Diperiksa Terkait Raibnya Dana Rp 9,5 Miliar Bank Sultra, Wakil Bupati Konkep Mengaku Tidak Tahu Aliran Dana
Kasus raibnya dana kas Bank Sultra Cabang Konawe Kepulauan memasuki tahap baru. Wakil Bupati Konawe Kepulauan Andi M Lutfi diperiksa terkait kasus ini. Penyidikan oleh aparat masih berlangsung.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Markas Polda Sultra di Kendari, Senin (28/12/2020).
KENDARI, KOMPAS — Aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara memeriksa Wakil Bupati Konawe Kepulauan Andi Muhammad Lutfi terkait raibnya dana kas Bank Sultra senilai Rp 9,5 miliar. Selama tiga jam dan dicecar dengan 21 pertanyaan, Lutfi mengaku tidak tahu aliran dana tersebut. Penyidikan kasus masih berlangsung dan penetapan tersangka akan dilakukan beberapa waktu mendatang.
Pada Jumat (7/5/2021) siang, penyidik Polda Sultra melanjutkan pemeriksaan terkait hilangnya dana kas Bank Sultra Cabang Konawe Kepulauan (Konkep) senilai Rp 9,5 miliar itu. Pemeriksaan ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan 20 saksi sebelumnya.
”Pemeriksaan Wakil Bupati Konkep Andi Muhammad Lutfi ini rangkaian pemeriksaan sebelumnya terkait kasus dana Bank Sultra. Beliau diperiksa selama tiga jam, dengan total 21 pertanyaan,” kata Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Polda Sultra Komisaris Dolfi Kumaseh.
Pemeriksaan ini, menurut Dolfi, merupakan upaya penyidikan kepolisian dalam mengungkap hilangnya dana sekaligus menelusuri ke mana aliran dana tersebut. ”Terkait materi pertanyaan, itu untuk kepentingan penyidikan,” tambahnya.
Kompas
Pulau Wawonii, pulau utama Kabupaten Konawe Kepulauan, Sultra.
Selain Lutfi, tutur Dolfi, pemeriksaan sebelumnya telah dilakukan terhadap 20 orang. Beberapa di antaranya adalah kepala dinas di Pemkab Konkep, tujuh kepala desa di Konkep, dan sejumlah pegawai Bank Sultra Cabang Konkep.
Pihak kepolisian, ia melanjutkan, juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua perusahaan di Jakarta yang berkaitan dengan kasus ini. Pemeriksaan intensif terus dilakukan, yang akan dilanjutkan dengan penetapan tersangka ke depan.
Dihubungi secara terpisah, Lutfi mengatakan, ia datang memberikan keterangan sekaligus mengikuti semua proses hukum yang berlaku. Adapun soal materi penyidikan, ia serahkan ke pihak kepolisian dan enggan membeberkan.
Kalau dengan mantan Kepala Cabang Bank Sultra Konkep, IJP, saya pasti kenal sebagai pimpinan daerah.
”Yang jelas, terkait raibnya dana kas Bank Sultra Konkep, saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Kalau dengan mantan Kepala Cabang Bank Sultra Konkep, IJP, saya pasti kenal sebagai pimpinan daerah. Bohong saya kalau bilang tidak kenal,” tuturnya.
Kasus dugaan penyelewengan dana di Bank Sultra disinyalir dilakukan sejak 2018 hingga 2020. Modus yang dilakukan diduga kuat dengan memalsukan slip dokumen setoran yang mencapai Rp 9,5 miliar. Sejak kasus dilaporkan akhir Maret lalu, polisi telah memeriksa sejumlah saksi, terutama dari kantor cabang tersebut. Mantan Kepala Cabang Pembantu Bank Sultra Konawe Kepulauan, IJP, juga telah ditarik untuk memudahkan pemeriksaan.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sultra Mohammad Fredly Nasution menjabarkan, kasus di Bank Sultra Konawe Kepulauan terjadi di ranah kantor cabang pembantu. Di kantor tersebut, ada kepala kantor yang saat itu dijabat sebagai pelaksana tugas.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Barang bukti kejahatan perbankan yang dilakukan Faradiba Yusuf, Wakil Kepala Kantor BNI Cabang Ambon, Maluku, sepanjang tahun 2019.
Dalam ranah kewenangan, terang Fredly, dana kas kantor hanya bisa dikeluarkan di tingkat tertentu, mulai dari teller, head teller, hingga kepala cabang. Kewenangan tersebut sesuai nilai uang yang akan dikeluarkan.
”Di atas Rp 25 juta, kewenangan ada di kepala cabang, bahkan sampai kantor pusat. Hal itu untuk memitigasi risiko dan menjaga kemungkinan tindakan kejahatan,” ujarnya.
Dalam kasus di Konawe Kepulauan, tambah Fredly, diduga kuat dilakukan dengan modus tambal sulam. Dana yang diambil sebelumnya, ditutupi saat akan ada pemeriksaan. Aliran uang masuk dan keluar dilakukan dengan teknik penarikan dan pemasukan untuk membuat neraca keuangan seimbang.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo dan ahli perbankan Prof Natsir menerangkan, tindakan penyalahgunaan wewenang terjadi karena tiga hal, yaitu niat, kesempatan, dan tekanan. Hal ini yang membuat mereka yang memiliki kewenangan bertindak di luar jalur hingga menyebabkan adanya kerugian.
”Dalam kasus Bank Sultra ini, nilai materinya saya dengar cukup besar, sampai Rp 9,5 miliar. Ini yang harus ditelusuri, apalagi berlangsung bertahun-tahun,” kata Natsir, yang juga pernah menjabat anggota komite audit di Bank Sultra hingga Maret 2020.
Selama dirinya menjabat, tambah Natsir, tidak pernah ada laporan fraud di cabang dengan nilai besar seperti saat ini. Sejauh yang ia tahu, laporan yang diterima dalam kondisi baik, dengan neraca seimbang.
Oleh sebab itu, ia menduga kejadian ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang. Akan tetapi, ada beberapa orang yang membuat laporan pertanggungjawaban tampak benar meski kejahatan terus terjadi.
Telebih lagi, ia melanjutkan, ada audit internal hingga akuntan publik yang dilakukan berkala setiap tahun. Seharusnya, dengan nilai kerugian miliaran rupiah, audit dapat menemukan adanya penyimpangan sejak dulu.