Penyekatan Diperketat, Pemudik Nekat ”Ditangkap”
Sejumlah kelurahan dan desa di Jawa Barat menyiapkan sekitar 2.500 ruang isolasi. Semua dilakukan untuk mengarantina pemudik nekat demi mencegah penularan Covid-19.
Masa larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021 telah berjalan. Penyekatan kendaraan di perbatasan antardaerah juga sudah dilakukan. Namun, hal ini bukan jaminan mutlak tidak ada pemudik yang lolos sampai ke kampung halaman.
Belakangan, sejumlah kelurahan dan desa di Jawa Barat menyiapkan sekitar 2.500 ruang isolasi. Semua dilakukan untuk mengarantina pemudik nekat demi mencegah penularan Covid-19.
Setelah berjalan kaki sekitar 75 meter dari rumahnya, Onda Irawan (68) tiba di bangunan dua lantai di RW 006 Kelurahan Antapani Tengah, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (7/5/2021). Rumah itu tidak berpenghuni.
Pintu dan jendelanya terkunci. Dua bulan lalu, rumah itu pernah menjadi hunian sementara bagi warga yang anggota keluarganya terpapar Covid-19. Tujuannya untuk meminimalkan potensi penularan virus korona baru.
Menjelang Lebaran, rumah itu disiapkan menjadi tempat karantina bagi warga yang nekat mudik. Mereka akan diisolasi selama lima hari untuk menekan risiko penyebaran Covid-19.
”Kami terus memonitor. Sejauh ini belum ada yang mudik. Mungkin karena penyekatan ada di mana-mana. Tetapi, untuk berjaga-jaga ada yang bocor (lolos penyekatan), disiapkan tempat isolasi,” ujar Onda, Sekretaris RW 006 Kelurahan Antapani Tengah.
Tempat isolasi itu terdiri atas enam kamar. Sebelum pandemi, rumah tersebut dikontrakkan oleh pemiliknya yang saat ini tinggal di Arcamanik, Bandung.
”Karena saat ini tidak ada yang mengontrak, pemiliknya bersedia rumah itu dijadikan tempat isolasi,” ujarnya.
Menurut Onda, tempat isolasi tidak hanya berguna untuk menampung pemudik. Namun, juga memberikan kenyamanan bagi warga. Sebab, pandemi belum mereda sehingga membuat warga khawatir.
Mobilitas tinggi masyarakat saat mudik Lebaran berpotensi meningkatkan potensi penularan Covid-19. Oleh sebab itu, Onda berharap warga menaati kebijakan larangan mudik.
”Ini demi kebaikan bersama agar Covid-19 tak semakin parah. Semoga dengan berjalannya vaksinasi, kita bisa bersilaturahmi pada Lebaran tahun depan,” ucapnya.
Baca juga: Kewaspadaan Batam pada Virus Baru Belum Dibarengi Lama Karantina
Berjarak sekitar 44 kilometer dari Kelurahan Antapani Tengah, Ismawanto Somantri, Kepala Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, masih dipusingkan mencari tempat isolasi yang memadai.
Ia sudah mendatangi lima rumah warga untuk dikontrak menjadi tempat isolasi. Namun, tawarannya selalu ditolak karena warga takut tertular Covid-19.
Tempat isolasi sangat penting untuk mengantisipasi kedatangan pemudik, terutama dari zona merah (Covid-19). Jadi, (pemerintah) desa masih berusaha mencari tempat yang cocok.
”Tempat isolasi sangat penting untuk mengantisipasi kedatangan pemudik, terutama dari zona merah (Covid-19). Jadi, (pemerintah) desa masih berusaha mencari tempat yang cocok,” ujarnya.
Di depan Kantor Desa Tenjolaya terdapat rumah yang tidak berpenghuni. Pada Juni 2020, rumah dua kamar itu pernah disiapkan sebagai tempat isolasi bagi warga yang reaktif Covid-19.
