Gerhana bulan total dapat dilihat dengan jelas dari langit Kota Bandung, Rabu (26/5/2021) malam. Fenomena alam yang terjadi sejak Rabu petang ini menghiasi langit hingga lebih dari pukul 20.30.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gerhana bulan total yang terjadi di langit Indonesia, Rabu (26/5/2021) petang, terlihat jelas di Kota Bandung. Selain pengamatan warga, sejumlah institusi juga menyajikan fenomena gerhana secara virtual untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.
Gerhana bulan total (GBT) mulai terlihat di langit Kota Bandung sejak cahaya matahari meredup dan diganti malam. Sekitar pukul 18.30, sejumlah warga mengamati langit untuk melihat perubahan warna bulan menjadi merah.
Takbir berkumandang di sejumlah masjid di Kota Bandung. Asep (50), warga Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, mencoba melihat gerhana menggunakan ponselnya. Dengan peralatan seadanya, Asep menggunakan fitur pembesar hingga maksimal untuk melihat perubahan warna bulan.
”Tadi takbir langsung berkumandang setelah shalat Maghrib. Ketika tahu ada gerhana, saya penasaran melihat bagaimana proses gerhana bulan,” ujarnya.
Di ranah daring, sejumlah institusi memberikan pengamatan langsung di setiap kanal media sosial yang mereka miliki. Institusi ini, antara lain, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; serta Institut Teknologi Bandung.
ITB menyajikan pengamatan secara virtual dari dua lokasi, yakni di Observatorium Bosscha, Kabupaten Bandung Barat, Jabar, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pengamatan dilakukan sejak pukul 17.00 dan berakhir sekitar pukul 20.00.
Dari Kupang, ITB bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana, Nusa Tenggara Timur, dan sejumlah pencinta astronomi. Saat diamati dari Kota Bandung, fase GBT mulai terlihat sekitar pukul 18.00 dan berlangsung Selama 14 menit. Pada saat itu, bulan akan terlihat kemerahan. Gerhana bulan sepenuhnya berakhir sebelum pukul 21.00.
Peristiwa gerhana bulan ini bersiklus karena ketiga benda langit (Matahari, Bumi, dan Bulan) bergerak dalam satu keharmonisan. Fenomena alam ini bisa diprediksi secara astronomi.
Peneliti dari Observatorium Bosscha, Yatny Yulianty, menyatakan, GBT kali ini istimewa karena terjadi saat Bulan berada dalam posisi terdekat dengan Bumi. Hal itu membuat Bulan terlihat lebih besar. Dia berujar, selain Mei, tahun ini Bumi akan mengalami fase gerhana bulan sebagian pada 19 November 2021.
”Peristiwa gerhana bulan ini bersiklus karena ketiga benda langit (Matahari, Bumi, dan Bulan) bergerak dalam satu keharmonisan. Fenomena alam ini bisa diprediksi secara astronomi,” ujarnya.
Dalam pengamatan daring kali ini, di laman Youtube Observatorium Bosscha, sejumlah narasumber diundang berdiskusi. Mereka adalah peneliti dari Kelompok Keahlian Program Studi Astronomi ITB, Ferry Mukharradi Simatupang; astronom Observatorium Bosscha, Muhammad Yusuf; dosen dari Universitas Nusa Cendana, Andreas Ch Louk; dan astronom amatir Zulkarnain.
Muhammad Yusuf memaparkan, Bosscha menggunakan tiga teleskopnya untuk mengamati gerhana kali ini. Teleskop-teleskop ini difungsikan untuk mengamati secara detail dan mendokumentasikan fenomea alam yang terjadi. ”Tim astronomi bersiaga di tempat masing-masing. Saat ini kondisi Bosscha cerah dan dari Satelit Himawari cuaca cukup clear,” paparnya.
Dengan kondisi tersebut, dia berharap warga bisa menikmati fenomena alam yang jarang terjadi ini. Menurut Yusuf, fenomena alam ini bisa digunakan untuk memantau kondisi atmosfer melalui spektrum cahaya yang dipantulkan dari gerhana tersebut.