Jelang 728 Tahun, Surabaya Masih Hadapi Kemiskinan
Jelang 728 tahun, Surabaya berikhtiar mengatasi kemiskinan meski satu dari tiga-empat warganya berpenghasilan rendah dan rentan miskin. Program intervensi disiapkan untuk mengatasi problem kesejahteraan warga.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah klasik yang terus dihadapi dan ditangani Surabaya, Jawa Timur, yang pada 31 Mei 2021 berusia 728 tahun. Pemerintah Kota Surabaya berusaha mengatasi kemiskinan yang difokuskan pada program pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok khusus rentan.
Salah satu indikator penting untuk mengatasi kemiskinan di Surabaya adalah pendapatan keluarga di atas upah minimum, yakni Rp 4,3 juta. Idealnya keluarga berpendapatan minimal dua kali upah minimum atau paling sedikit Rp 8,6 juta. Pendapatan itu diraih masyarakat karena bekerja formal menjadi pegawai, buruh, atau sebagai pengelola usaha mikro kecil menengah (UMKM).
”Ikhtiar kami yang utama adalah bagaimana masyarakat memiliki pekerjaan sehingga dapat mengatasi problem kemiskinan,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Jumat (28/5/2021).
Pendapatan yang cukup ideal ialah dua kali lipat upah minimum. Salah satu alasannya, upah minimum merupakan jaring pengaman sosial bagi buruh yang bekerja kurang dari satu tahun dan lajang. Dengan demikian, upah minimum tidak akan cukup untuk kesejahteraan suatu keluarga.
Ikhtiar kami yang utama adalah bagaimana masyarakat memiliki pekerjaan sehingga dapat mengatasi problem kemiskinan.
Untuk mencapai harapan tadi, pemerintah sedang menyelesaikan pembaruan data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat khusus. Data itu akan menjadi rujukan oleh pemerintah untuk program intervensi berupa bantuan bidang kesehatan, pendidikan, sosial, kependudukan, pemberdayaan, dan ketenagakerjaan.
Intervensi bertujuan mendorong peningkatan pendapatan keluarga sehingga tercapai kesejahteraan. ”Pendataan semoga selesai pekan pertama Juni sehingga dapat diketahui berapa banyak yang pendapatannya di bawah upah minimum,” kata Eri.
Mengutip laman resmi https://epemutakhirandata.surabaya.go.id/, di Surabaya terdapat 273.096 keluarga atau 815.250 jiwa kategori MBR dan 51.261 keluarga atau 68.196 jiwa masyarakat khusus. Total 883.446 jiwa atau hampir 31 persen dari 2,875 juta jiwa populasi ibu kota Jatim ini yang masuk kategori MBR dan khusus. Jumlah itu masih akan berubah karena pembaruan data masih berlangsung.
Eri mengatakan, intervensi yang sedang disiapkan dalam bidang pemberdayaan ialah pelatihan UMKM dan perizinan pengolahan lahan milik pemerintah untuk budidaya pertanian dan perikanan. Pelatihan UMKM diberikan komplet, mulai dari proses produksi sampai promosi dan pengembangan. Pemerintah melalui saluran-saluran yang ada, misalnya pameran, akan ikut mempromosikan produk-produk UMKM.
”Tanah aset pemerintah yang tidak terpakai bisa untuk program intervensi kepada warga melalui budidaya ikan atau udang. Pemerintah akan memberi benih dan pelatihan budidaya,” ujar Eri. Produk bisa dijual ke UMKM makanan atau ke pasar. Jika memungkinkan sekaligus dijadikan produk olahan sehingga bernilai ekonomi tinggi.
Kepala Dinas Perdagangan Surabaya Wiwiek Widayati menambahkan, untuk pemberdayaan melalui UMKM pusat penjualan produk dan sentra wisata kuliner akan ditambah. Pusat penjualan produk UMKM di Surabaya Square sudah ada di enam lokasi. Khusus UMKM kuliner diberikan tempat di sentra wisata kuliner yang sudah ada di 42 lokasi dan akan terus ditambah.
”Program pengentasan kemiskinan menjadi lebih berat karena serangan pandemi Covid-19,” kata Wiwiek. Pandemi melahirkan krisis kesehatan, ekonomi, kepercayaan, dan sosial. Namun, pengalaman saat krisis ekonomi dan politik kurun 1996-1999 memperlihatkan bahwa sektor UMKM yang paling rentan ambruk, tetapi juga paling kuat dan fleksibel untuk bertahan dan berkembang. UMKM bisa diyakini sebagai ujung tombak kota untuk menggerakkan ekonomi warganya.
”Kami teruskan pembinaan, pendampingan, dan memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses permodalan, promosi, hingga pasar, baik di dalam maupun luar negeri,” kata Wiwiek.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, MBR akan mendapat prioritas dalam bantuan kesehatan, terutama asuransi kesehatan. Surabaya telah menjadi kota yang berhak melaksanakan program jaminan kesehatan semesta, di mana warganya cukup memperlihatkan kartu tanda penduduk untuk mendapatkan pelayanan di seluruh fasilitas yang berada dalam kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
”Layanan kesehatan bertujuan memastikan masyarakat sehat jiwa dan raganya sehingga dapat bekerja dengan baik untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraannya,” kata Febria.