Delapan Ratus Rumah Terendam Banjir di Pesisir Selatan
Sekitar 800 rumah terendam banjir di dua nagari, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Selain hujan deras dan pendangkalan Sungai Batang Tapan, banjir berulang diduga dipicu oleh kerusakan hutan di kawasan hulu.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sekitar 800 rumah terendam banjir di dua nagari di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Meskipun mulai surut, banjir masih menggenangi permukiman. Selain hujan deras dan pendangkalan Sungai Batang Tapan, banjir berulang ini diduga dipicu oleh kerusakan hutan di kawasan hulu.
Dua nagari yang terendam banjir adalah Nagari Binjai Tapan dan Nagari Kampung Tangah Tapan, Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan. Banjir merendam permukiman sejak Minggu (16/5/2021) sore. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Sekretaris Nagari Binjai Tapan, Almirizon, Senin (17/5/2021), mengatakan, banjir masih merendam permukiman dengan tinggi air rata-rata 50 sentimeter. Di beberapa titik, banjir mencapai 1 meter.
”Air masih mengalir deras karena aliran sungai pindah ke permukiman. Dibandingkan dengan kondisi kemarin, banjir memang sudah surut, tetapi belum signifikan. Puncak banjir Minggu sehabis magrib, setinggi 1,2 meter,” kata Almirizon, ketika dihubungi dari Padang, Senin siang.
Menurut dia, hujan deras turun sejak Minggu pukul 14.00 hingga tengah malam. Air mulai naik pada Minggu sore dan mulai surut Senin subuh.
Ada 150-an rumah terendam banjir di Nagari Binjai Tapan. Selain itu, banjir juga merendam belasan hektar sawah dan ladang serta merusak satu jembatan jalan kabupaten.
Sebagian warga mengungsi, sebagian lainnya bertahan di rumah. Masyarakat masih khawatir karena cuaca masih mendung.
Menurut Almirizon, banjir di Nagari Binjai Tapan hampir terjadi setiap hujan deras. Enam hari lalu atau H-1 Idul Fitri 1442 Hijriah, banjir juga merendam permukiman. Banjir relatif besar juga terjadi di nagari ini akhir Maret lalu.
”Banjir mulai rutin sejak 2011 dan intensitasnya semakin meningkat. Biasanya bulanan, sekarang bisa mingguan. Kami berharap Sungai Batang Tapan dinormalisasi karena terjadi pendangkalan. Kalau tidak, akan terus banjir setiap hujan deras,” ujarnya.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Pesisir Selatan Hasnul Karim mengatakan, banjir merendam 800-an rumah warga serta fasilitas umum dan lahan pertanian. Banjir di kedua nagari tersebut memang mulai surut setinggi 30-40 sentimeter. Namun, cuaca di sekitar lokasi masih mendung.
Banjir terjadi sejak Minggu pukul 16.30 dan mulai surut Senin dini hari. Puncak banjir Minggu sekitar pukul 21.00 dengan ketinggian 1 meter hingga 1,5 meter. ”Setiap hujan deras daerah itu banjir. Kawasan itu lokasi pertemuan empat hulu sungai,” ujar Hasnul.
Kami berharap Sungai Batang Tapan dinormalisasi karena terjadi pendangkalan. Kalau tidak, akan terus banjir setiap hujan deras. —Almirizon
Secara kasat mata banjir dipicu curah hujan tinggi dan pendangkalan Sungai Batang Tapan. Ketika hujan deras, air Sungai Batang Tapan pun meluap ke permukiman, apalagi kawasan itu merupakan lokasi pertemuan empat hulu sungai.
Pada akhir Maret 2021, lanjut Hasnul, banjir besar juga merendam empat nagari di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, termasuk Nagari Binjai Tapan dan Nagari Kampung Tangah Tapan. Lebih dari seribu rumah terendam dalam banjir tersebut.
Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar, dalam siaran pers, Senin, meminta para pemangku kebijakan melakukan evaluasi dan peninjauan lapangan terkait banjir di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan.
”Saya meminta Dinas Satpol PP dan Damkar, Bapedalitbang, Dinas Lingkungan Hidup serta melibatkan Forkopimda dan TNKS turun ke lapangan melakukan pemantauan kondisi kawasan hutan di Ranah Ampek Hulu Tapan. Bila ditemukan kegiatan penebangan pohon ilegal, harus dilakukan tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku,” katanya.
Kerusakan hulu
Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Walhir Sumbar, Tommy Adam, mengatakan, banjir di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, bukan semata karena faktor alam, seperti curah hujan tinggi dan topografi Sungai Batang Tapan yang curam. Berdasarkan kajian Walhi, banjir diduga turut dipicu oleh kerusakan hutan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Tapan.
Menurut Tommy, kawasan hulu DAS Batang Tapan merupakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan hutan produksi. Peta deret waktu (time series) dari citra satelit menunjukkan kawasan hutan TNKS dan hutan produksi di bagian hulu sebesar 50 persen sudah dikonversikan. Tutupannya bukan lagi hutan, melainkan perladangan, pembukaan lahan, dan sisa pembalakan liar.
Selain itu, di hulu DAS Batang Tapan, yang merupakan daerah penyangga TNKS, juga terdapat empat lokasi izin pertambangan yang masih aktif, yaitu dua izin tambang batubara dan dua izin tambang galian C. Kegiatan pertambangan di kawasan itu diduga sebagai penyebab penurunan daya dukung lingkungan di DAS Batang Tapan.
Aktivitas pertambangan di kawasan itu telah membuka akses ke kawasan hutan. Terbukanya akses itu memicu masifnya kegiatan pembalakan liar dan perambahan hutan. Pada banjir akhir Maret lalu, misalnya, Walhi menemukan tunggul dan kayu balok di sekitar lokasi banjir yang diduga berasal dari aktivitas pembalakan liar.
”Kami berharap pemerintah mengevaluasi kembali seluruh perizinan pertambangan di DAS Batang Tapan. Pemerintah tidak bisa hanya menyalahkan faktor curah hujan sebagai pemicu banjir. Pembukaan lahan masif di sana juga dipicu adanya izin pertambangan di sekitar kawasan hulu. Pembukaan akses ke sana memudahkan siapa saja masuk dan mengakses kawasan hutan,” kata Tommy.
Tommy juga berharap pemerintah konsisten menegakkan hukum secara tegas terhadap aktivitas pembalakan liar dan perambahan hutan di kawasan TNKS dan hutan produksi di Pesisir Selatan. Penerapan restorative justice bagi pelaku tidak cukup untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
”Yang Walhi khawatirkan, karena DAS Tapan ini relatif terjal dan curam, sementara di bagian hulu tetap dirusak, mau tidak mau pemerintah ke depan terbebani biaya rehabilitasi dan rekonstruksi untuk penanggulangan bencana,” ujarnya.