Tanah Bergerak di Gandrungmangu, Cilacap, 81 Orang Mengungsi
Tanah bergerak di Desa Karanggintung, Kecamatan Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah, terus terjadi. Sebanyak 81 jiwa mengungsi ke tempat aman, terutama pada malam hari. Pemerintah masih mengkaji kelayakan tempat itu.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Sebanyak 81 orang, hingga Senin (7/6/2021), terpaksa mengungsi akibat pergerakan tanah yang terus terjadi sejak 16 April lalu di Dusun Pagergunung, Desa Karanggintung, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebanyak 23 rumah dan satu mushala rusak. Dari jumlah itu, sembilan rumah rusak berat dan tidak bisa ditempati.
”Tanah bergerak ini disebabkan amblesnya tebing di kaki Bukit Bancelik yang berjarak sekitar 200 meter dari permukiman warga. Retakannya membuat sawah kering dan merusak rumah-rumah,” kata Ketua RT 003 RW 001 Kamsudin, di Cilacap, Jawa Tengah.
Bukit Bancelik, yang ditanami pepohonan pinus, memiliki tinggi sekitar 100 meter. Pada kaki bukit tersebut, terdapat pekarangan warga yang ditanami kelapa dan pohon jati. Di kaki bukit itulah terdapat amblesan tanah berkisar 0,5 meter hingga 1 meter. Adapun retakannya memanjang hingga permukiman di lembah bukit dan berujung di tepi Sungai Pagergunung.
”Pergerakan tanah terus terjadi setiap hari antara 0,4 sentimeter dan 1 sentimeter. Selama 50 tahun tinggal di sini, ini peristiwa pergerakan tanah pertama kali,” katanya.
Kondisi rumah warga yang mengalami pergerakan tanah tampak berantakan pada sisi lantai dan tembok. Ubin serta keramik tampak menyembul dan pecah. Fondasi bangunan terangkat. Tiang penyangga pun miring dan dinding bangunan retak-retak.
Meski tidak ada rumah yang ambruk, sembilan rumah yang rusak berat rawan ambruk sewaktu-waktu. ”Takut tinggal di rumah. Kalau hujan, saya keluar rumah, khawatir ambruk. Kalau malam, saya di pengungsian,” tutur Warsem (63), warga RT 003.
Rekahan-rekahan tanah yang tampak di jalan dan di dalam rumah berukuran mulai 1 sentimeter hingga 50 sentimeter. Lubang yang menganga akibat retakan itu sebagian besar sudah ditimbun tanah oleh warga. Karsih (52), warga lainnya, mengaku cemas karena rumahnya ambles pada sisi belakang atau dapur. Lantai yang semula datar, kini tampak berundak-undak dan temboknya retak.
”Saya khawatir ada apa-apa, tiba-tiba rontok. Ini membangunnya lama dari usaha suami bekerja merantau di Jakarta,” kata Karsih yang tinggal bersama kedua cucunya.
Baik Warsem maupun Karsih berharap ada solusi cepat dari masalah ini. Mereka mengaku masih ingin tinggal di permukiman tersebut jika tanahnya masih aman ditempati. Namun, jika terpaksa harus direlokasi, mereka pun siap.
”Ini sudah tidur di pengungsian selama tujuh hari. Ya, namanya di pengungsian, kan, ramai banyak orang, lebih enak tidur di rumah sendiri,” tutur Karsih.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap Tri Komara menyampaikan, dari pencatatan tim BPBD di lokasi, pergerakan tanah masih terus terjadi. Pada Senin ini, terdapat penambahan 2 milimeter sampai dengan 1,5 sentimeter, sedangkan kedalaman retakan yang semula 5 sentimeter bertambah menjadi 30 sentimeter.
”Karena pergerakan tanah terus terjadi, kami mengimbau warga bersedia mengungsi, terutama pada malam hari,” kata Tri.
Menurut Tri, pihaknya telah menyiapkan logistik bagi para pengungsi sambil berkoordinasi untuk memantau pergerakan tanah dan mengkaji apakah lokasi itu masih layak untuk dihuni. Di pengungsian tercatat ada 6 warga lansia, 8 anak balita, 8 anak-anak, dan 59 orang dewasa.