Okupansi Hotel di Batu Anjlok hingga di Bawah 10 Persen
Batu salah satu tujuan favorit wisatawan di Jawa Timur dan daerah lainnya di Indonesia, tetapi larangan mudik dan penerapan aglomerasi berdampak pada merosotnya jumlah wisatawan dan anjloknya okupansi hotel.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Kebijakan larangan mudik, penyekatan, dan aglomerasi wilayah berdampak pada tingkat hunian hotel dan vila atau homestay di Kota Batu, Jawa Timur, pada masa Lebaran 1442 Hijriah. Banyak calon tamu mengurungkan niat dan membatalkan reservasi.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu mencatat tingkat hunian hotel di Batu turun drastis hingga di bawah 10 persen. Alasannya, selama ini, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Batu berasal dari Surabaya, yang notabene berada di luar aglomerasi.
Berdasarkan pengamatan Kompas beberapa hari terakhir, khususnya sejak larangan mudik diberlakukan pada 6 Mei, kondisi Batu relatif sepi. Kendaraan yang melintas juga cukup lengang. Hanya ada satu-dua mobil berpelat luar daerah, itupun belum bisa dipastikan warga daerah lain karena tidak sedikit warga Malang Raya yang memiliki kendaraan berpelat non-N.
Ketua PHRI Kota Batu Sujud Hariadi, Selasa (11/5/2021), mengatakan, Surabaya dan sekitarnya (Gresik dan Sidoarjo) menjadi pasar potensial menyumbang 70 persen wisatawan ke Batu. Sisanya 30 persen berasal dari daerah lain, termasuk Malang Raya.
”Masalahnya Batu terpisah dari Surabaya, tidak berada dalam satu aglomerasi. Kurang beruntungnya Batu, ya, di situ. Jadi, tingkat okupansinya langsung anjlok,” ujarnya.
Penurunan okupansi dirasakan hampir semua hotel. Bahkan, Sujud mencontohkan ada salah satu hotel di Batu yang kehilangan 30 kamar karena calon tamu membatalkan kunjungan. Sebelumnya, calon tamu memesan kamar sebelum aglomerasi diterapkan.
Masalahnya Batu terpisah dari Surabaya, tidak berada dalam satu aglomerasi. Kurang beruntungnya Batu, ya, di situ. Jadi, tingkat okupansinya langsung anjlok.
Jika mengandalkan wisatawan Malang Raya plus Pasuruan dan Probolinggo, Batu hanya bisa meraup 20 persen potensi pasar. Sementara di wilayah ini terdapat banyak obyek wisata unggulan Jawa Timur dan nasional, termasuk Bromo. Artinya, pelaku wisata harus berebut kue yang ada.
”Aturannya wisata di Malang Raya, Pasuruan, Probolinggo diperbolehkan karena berada dalam satu wilayah aglomerasi. Kalau dari Surabaya, Sidoarjo, untuk masuk wilayah Malang Raya harus dengan berbagai persyaratan, ada surat jalan, rapid tes, dan lainnya,” katanya.
Merosotnya tingkat okupansi tidak hanya dirasakan hotel, tetapi juga vila dan homestay yang selama ini menjadi pilihan alternatif wisatawan saat berkunjung ke Batu.
Pemilik salah satu homestay di Desa Oro-oro Ombo, Maman Adi Saputra, mengatakan, di tempatnya ada tiga rombongan tamu yang membatalkan acara. Mereka berasal dari Semarang, Surabaya, dan Banyuwangi.
Hal serupa, menurut Maman, juga dirasakan pemilik homestay dan vila lainnya di Oro-oro Ombo. ”Terdampak sekali oleh kebijakan larangan mudik dan aglomerasi. Sebelum pandemi pada H-7 Idul Fitri biasanya tamu sudah masuk ke vila, tetapi saat ini masih nihil,” ujarnya.
Menurut Maman, jika diukur dengan nilai nominal dalam waktu dua pekan, sejak H-10 sampai H+7 pengelola vila telah kehilangan penghasilan sekitar Rp 10 juta dengan asumsi satu vila memiliki tiga kamar. ”Tahun kemarin, meskipun diterapkan PSBB, masih ada tamu yang bermalam di vila. Tahun ini mereka gigit jari,” katanya.
Kunjungan wisata
Adapun dari sisi kunjungan wisatawan, Sujud yang juga direktur Taman Rekreasi Selecta menjelaskan, dari hitungan kasar masih ada wisatawan ke Batu. Di Selecta, misalnya, sampai 17 Mei jumlah pengunjung diperkirakan tidak sampai 500 orang per hari. Angka itu masih di bawah kondisi normal, sedangkan kapasitas Selecta mencapai 10.000 pengunjung.
”Kalau lihat animo masyarakat di Malang Raya untuk berwisata, sebenarnya ada. Namun, mereka sepertinya sekadar jalan-jalan dan tidak masuk lokasi wisata yang berbayar. Mungkin hanya ngadem di lokasi tertentu atau membeli tanaman,” katanya.
Selain mengedepankan protokol kesehatan, pelaku wisata di Batu juga membatasi jumlah pengunjung 50 persen. Menurut Sujud, dengan melihat kondisi yang ada, pihaknya pihaknya pesimistis jumlah wisatawan bisa mencapai kuota yang ditentukan.
”Kita bisa memahami kondisi sekarang sulit. Kami juga bisa memahami bahwa kebijakan penyekatan dan aglomerasi wilayah diadakan untuk mengendalikan pandemi. Semoga kondisinya segera membaik,” ucapnya.
Sementara itu, melalui rilis pada Selasa sore, pihak Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) menyatakan semua obyek wisata di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sementara ditutup total untuk semua aktivitas wisata dan kegiatan lain mulai 13-23 Mei.
Pengumunan penutupan ini ditandatangani Pelaksana Tugas Kepala BBTNBTS Novita Kusuma Wardani. Penutupan dilakukan dengan memperhatikan Surat Edaran (SE) Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 adendum SE Bupati Probolinggo Nomor: 556/356/426.118/2021.
Selain itu juga SE Bupati Lumajang Nomor: 556/1052/427.1/2021 serta Telegram Kapolri Nomor STR/336/4/PAM.3.2/2021 untuk mewaspadai meluasnya penyebaran Covid-19 pada masa libur Idul Fitri 1442 H dan periode pengetatan perjalanan dalam negeri.