Festival Kota Lama untuk Merawat Keelokan ”Little Netherland”
Tahun ini, FKL direncanakan tetap digelar di kawasan Kota Lama, tetapi dengan pembatasan, sebagai bagian dari penyesuaian di tengah pandemi. Diharapkan bisa digelar untuk geliat kebudayaan di kawasan cagar budaya itu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Festival Kota Lama di kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, tengah disiapkan agar tetap digelar pada September 2021. Keelokan kawasan ”Little Netherland” diupayakan bisa dipamerkan dengan sejumlah pembatasan mengingat masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Festival Kota Lama (FKL) merupakan kegiatan tahunan, buah kolaborasi pemerintah dan swasta. Salah satu kegiatan yang ditunggu dalam festival itu adalah parade yang menampilkan berbagai tema berbeda. Namun, lantaran situasi Covid-19, FKL 2020 digelar secara virtual di Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan (PRPP) Semarang.
Tahun ini, FKL direncanakan tetap digelar di kawasan Kota Lama, tetapi dengan sejumlah pembatasan, termasuk jumlah pengunjung, sebagai bagian dari penyesuaian di tengah pandemi Covid-19. Perhelatan juga akan disiarkan secara virtual sehingga jangkauan penyelenggaraannya bisa lebih luas.
”Tahun ini kami lebih optimistis, untuk brand awareness (pamor). Jadi, kegiatan akan lebih banyak ke virtual. Acara offline pun ada, tetapi akan dibatasi,” kata pendiri Oen’s Semarang Foundation, yang merupakan penyelenggara FKL, Megaputri Megaradjasa atau biasa disapa Jenny, di Semarang, Kamis (20/5/2021).
Seperti tahun lalu, tahun ini diharapkan ada pula keikutsertaan para seniman dalam ataupun luar negeri untuk unjuk kebolehan, baik secara langsung maupun virtual. Jenny berkomitmen, dalam pelaksanaannya, protokol kesehatan bakal diterapkan dengan ketat, dengan persiapan yang matang.
Penyelenggaraan FKL ke-10 ini juga akan melibatkan komunitas-komunitas yang kerap memeriahkan acara. ”Pada intinya, bagaimana FKL ini untuk membangun Kota Semarang menjadi kota yang semarak, dengan melibatkan teman-teman komunitas. Kami (penyelenggara) hanya memberi panggung,” kata Jenny.
Ketua Semarang Sketchwalk Ratna Sawitri menuturkan, selama pandemi Covid-19, ia dan rekan-rekan pelukis lainnya sebenarnya masih berkegiatan, antara lain melalui beberapa pameran. Namun, suasana dan atmosfer di Kota Lama selalu dirindukan meskipun nantinya dengan jumlah pengunjung yang terbatas.
FKL merupakan agenda tahunan rutin yang selalu mereka tunggu. ”Intinya, kami ingin terus bergerak dan berkarya. Jangan sampai tertidur. Salah satunya melalui Festival Kota Lama ini,” kata Ratna.
Rudi dari Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo, Semarang, mengemukakan, sejak delapan tahun lalu, pihaknya selalu terlibat dalam FKL. Keterlibatan mereka antara lain dengan menghadirkan rancangan busana yang mengedepankan akulturasi budaya, termasuk dari Belanda. Hal ini mengingat Kota Lama merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda.
”Tahun ini kemungkinan ada konsep lain. Tetap ada sisi budaya yang diangkat, tetapi menyeluruh, antara lain Arab, Melayu, China, dan Belanda. Nantinya akan disertai tarian-tarian. Kami berharap FKL tahun ini bisa berjalan lancar karena agenda tahunan ini selalu ditunggu-tunggu. Tentu, tahun ini dengan penerapan protokol kesehatan,” ujarnya.
Adapun pada 2020, dalam konser virtual FKL, tampil, antara lain, Surya Orchestra, penyanyi Marcel Yudaperwira, Tirang Community Dance, Solo City Breakin, pianis Febby, NitaAartsen Quatro featuring Trie Utami & Alexander, serta Frans & Nadia (waltz and tango dance). Selain itu, ditampilkan video penampilan pianis asal Semarang yang tinggal di Belanda, Stephanus Harsono.
Pada Agustus 2020, kawasan Semarang Lama, termasuk di dalamnya Kota Lama, ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kawasan Kota Lama sebelumnya kumuh dan langganan banjir, tetapi kemudian direvitalisasi hingga menjadi salah satu destinasi utama di Kota Lumpia itu.