Petugas Gabungan Tangkap Empat Perambah TNKS di Solok Selatan
Petugas gabungan menangkap empat perambah hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Para pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman sepuluh tahun penjara.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Petugas gabungan menangkap empat perambah hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat atau TNKS, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman sepuluh tahun penjara.
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Sumatera Barat Ahmad Darwis, Sabtu (5/6/2021), mengatakan, para perambah itu ditangkap pada Kamis (3/6/2021). Mereka ditangkap di zona rimba TNKS, Kecamatan Sangir, sekitar jalur pendakian Gunung Kerinci via Solok Selatan.
”Mereka membuka hutan untuk perkebunan. Lokasinya di zona rimba TNKS, zona tertinggi untuk pelestarian atau konservasi. Titiknya sudah di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl ),” kata Darwis, Sabtu pagi.
Selain Balai Besar TNKS, kata Darwis, penangkapan itu juga melibatkan Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Sumatera dan Kepolisian Daerah Sumatera Barat. Para pelaku sekarang ditahan oleh Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera.
Darwis menyebutkan, petugas menyita barang bukti, antara lain, enam mesin pemotong kayu (chainsaw), sepeda motor, senapan angin, parang, mesin pemotong rumput, dan alat-alat lainnya untuk merambah hutan dari para pelaku.
Menurut Darwis, salah satu dari empat perambah asal Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir, itu merupakan aktor utama bernama Hariyanto alias Kentung. Hariyanto diduga menggerakkan masyarakat masuk ke dalam kawasan untuk merambah dan merusak hutan.
Darwis melanjutkan, para perambah itu mulai membuka hutan sekitar setahun lalu. Sebelum menindaknya, petugas Balai Besar TNKS sudah berulang kali mengingatkan perambah secara persuasif, melakukan sosialisasi, memasang papan pengumuman, dan melarang, tetapi tidak diacuhkan.
”Pendekatan penegakan hukum ini tindakan terakhir kami, yang sebenarnya sangat berat untuk kami lakukan. Segala cara sudah kami lakukan untuk antisipasi, tapi mereka justru menambah masyarakat. Total masyarakat yang ada dalam kelompok itu sekitar 250 orang,” ujar Darwis.
Menurut Darwis, dari keterangan Hariyanto, masyarakat itu ada dari Bengkulu, Jambi, dan masyarakat lokal. Berdasarkan foto citra satelit, Hariyanto dan kawan-kawan sudah membuka kawasan hutan seluas 300 hektar selama setahun. Satu orang bisa menguasai lahan seluas 2 hektar.
Darwis menambahkan, penegakan hukum diharapkan memberikan efek jera sehingga tidak terjadi lagi upaya perusakan hutan ke depannya. ”Nanti kami dipersalahkan seperti kasus banjir bandang di Pesisir Selatan. Kalau tidak dilakukan penegakan hukum, kami khawatir kerusakan semakin besar, bahkan muncul Hariyanto-Hariyanto lainnya,” ujar Darwis.
Pendekatan penegakan hukum ini tindakan terakhir kami, yang sebenarnya sangat berat untuk kami lakukan.
Kepala Unit Operasi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Harimau Jambi M Hafis mengatakan, keempat perambah itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Balai Gakkum LHK. Para tersangka diduga memasuki dan merusak kawasan hutan tanpa izin.
”Para tersangka terancaman hukuman sepuluh tahun penjara. Kami menggunakan UU terbaru, UU Cipta Kerja. Mereka kami proses hukum sampai ada putusan pengadilan,” kata Hafis.