ASN dan TNI-Polisi Tercatat Jadi Penerima Bansos di Tegal akibat Kekeliruan Data
Lebih dari seribu ASN, anggota TNI, polisi, dan karyawan BUMN tercatat sebagai penerima bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial. Dinas sosial setempat berkomitmen untuk segera memperbaiki data penerima manfaat.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Sebanyak 1.011 orang yang bekerja sebagai aparatur sipil negara, anggota TNI dan kepolisian, serta karyawan badan usaha milik negara di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tercatat sebagai penerima bantuan sosial tunai dari pemerintah. Hal itu terjadi karena kelalaian petugas saat memasukkan dan mengunggah data calon penerima bantuan.
Kejadian tersebut terungkap saat sejumlah orang terkejut setelah menerima undangan untuk mengambil bantuan sosial tunai (BST) dari pejabat RT/RW. Salah satu penerima undangan itu adalah Kepala Subbagian Komunikasi Pimpinan Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal Hari Nugroho.
Hari mendapatkan undangan pengambilan BST pada Minggu (9/5/2021) pagi dari ketua RT di lingkungan rumahnya. Dalam undangan itu tertulis, Hari diminta datang untuk mengambil BST sebesar Rp 600.000 di kantor Kelurahan Slawi Kulon pada Senin (10/5/2021).
”Sebelumnya tidak pernah ada pendataan atau apa pun terkait BST. Karena kurang yakin, saya cek Data Terpadu Kesejahteraan Sosial di laman Kementerian Sosial dan mendapati ada nama saya di daftar tersebut,” kata Hari saat dihubungi, Selasa (11/5/2021).
Menurut Hari, tak hanya dirinya yang mendapatkan undangan tersebut, tetapi juga sejumlah ASN di lingkungan Pemkab Tegal yang tinggal di satu perumahan yang sama dengannya. Hari kemudian melaporkan hal itu kepada petugas Dinas Sosial Kabupaten Tegal dan pejabat di Kelurahan Slawi Kulon. Pada Minggu malam, seluruh undangan yang disebar di lingkungan perumahan itu pun ditarik kembali.
Secara terpisah, Penjabat Lurah Slawi Kulon Hendartono mengakui adanya kesalahan dalam proses input data penerima BST. Dengan dalih waktu yang terbatas, petugas asal memasukkan data yang disalin dari daftar penduduk tanpa melihat kembali jenis pekerjaan penduduk. Data itu juga tidak dikonsultasikan kembali dengan lurah sebelum diunggah.
”Dari 2.063 orang yang kami usulkan, sebanyak 613 orang tergolong sebagai yang tidak layak mendapat bantuan. Mereka terdiri dari ASN, polisi, tentara, dan karyawan badan usaha milik negara. Padahal, bantuan ini dialokasikan untuk masyarakat prasejahtera, terutama yang terdampak pandemi Covid-19,” ujar Hendartono.
Hendartono menuturkan, pekan depan, pihaknya akan menyelenggarakan musyawarah desa untuk memperbaiki data penerima BST. Dalam musyawarah tersebut, nama-nama warga yang tidak layak menerima bantuan akan dicoret dari daftar penerima. Dalam musyawarah itu, setiap ketua RT dan ketua RW juga diminta mengusulkan nama-nama warganya yang berhak menerima bantuan.
Dari 2.063 orang yang kami usulkan, sebanyak 613 orang tergolong sebagai yang tidak layak mendapat bantuan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tegal Nurhayati mengungkapkan, kesalahan peng-input-an data tidak hanya terjadi di Kelurahan Slawi Kulon, tetapi juga di sejumlah daerah lain, seperti Kelurahan Procot, Kelurahan Pakembaran, Kelurahan Kudaile, Kelurahan Kagok, Desa Dukuhwringin, dan Desa Dukusalam. Dari hasil penelusuran Dinas Sosial Kabupaten Tegal, ada 1.011 orang yang tercatat sebagai penerima BST kendati mereka tidak layak mendapatkan bantuan.
Setelah mendapatkan fakta tersebut, Nurhayati langsung melaporkan anomali data itu kepada Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial. Ia juga berkoordinasi dengan pimpinan PT Pos Indonesia Tegal untuk tidak menyalurkan bantuan, khususnya kepada 1.011 penerima BST yang dinilai tidak layak tersebut.
”Setelah anomali data diperbaiki melalui musyawarah desa, daftar penerima manfaat akan diunggah ke Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation. Adapun sisa salur dana BST akan kami kembalikan ke kas negara,” ucap Nurhayati.
Ia menyesalkan adanya kekeliruan dalam peng-input-an data penerima BST. Nurhayati berharap, para perangkat desa/kelurahan rutin memperbarui data penerima manfaat, dengan lebih dulu berkomunikasi dengan pejabat RT/RW. Dengan begitu, kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.