Konsumen Pengguna Internet di Papua Perlu Perlindungan
Masalah gangguan layanan internet sudah terjadi berulang kali di Papua dengan durasi hingga berbulan-bulan dalam lima tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan pelayanan publik terhambat.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Upaya perlindungan bagi konsumen yang terdampak gangguan jaringan internet di Papua perlu diperhatikan. Dalam lima tahun terakhir, masalah ini terus terulang di sejumlah daerah di Papua sehingga berdampak pada terganggunya banyak sendi aktivitas masyarakat, termasuk layanan publik.
Hal ini disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin saat ditemui di Jayapura, Rabu (9/6/2021). Sabar mengatakan, dari pantauan Ombudsman Papua, terdapat tiga daerah yang terdampak putusnya kabel serat optik di Perairan Sarmi-Biak, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Sarmi.
Akibat kondisi ini, masyarakat tidak dapat mengakses layanan internet secara optimal sejak 30 April 2021. Sabar menyatakan, lambatnya perbaikan kabel serat optik yang terputus berdampak besar bagi pelayanan publik dan sektor ekonomi. Hal ini dinilai sebagai perbuatan maladministrasi karena merugikan masyarakat selama sebulan terakhir ini.
”Kami menemukan banyak pelaku usaha mikro yang berhenti bekerja, misalnya penjual pulsa telepon seluler. Selain itu, banyak pelajar SD hingga SMA dan mahasiswa yang terkendala mengakses materi pelajaran,” ujarnya.
Sabar mengatakan, seharusnya pihak Telkom sebagai penyedia layanan menyiapkan fasilitas darurat ketika ada masalah kabel fiber optik terputus. Hal ini agar masyarakat tidak mengalami masalah sampai berbulan-bulan.
Dari catatan Kompas, total sudah empat kali kabel serat optik di Perairan Papua putus. Kejadian pertama di Perairan Biak-Jayapura pada 20 April 2015, disusul di Perairan Sarmi akibat gempa pada 17 Oktober 2017.
Kejadian yang ketiga, kabel fiber terputus akibat gempa di Perairan Sarmi-Biak pada 6 April 2018. Terakhir, kabel terputus pada 30 April 2021, juga di Perairan Sarmi. ”Kami berharap masalah ini tidak terulang lagi. Sebab, penggunaan layanan internet merupakan kebutuhan dasar masyarakat saat ini,” ujar Sabar.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Papua Iwanta Peranginangin mengaku, 95 persen dari 26 anggota Asita di Jayapura harus menutup usahanya karena gangguan jaringan internet. ”Anggota kami sangat terpukul dengan masalah ini. Mereka tidak dapat melakukan usahanya karena kesulitan mengakses jaringan internet,” katanya.
Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano mengatakan, masalah gangguan internet selama sebulan terakhir menyebabkan pelayanan publik di Kota Jayapura terdampak. Banyak warga yang terpaksa berkumpul di sejumlah tempat publik yang memiliki jaringan internet.
”Banyak masyarakat yang berkumpul di sejumlah lokasi untuk mendapatkan layanan internet. Hal ini dapat menyebabkan kluster baru penyebaran Covid-19,” kata Benhur.
Kami meminta pihak Telkom serius dalam mengatasi masalah ini. Masyarakat sangat dirugikan dengan gangguan jaringan internet.
Ia pun menyatakan, terlambatnya perbaikan jaringan internet merupakan perbuatan diskriminasi bagi pengguna internet di Jayapura. ”Kami meminta pihak Telkom serius dalam mengatasi masalah ini. Masyarakat sangat dirugikan dengan gangguan jaringan internet,” kata Benhur.
Sementara itu, Telkom menyebutkan, proses penyambungan sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua (SMPCS) ruas Biak-Jayapura selesai dilakukan pada Selasa (8/6/2021). Dengan demikian, layanan akses internet di seluruh Papua mulai normal seperti sediakala.
Sistem komunikasi kabel laut tersebut rusak dengan titik lokasi 360 kilometer dari Jayapura di kedalaman lebih dari 4.000 meter. Total trafik internet di seluruh Papua yang sebelumnya mencapai 464 gigabit per detik (Gbps) merosot menjadi 154 Gbps.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah saat dihubungi di Jakarta mengatakan, sebagai langkah mitigasi lainnya, Telkom telah menyiapkan penggelaran baru kabel laut telekomunikasi bagian dari SMPCS dengan rute dari Biak sampai Sorong sepanjang lebih dari 1.100 kilometer. Rute itu telah dimulai pembangunannya sejak tahun 2020 dan diharapkan selesai awal 2022.