Akan tetapi, Ismawanto menilai, rumah itu kurang memadai. Salah satu faktornya karena terletak di sekitar pusat pemerintahan desa dan jalan utama desa sehingga interaksi warga di sana cukup tinggi.
Menyiapkan ruang isolasi bagi pemudik di desa tidaklah mudah. Ismawanto mengaku pernah beberapa kali menjadi sasaran kemarahan warga. Hal itu terjadi saat ia mengedukasi warga terkait larangan mudik.
”Beberapa warga malah marah ke saya. Mereka bilang, mengapa pasar dan mal boleh buka, tetapi mudik dilarang?” ujarnya.
Ismawanto menganggap kemarahan warga itu risiko yang dihadapinya sebagai kepala desa. Ia pun sedang berusaha meyakinkan warga lansia di desanya untuk mengikuti vaksinasi Covid-19.
”Kalau ada pemudik yang masuk desa, tentu berisiko. Jadi, kuncinya berada pada peyekatan pemudik,” ujarnya.
Kekhawatiran Ismawanto tak berlebihan. Perjalanan pemudik telah terbukti menularkan Covid-19 pada masa mudik Lebaran tahun lalu.
Baca juga: Langgar Karantina? Segera Saja Dihukum Berat Biar Jera
Gubernur Jabar Ridwan Kamil juga sering mengingatkan kerentanan ini. ”Tahun lalu ada yang ngotot mudik ke Ciamis. Kemudian ibunya meninggal karena terpapar Covid-19. Kami tidak mau kecolongan mengenai hal ini,” ujarnya.
Kamil mengatakan, pihaknya telah mengoperasikan 158 pos penyekatan kendaraan pemudik. Pada 6-7 Mei, petugas telah memeriksa 64.000 kendaraan. Sejumlah 22.000 kendaraan di antaranya diputar balik karena terindikasi melakukan perjalanan mudik.
Maka, di desa dan kelurahan kami sudah siapkan 2.500-an ruang isolasi. Sudah diinstruksikan kepada perangkat desa bagi yang ngotot agar setiba di kampung halaman untuk dikarantina.
Akan tetapi, sejumlah pemudik diprediksi akan menyiasati penjagaan di pos penyekatan untuk lolos sampai ke kampung halaman. ”Maka, di desa dan kelurahan kami sudah siapkan 2.500-an ruang isolasi. Sudah diinstruksikan kepada perangkat desa bagi yang ngotot agar setiba di kampung halaman untuk dikarantina,” ujarnya.
Survei Kementerian Perhubungan mengindikasikan animo masyarakat untuk mudik cukup tinggi. Sebanyak 33 persen warga, yakni 81 juta warga, akan mudik Lebaran jika tak ada larangan dari pemerintah. Sementara jika pemerintah melarang mudik, 11 persen atau 27 juta warga ingin tetap mudik (Kompas, 8/4/2021).
Berdasarkan survei itu, Jabar menjadi tujuan mudik terbanyak kedua sebesar 23 persen. Jumlah itu masih di bawah Jateng sebesar 37 persen. Sementara Jawa Timur menjadi tujuan mudik terbanyak ketiga sebesar 14 persen.
Kamil meyakini, kombinasi penyekatan dan ketersediaan tempat isolasi efektif untuk mencegah penularan Covid-19. Ia berjanji akan menampilkan data pemudik nekat yang menjalani isolasi tersebut di Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar).
”Hasil akhirnya kami akan hitung berapa kenaikan bed occupancy rate (keterisian tempat tidur) rumah sakit,” sebutnya.
Jika tak diantisipasi, perjalanan mudik berpotensi memicu lonjakan kasus Covid-19. Hal ini telah terbukti pada masa libur panjang sebelumnya. Pengetatan penyekatan kendaraan saja tak cukup. Desa dan kelurahan harus sigap ”menangkap” pemudik nekat untuk dikarantina agar penyebaran Covid-19 tak semakin parah.
Baca juga: Pemudik Abaikan Kewajiban Karantina Setibanya di Kampung Halaman