Hindari Pemalsuan, Pemprov Kalbar Wajibkan Kode Batang di Lembar Hasil Tes Usap
Maraknya pemalsuan hasil tes uji usap Covid-19 membuat Pemprov Kalbar mewajibkan adanya kode batang dalam lembar hasil tes uji usap. Jika tidak ada, penumpang yang masuk ke Kalbar akan diuji usap ulang.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengantisipasi pemalsuan surat keterangan hasil tes usap dengan mewajibkan pindai barcode atau kode batang. Hal tersebut dilakukan guna mencegah pemalsuan surat keterangan hasil tes usap untuk masuk Kalbar.
Sebelumnya, diduga ada penumpang pesawat yang menggunakan surat keterangan hasil tes usap palsu untuk masuk ke Kalbar. (Kompas.id 17/5/2021). Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalbar Harisson, Rabu (19/5/2021), mengatakan, dugaan itu muncul setelah Dinkes Kalbar mendapat surat tembusan dari salah satu laboratorium klinik di Jakarta.
Dalam surat itu, pihak laboratorium menjelaskan bahwa ada dugaan pemalsuan surat keterangan hasil pemeriksaan tes usap (PCR) yang dilakukan oknum-oknum tertentu untuk penerbangan Jakarta-Pontianak. ”Mereka menyurati kami bahwa surat keterangan ada yang palsu,” kata Harisson.
Karena alasan pemalsuan itulah, Satgas Penanggulangan Covid-19 Kalbar mensyaratkan setiap penumpang yang akan masuk ke wilayah Kalbar harus menggunakan surat keterangan tes usap (PCR) negatif berkode batang.
Setiba di Bandara Supadio Pontianak, petugas akan memeriksa surat keterangan hasil uji tes Covid-19. Kode batang di lembaran itu akan dipindai. Jika saat dipindai ternyata asli, penumpang dipersilakan masuk.
”Namun, apabila saat barcode dipindai ternyata tidak menunjukkan bahwa surat tersebut asli, yang bersangkutan akan dites usap (PCR) ulang di bandara, termasuk jika ada yang datang dengan surat keterangan, tetapi tidak ada barcode,” ujarnya.
Jika hasilnya positif, yang bersangkutan akan dikarantina 14 hari di tempat yang sudah disiapkan. Selama karantina penumpang harus membayar biaya makan dan biaya tes usap (PCR) sendiri. Mereka juga akan didenda paling banyak Rp 5 juta. ”Jadi, jangan sekali-kali menggunakan surat keterangan hasil tes usap palsu,” ujarnya.
Kalbar saat ini mewaspadai adanya lonjakan kasus Covid-19. Di Kalbar secara kumulatif hingga per tanggal 18 Mei sudah ada 9.485 kasus Covid-19. Sebanyak 8.713 orang (91,86 persen) di antaranya sudah sembuh dan 73 orang (0,76 persen) meninggal. Adapun kasus aktif sebanyak 73 orang.
Per tanggal 16 Mei 2021, menurut Harisson, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (RS), baik di swasta maupun milik pemerintah untuk pasien Covid-19, sebesar 48,9 persen. Angka tersebut cukup mengkhawatirkan.
”Ini mendekati batas berbahaya. Titik aman tingkat keterisian tempat tidur sekitar 50 persen. Jika menyentuh 50 persen, diprediksi akan terus meningkat sehingga rumah sakit tidak mampu melayani pasien Covid-19,” ujarnya.
Dinkes Provinsi Kalbar telah mengingatkan dinkes kabupaten/kota dan seluruh RS untuk menambah tempat tidur perawatan Covid-19. Sebab, ada kemungkinan peningkatan kasus Covid-19 akibat meluapnya kawasan wisata dan kendurnya protokol kesehatan.
Satgas Provinsi Kalbar juga mengingatkan satgas kabupaten/kota untuk terus melaksanakan tes, pelacakan, dan pengobatan. Sampel tes dikirim ke Dinkes Provinsi. Dalam hal pencegahan, peran RT dan kepala desa berperan besar untuk mengawasi dan memastikan karantina di lingkungannya berjalan lancar.
Titik aman tingkat keterisian tempat tidur sekitar 50 persen. Jika menyentuh 50 persen, diprediksi akan terus meningkat sehingga rumah sakit tidak mampu melayani pasien Covid-19.
Di Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalbar, pelacakan terus dilakukan. Kepala Dinkes Kota Pontianak Sidig Handanu menuturkan, setiap hari ada 150-200 sampel dikirim ke Dinkes Provinsi untuk diperiksa. Pelacakan tersebut dari hasil usap pasien yang sakit.
Pengambilan sampel di tempat-tempat umum, antara lain di kafe dan pasar, juga akan dilaksanakan. Ini dilakukan untuk mengetahui penularan di tingkat populasi.
Saat ini tingkat keterisian tempat tidur di RS Pontianak, baik swasta maupun milik pemerintah, mencapai 60 persen. Pasien yang dirawat di RS di kota ini tidak hanya warga Pontianak, tetapi juga warga dari luar Pontianak.