai yang berbatasan dengan Kelurahan Patokan Kecamatan Kraksaan.
”Saat ini, banjir rob paling deras datang dari sungai yang berbatasan dengan Kelurahan Patokan. Harapannya, pemerintah bisa membangunkan tanggul, agar rob tidak begitu berdampak pada warga,” kata Khairul. Membangun tanggul penahan rob dari dana desa, menurut Khairul, tidak mungkin, sebab dana yang dibutuhkan cukup besar.
Perairan Probolinggo terletak di Selat Madura dan menghubungkan jalur utara Jawa-Bali. Berdasarkan penelitian, didapati bahwa kondisi kedalaman perairan pesisir Probolinggo berkisar 0-26 m, dengan kemiringan maksimal 3 persen dan berbentuk dua cekungan. Cekungan pertama adalah cekungan antara Pelabuhan Probolinggo dan Tanjung Dringu di mana selebar 2 kilometer (km) dengan dasar kedalaman maksimal 11 m. Sementara cekungan kedua antara Tanjung Dringu dan Tanjung Gending dengan lebar 12 km dan dasar cekungan mencapai 26 m.
Dengan pengukuran amplitudo gelombang, topografi dasar pantai, jarak, kedalaman, dan faktor lain, teluk Probolinggo disebut sebagai resonator gelombang pasang surut M2—pasang surut disebabkan gaya tarik bulan.
Lebih lanjut, penelitian LIPI itu mengungkap bahwa dampak amplifikasi akan membawa arus selalu mengarah ke pesisir, baik saat pasang maupun surut. Hal itu mengakibatkan penyebaran sedimen tersuspensi (semacam endapan) di sepanjang pesisir Gending, Dringu, dan sekitar area pelabuhan. Sedimen itu menyebabkan rataan lumpur luas. Rataan lumpur terbentuk hingga 3 km dari garis pantai, sebagaimana terjadi di beberapa lokasi salah satunya Pantai Bentar.
Dampak kedua, terjadinya penggenangan air di tempat rendah (banjir rob) di desa-desa pesisir Probolinggo. Desa-desa yang kerap terdampak rob misalnya Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan.
Intrusi air laut
Masih dalam penelitian LIPI, pada penelitian kualitas air sumur tahun 2013 terhadap 30 titik di diga desa (Randutatah, Kalibuntu, dan Gending), ditemukan hasil bahwa beberapa sumur telah tercemar air asin (intrusi air laut). Sumur mengalami air payau (cenderung asin) adalah sumur-sumur warga yang sering mengalami banjir rob.
Sumur paling payau ditemukan di Desa Gejukan, Gending, di mana salinitas permukaannya mencapai 2,3 ppt. Air disebut payau jika salinitas (konsentrasi kadar garamnya) 0,05-3 ppt.
Penggunaan air sumur dengan kadar garam tinggi dalam jangka panjang, disebut akan merusak kesehatan, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan berpengaruh pada budidaya tambak di sana.
Intrusi air laut, menurut dosen Kebencanaan Universitas Brawijaya Malang Adi Susilo, terjadi karena air tawar terus diambil dan tidak ada upaya mengisi ulang air tawar tersebut ke dalam tanah.
”Berat jenis air laut itu lebih besar ketimbang air tawar. Sehingga, seharusnya air laut akan selalu berada di bawah air tawar. Namun jika air tawar diambil terus dan tidak diganti, yang terjadi adalah air laut akan naik menggantikan posisi air tawar itu. Di sanalah intrusi air laut terjadi,” kata Adi.
Mengonsumsi air asin dalam jangka panjang, menurut Adi, akan merusak kesehatan. Itu sebabnya, butuh perlakuan khusus jika warga pesisir ingin mendapatkan air tawar. Mulai dengan menggunakan teknologi tinggi seperti di luar negeri dengan memasukkan air tawar ke tanah. Namun ini butuh teknologi dan biaya tinggi.
”Sebenarnya ada juga teknologi sederhanya untuk mendapatkan air tawar yang bisa dilakukan masyarakat yaitu dengan penyaringan,” kata Adi. Menyaring air bersih, menurut Adi, bisa dilakukan dengan tong, di mana di dalamnya ada berbagai benda penyaring, seperti batu dan arang.
Cara sederhana lain dan paling mudah, menurut Adi, adalah dengan memasukkan kembali air tawar ke dalam tanah. Misalnya dengan membuat sumur resapan dan lainnya.
”Wilayah hulu juga harus dibenahi, misalnya dengan penghijauan, agar air bisa terserap kembali ke tanah dan tidak melimpas. Ini adalah proses sederhana yang paling mudah dilakukan, namun memang manfaatnya baru akan terasa dalam jangka panjang. Meski manfaatnya jangka panjang, mau tidak mau hal ini harus dilakukan jika kita tidak ingin kehabisan air tawar dari lapisan tanah kita,” kata Adi.
Hal lain bisa dilakukan adalah dengan menghijaukan pesisir pantai Probolinggo dengan mangrove. Sebab, selain bisa menurunkan laju intrusi dan abrasi air laut, menurut Adi, hutan mangrove cocok untuk ekosistem ikan. Sehingga, secara ekologi dan ekonomi, hal itu akan berdampak positif pada masyarakat setempat.
Demikianlah, senja di pesisir pantai utara Probolinggo memang luar biasa. Namun, sebaiknya tidak dilupakan bahwa ada hal harus diwaspadai bersama.
Baca juga : Petani Bawang Merah Hadapi Persoalan Besar