Kasus korupsi terkait program penanganan pandemi yang merebak di pusat dan daerah menjadi ironi pada saat penyebaran Covid-19 belum terkendali.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
Kasus dugaan korupsi terkait program penanganan pandemi merebak pada saat penyebaran Covid-19 belum terkendali. Kasus tak hanya muncul di tingkat pusat, tetapi juga di daerah-daerah.
Penangkapan sejumlah pejabat Kementerian Sosial oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (5/12/2020), seperti membuka babak baru kasus dugaan korupsi dalam penanganan pandemi Covid-19. Hari berikutnya, Juliari Batubara, Menteri Sosial saat itu, ditahan oleh KPK karena diduga menerima suap pada pengadaan bantuan sosial dalam penanganan pandemi Covid-19.
Pengungkapan kasus dugaan korupsi yang menjerat pejabat di tingkat pusat nyatanya tidak membuat ciut nyali sejumlah pihak di daerah untuk melakukan kejahatan serupa. Kasus dugaan korupsi dalam penanganan pandemi justru muncul di beberapa daerah dengan modus beragam.
Kasus penggelapan dan penjualan vaksin Covid-19 yang diungkap Polda Sumatera Utara, Jumat (21/5/2021), cukup membuat publik terperangah. Kasus melibatkan empat tersangka, termasuk pejabat dan dokter di Dinas Kesehatan Sumut.
Demi uang Rp 271 juta, mereka mengalihkan vaksin ke warga di perumahan mewah. Dari peserta vaksinasi diketahui, untuk penyuntikan dua dosis vaksin dipungut biaya Rp 250.000 per orang. Tidak hanya di Medan, vaksin juga dijual hingga ke Jakarta.
Penjualan vaksin kepada warga melibatkan seorang agen properti berinisial SW (40). Dari penelusuran polisi, uang hasil penjualan diberikan kepada KS (47), seorang dokter di Dinkes Sumut, serta IW (45), dokter di Rumah Tahanan Kelas I Medan Tanjung Gusta. Dari pemeriksaan dan penggeledahan di kantor Dinkes Sumut, diketahui keterlibatan SH, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Sumut.
”Kami tidak main-main dalam mengusut kasus korupsi yang dilakukan dalam penanganan pandemi Covid-19. Ini sangat melukai hati masyarakat yang sedang berjuang melawan pandemi Covid-19,” kata Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak.
Ironisnya, kasus itu mengemuka tak lama setelah pengungkapan kasus penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumut, tepatnya Kamis (29/4/2021). Kasus penggunaan alat tes antigen bekas terjadi di laboratorium Kimia Farma Bandara Kualanamu, melibatkan lima tersangka.
Penggunaan alat tes usap bekas dilakukan sejak Desember 2020. Ada sekitar 200 orang per hari yang melakukan tes di laboratorium itu dan membayar Rp 200.000 per orang.
”Kami perkirakan mereka mendapat Rp 1,8 miliar dari penyimpangan itu,” kata Panca saat pengungkapan kasus.
Kejahatan dilakukan sangat terorganisasi dengan otak pelaku Manajer Bisnis Laboratorium Kimia Farma Jalan RA Kartini Medan berinisial PM (45). Ia melakukan aksinya dengan melibatkan pegawai lainnya, yakni pegawai administrasi pendaftaran M (30), pegawai administrasi hasil R (21), pegawai kebersihan DJ (20), dan kurir SR (19).
Mereka mengumpulkan limbah stik usap pengambil sampel yang telah digunakan, lalu mencucinya dengan menggunakan alkohol. Stik dikemas dan digunakan kembali untuk mengambil sampel. Semua yang mereka periksa dengan alat tes bekas pakai dimanipulasi hingga hasilnya menjadi negatif.
Kami tidak main-main dalam mengusut kasus korupsi yang dilakukan dalam penanganan pandemi Covid-19. Ini sangat melukai hati masyarakat yang sedang berjuang melawan pandemi Covid-19. (Panca Putra Simanjuntak)
Buntut dari kasus itu, Menteri BUMN Erick Thohir pun memberhentikan direksi PT Kimia Farma Diagnostika.
Kasus dugaan korupsi dana penanganan pandemi Covid-19 juga mengemuka di Sumatera Barat. Dugaan penyalahgunaan dana penanganan pandemi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar itu mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Sumbar.
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK, setidaknya ada dua jenis temuan pelanggaran, yaitu indikasi pemahalan harga pengadaan penyanitasi tangan dan adanya transaksi pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Harus ada perbaikan sistem secara menyeluruh dan hasil evaluasi juga seharusnya diumumkan untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik kepada pemerintah. (Dicky Budiman)
Pada pengadaan penyanitasi tangan, ada indikasi pemahalan harga untuk ukuran 100 mililiter Rp 1,872 miliar dan pemahalan harga untuk ukuran 500 mililiter Rp 2,975 miliar. Selain itu, ada pula kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan (masker, pistol termometer, dan penyanitasi tangan) senilai Rp 63 juta. Total kerugian negara sekitar Rp 4,91 miliar.
Polda Sumbar masih mengusut kasus itu. Kasus dugaan korupsi penanganan pandemi ini juga dilaporkan ke KPK.
Kasus dugaan suap juga menjerat Amry Ady Haris, pejabat pelaksana teknis kegiatan di Dinkes Sulawesi Tenggara. Ia didakwa menerima suap dari pihak swasta dalam pengadaan alat polymerase chain reaction (PCR) dan reagen PCR dengan nilai total Rp 3,1 miliar.
Di Papua, polisi mengusut dugaan penyalahgunaan anggaran penanganan Covid-19 tahun anggaran 2020 di Kabupaten Mamberamo Raya. Total dana yang diduga disalahgunakan sekitar Rp 3 miliar.
”Kami telah menahan pegawai berinisial S yang terkait kasus ini. Oknum tersebut merupakan pejabat di Bagian Keuangan Pemkab Mamberamo Raya,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Komisaris Besar Ricko Taruna, Rabu (26/5/2021).
Ahli epidemiologi Dicky Budiman berharap, setelah muncul sejumlah kasus penyelewengan, pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh penanganan Covid-19.
”Harus ada perbaikan sistem secara menyeluruh dan hasil evaluasi juga seharusnya diumumkan untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik kepada pemerintah,” kata Dicky.
Adapun Direktur Papua Anti Corruption Investigation Anthon Raharusun menilai, rawannya penyalahgunaan anggaran penanganan Covid-19 disebabkan minimnya pengawasan dari otoritas yang bertanggung jawab.
Korupsi di tengah upaya yang tidak mudah dalam penanganan pandemi merupakan perbuatan yang keji. Tanpa penindakan tegas dan perbaikan sistem, tidak mustahil korupsi serupa kian menggurita. (FLO/JOL/JAL)