Gubernur Jawa Timur Klarifikasi Acara Ulang Tahun Diduga Langgar Protokol Kesehatan
Disiplin protokol kesehatan perlu disikapi dengan tegas, proporsional, dan tidak diskriminatif. Setiap dugaan pelanggaran perlu ditindaklanjuti dan pelanggaran harus ditindak.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan klarifikasi acara syukuran pada Rabu (19/5/2021) di halaman rumah dinas kompleks Gedung Negara Grahadi, Surabaya, yang diduga melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Peristiwa itu memantik pro dan kontra, terutama di media sosial dan pemberitaan dalam jaringan (online), setelah beredarnya video kegiatan tersebut. Menurut Khofifah, informasi yang tersiar tentang acara itu telah terdistorsi.
Dalam pesan dan gambar pointer di WhatsApp yang juga diterima Redaksi Kompas di Surabaya, Sabtu (22/5/2021), Khofifah mengatakan, semua persiapan acara itu tanpa diketahui, apalagi disetujui dirinya.
Khofifah menyatakan benar-benar membuat pesan dan pointer serta dikirim melalui WhatsApp untuk disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, grup gubernur, dan grup para bupati/wali kota se-Jatim, dan pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama yang menjadi jejaring terdekatnya. Khofifah juga menjabat Ketua Umum Muslimat NU.
”Tidak ada lagu ulang tahun, tidak ada ucapan ulang tahun, tidak ada acara bersalam atau berjejer, juga tidak ada potong kue tart ulang tahun,” tulis Khofifah.
Acara berupa santunan kepada anak yatim dan shalawat yang dihadiri 10 anak yatim, 2 anggota tim shalawat dengan 6 penabuh rebana. Selain itu, penyerahan buku penanganan Covid-19 karya dosen Universitas Airlangga, Surabaya, Suko Widodo.
Khofifah melanjutkan, turut hadir dalam acara itu adalah Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak (berulang tahun pada 20 Mei), Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Jatim Heru Tjahjono, dan pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) dengan total 31 orang. Khofifah dan seluruh pejabat yang hadir tanpa pendamping dari keluarga (istri, suami, atau anak).
Tidak ada lagu ulang tahun, tidak ada ucapan ulang tahun, tidak ada acara bersalam atau berjejer, juga tidak ada potong kue tart ulang tahun (Khofifah)
Dalam acara itu memang ada pementasan band yang alat-alatnya biasa dipakai berlatih kalangan aparatur pemerintah. Musisi kondang Katon Bagaskara memang hadir, tetapi bukan sebagai undangan khusus, melainkan ada kegiatan di Surabaya sejak sehari sebelumnya. Katon hadir atas permintaan Heru Tjahjono.
”Katering dari Sono Kembang yang biasa menjadi langganan Grahadi setiap ada tamu,” ujar Khofifah. Tempat kegiatan berkapasitas normal 1.000 orang. Jika ditambah bagian samping rumah dinas bisa 1.500 orang. Yang hadir maksimal 50 orang, termasuk anak yatim dan tim shalawat serta rebana.
”Angle (video) yang diambil terkesan berkerumun saya mohon maaf. Tidak ada tebersit rencana syukuran bersama OPD, apalagi pesta ulang tahun (karena) jauh dari tradisi saya,” tulis Khofifah lagi.
”Jika video yang beredar seolah kami tidak memperhatikan protokol kesehatan hal tersebut tidak benar sama sekali,” ujar Khofifah, mantan menteri sosial itu.
Penelusuran Kompas, acara syukuran terjadi pada Selasa (18/5/2021) malam dan diduga masih berlangsung sampai pergantian hari yang bertepatan dengan ulang tahun ke-56 Khofifah, jatuh pada Rabu (19/5/2021).
Pada acara itu juga hadir beberapa pejabat dari luar Kota Surabaya dan tokoh masyarakat. Busana pun ditetapkan ala koboi.
Di Mojokerto, rencana wisuda siswa-siswi kelas XII SMA Negeri 2 Mojokerto, Sabtu, terpaksa dibatalkan atas permintaan Dinas Pendidikan Jatim.
Pembatalan terkait dengan kegiatan yang berpotensi memicu kerumunan dan berpotensi melanggar protokol kesehatan sehingga bisa saja dikenai tindakan hukum oleh Satuan Tugas Covid-19.
Pembatalan itu, menurut Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi, juga terkait peristiwa pembubaran wisuda purna siswa-siswi SLTA oleh Satgas Covid-19 Gresik dibantu Kepolisian Resor Gresik.
Wisuda yang dibubarkan adalah yang berlangsung di Gedung Astoria untuk SMA Negeri 1 Puri dan Hotel Ayola untuk SMA Negeri 1 Wringinanom, Rabu lalu. Pembubaran itu menjadi viral di media sosial dan mendapat atensi dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Agar tidak berulang dan memicu kontroversi, Dinas Pendidikan Jatim meminta semua SLTA agar tidak mengadakan kegiatan wisuda yang dapat memicu kerumunan atau berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Di Jembatan Suramadu, Surabaya, Satgas Covid-19 bersama Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak menempatkan instalasi keranda dan seseorang menjadi pocong. Keberadaannya untuk mengingatkan masyarakat agar tidak meremehkan pandemi Covid-19.
Jembatan Suramadu menjadi satu dari 13 lokasi penyekatan kendaraan untuk pembatasan mobilitas masyarakat dari dan ke Surabaya. Masa pembatasan berlangsung sampai Senin (24/5/2021).
Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Ganis Setyaningrum mengatakan, keberadaan keranda dan pocong bukan untuk menakuti, melainkan mengingatkan masyarakat agar patuh pada protokol kesehatan. ”Kalau abai dan meremehkan lalu terkena Covid-19 ujungnya dirawat atau jadi pocong,” katanya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengapresiasi cara-cara sosialisasi protokol kesehatan. Beranda dan pocong perlu dilihat sebagai peringatan. Masyarakat termasuk aparatur dan pejabat teras juga harus patuh dalam protokol kesehatan.
Sosiolog Universitas Brawijaya, Malang, Anton Novenanto, menegaskan, pelanggaran atau indikasi pelanggaran protokol kesehatan oleh aparatur, pejabat, dan atau masyarakat mencerminkan krisis kepercayaan di tengah upaya bersama menangani pandemi Covid-19. ”Harus mau berubah, semuanya agar benar-benar patuh dan disiplin protokol kesehatan,” katanya.
Aparatur perlu bersikap tegas, proporsional, dan tidak boleh tebang pilih dalam kasus-kasus pelanggaran protokol kesehatan. Menurut Novenanto, aparatur tidak boleh diskriminatif, misalnya galak atau tajam terhadap masyarakat pelanggar protokol tetapi tumpul kalau pelanggaran dilakukan oleh pejabat negara.
”Masyarakat akan meniru apa yang dilakukan tokoh, panutan, pejabat termasuk dalam melanggar kesepakatan misalnya protokol kesehatan,” ujarnya.