Diplomat Ulung di Balik Diplomasi Kebudayaan Itu Berpulang
Diplomat ulung Mochtar Kusumaatmadja berpulang, Minggu (6/6/2021). Kiprahnya vital dalam hukum kelautan internasional hingga ikut menangani konflik di negara tetangga.
Oleh
CORNELIUS HELMY
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Mantan Rektor Universitas Padjadjaran Prof Mochtar Kusumaatmadja berpulang pada usia 92 tahun, Minggu (6/6/2021). Sosok yang dikenal sebagai diplomat ulung ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Minggu sore.
Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Dandi Supriadi mengatakan, Mochtar ada di balik konsep wawasan Nusantara. Sampai sekarang wawasan Nusantara menjadi landasan Indonesia menentukan batas teritorial wilayah.
Konsepnya berawal dari gagasan batas teritorial laut Indonesia pada 1957 melalui Deklarasi Djuanda. Setelah diperjuangkan selama 25 tahun, konsep ini akhirnya diakui konstitusi internasional tahun 1982.
Dandi menambahkan, Mochtar dikenal sebagai diplomat ulung. Dikutip dari buku Biografi Rektor-rektor Universitas Padjadjaran, dia dianggap sebagai pionir pentingnya diplomasi kebudayaan.
Menurut Mochtar, diplomasi kebudayaan bertujuan mengenalkan citra budaya Indonesia di luar negeri. Harapannya, diplomasi itu bisa memunculkan pemahaman lebih baik tentang Indonesia.
Mochtar lahir di Jakarta (Batavia), 17 Februari 1929. Dia mulai aktif mengajar di Fakultas Hukum Unpad pada 1959. Di bidang keilmuan, Mochtar adalah pakar hukum laut dan internasional. Guru Besar Fakultas Hukum Unpad sejak 1970 ini menjabat rektor periode 1973-1974.
Masa jabatannya sebagai Rektor Unpad terbilang singkat. Alasannya, Presiden Soeharto mengangkatnya sebagai Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II periode 1974-1978. Setelah itu, Mochtar diangkat menjadi Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV pada 1978-1988.
Atas jasa Mochtar itu, Unpad pernah menginisiasi pemberian Anugerah Mochtar Kusumaatmadja kepada akademisi yang berkiprah di bidang hukum internasional pada 2017. Anugerah itu salah satunya diberikan kepada akademisi dan diplomat asal Singapura, Prof Tommy Koh.
Saat menyampaikan sambutan seusai menerima anugerah, Tommy memaparkan mengenal Mochtar saat dirinya menjadi guru besar di National University of Singapore. Dengan dasar keilmuan yang sama, keduanya lantas menjalin berbagai program kerja sama akademik dan pertukaran pelajar.
”Ia tahu konsep negara kepulauan ini tidak mungkin disetujui internasional jika tidak didukung dua negara tetangga serumpun, seperti Malaysia dan Singapura. Akhirnya dia mendapat dukungan dari Malaysia dan Singapura melalui kemampuan negosiasinya,” kata Tommy.
Tommy juga berpandangan, saat menjabat Menteri Kehakiman, Mochtar mengembangkan sistem hukum modern di Indonesia. Di tingkat ASEAN, ketika menjabat Menteri Luar Negeri, Mochtar berkontribusi penting menangani konflik di Kamboja.