Tiga Tahun Kas Bank Sultra Hilang Rp 9,5 Miliar, Audit Menyeluruh Mendesak
Sejumlah karyawan hingga kepala desa yang diduga terkait raibnya dana kas Bank Sultra sebesar Rp 9,5 miliar sedang menjalani pemeriksaan secara intensif oleh Polda Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Barang bukti kejahatan perbankan yang dilakukan Faradiba Yusuf, Wakil Kepala Kantor BNI Cabang Ambon, Maluku, sepanjang 2019.
KENDARI, KOMPAS — Polda Sulawesi Tenggara mendalami raibnya dana kas Bank Sultra sebesar Rp 9,5 miliar. Sejumlah karyawan hingga kepala desa diperiksa intensif. Pemeriksaan menyeluruh didesak dilakukan atas penyelewengan dana yang dilakukan bertahun-tahun ini.
”Kasusnya masih dalam penyelidikan. Pemeriksaan saksi juga terus berlangsung, termasuk mantan kepala cabang Konawe Kepulauan, kantor cabang yang dana kasnya diduga diselewengkan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sultra Komisaris Besar Ferry Walintukan, Senin (12/4/2021).
Kasus dugaan penyelewengan dana di Bank Sultra, terang Ferry, dilakukan sejak 2018 hingga 2020. Modus yang dilakukan diduga kuat dengan memalsukan slip dokumen setoran yang mencapai Rp 9,6 miliar.
Sejak kasus dilaporkan akhir Maret lalu, ia melanjutkan, aparat telah memeriksa sejumlah saksi, terutama dari kantor cabang tersebut. Mantan Kepala Cabang Pembantu Bank Sultra Konawe Kepulauan, IJP, juga telah ditarik untuk memudahkan pemeriksaan.
Sejauh ini, enam saksi dari pihak internal telah diperiksa aparat. ”Yang diperiksa itu ada mantan kepala cabang, karyawan, sampai tim audit internal. Kasusnya sampai sekarang masih tahap penyelidikan,” ucapnya.
Selain pihak internal, aparat juga memeriksa sejumlah kepala desa di Konawe Kepulauan yang turut mengetahui hal ini. Pendalaman keterangan terus dilakukan untuk mengetahui modus hingga aliran dana dari kejadian ini.
”Untuk aliran dananya nanti, tentu kami akan meminta bantuan pihak terkait untuk penelusuran. Kami fokus di pemeriksaan saat ini,” ujar Ferry.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Riswandi (24) berada di dalam sel tahanan Ditresnarkoba Polda Sultra, Senin (28/12/2020), setelah tertangkap membawa sabu ke Polda Sultra. Pelaku diperintah oleh kakaknya yang berada di tahanan Polda Sultra setelah tertangkap memiliki sabu, akhir November lalu. Pelaku diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sultra Mohammad Fredly Nasution menjabarkan, kasus yang terjadi di Bank Sultra Konawe Kepulauan terjadi di ranah kantor cabang pembantu. Di kantor tersebut, ada kepala kantor yang saat itu dijabat sebagai pelaksana tugas.
Dalam ranah kewenangan, terang Fredly, dana kas kantor hanya bisa dikeluarkan di tingkat tertentu, mulai dari teller, head teller, hingga kepala cabang. Kewenangan tersebut sesuai nilai uang yang akan dikeluarkan.
”Di atas Rp 25 juta, kewenangan itu ada di kepala cabang, bahkan sampai kantor pusat. Hal itu untuk memitigasi risiko dan menjaga kemungkinan tindakan kejahatan,” ujarnya.
Selain itu, ia melanjutkan, secara periodik dilakukan pemeriksaan keuangan oleh satuan internal. Audit ini memeriksa keuangan kantor secara detail, baik dana yang tersimpan di kas, dana keluar, maupun penarikan, dan semua jenis transaksi.
Yang diperiksa ada mantan kepala cabang, karyawan, sampai tim audit internal. Kasusnya sampai sekarang masih tahap penyelidikan. (Ferry Walintukan)
Modus tambal sulam
Dalam kasus di Konawe Kepulauan, tambah Fredly, diduga kuat dilakukan dengan modus tambal sulam. Dana yang diambil sebelumnya, ditutupi saat akan ada pemeriksaan. Aliran uang masuk dan keluar dilakukan dengan teknik penarikan dan pemasukan untuk membuat neraca keuangan seimbang.
”Ini dilaporkan oleh internal kantor tersebut sendiri. Setelah dilakukan audit lagi dan dicek jumlahnya, ada selisih dana kas, dan itu dilaporkan dilakukan sejak 2018,” katanya. ”Bisa saja uangnya dipinjamkan ke orang lain atau semacamnya.”
Kompas
Outlook Stabilitas Sistem Perbankan Regional di Asia Pasifik
Terkait keterlibatan petinggi dan pihak lainnya, Fredly belum mau berkomentar banyak karena hal ini masih dalam ranah penyelidikan kepolisian. Pihak terkait juga telah ditarik ke kantor pusat dan aliran dana sedang ditelusuri.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Sultra Abdul Latif dalam rilisnya menerangkan, pihaknya telah mengambil langkah menonaktifkan Kepala Cabang Pembantu Bank Sultra Konawe Kepulauan, yaitu IJP, setelah kasus ini diketahui. Pelaporan ke pihak kepolisian juga dilakukan terkait adanya dugaan tindakan penyalahgunaan anggaran.
Kasus ini awalnya ditemukan oleh Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) pada 2021. Penyalahgunaan anggaran diduga kuat telah dilakukan sejak 2018, hingga terjadi selisih dengan angka miliaran.
”Dugaan tindakan fraud ini sudah saya laporkan ke polisi. Saya memberikan kuasa direksi kepada salah satu staf untuk mengadukan secara resmi ke Ditreskrimsus Polda Sultra,” kata Abdul Latif.
Di luar jalur
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo dan ahli perbankan Prof Natsir menerangkan, tindakan penyalahgunaan wewenang terjadi karena tiga hal, yaitu niat, kesempatan, dan tekanan. Hal ini yang membuat mereka yang memiliki kewenangan bertindak di luar jalur hingga menyebabkan adanya nilai kerugian.
”Dalam kasus Bank Sultra ini, nilai materinya saya dengar cukup besar, sampai Rp 9,5 miliar. Ini yang harus ditelusuri, apalagi berlangsung bertahun-tahun,” kata Natsir yang juga pernah menjabat anggota komite audit di Bank Sultra hingga Maret 2020.
Selama dirinya menjabat, tambah Natsir, tidak pernah ada laporan fraud di cabang dengan nilai besar seperti saat ini. Sejauh yang ia tahu, laporan yang diterima dalam kondisi baik, dengan neraca seimbang.
Oleh sebab itu, ia menduga kejadian ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang. Akan tetapi, ada beberapa orang yang membuat laporan pertanggungjawaban tampak benar meski kejahatan terus terjadi.
Telebih lagi, ia melanjutkan, ada audit internal hingga akuntan publik yang dilakukan berkala setiap tahun. Seharusnya, dengan nilai kerugian miliaran, audit menemukan adanya penyimpangan yang terjadi sejak dulu.
”Apakah cara menyembunyikannya yang pintar atau bagaimana. Gampang saja melihatnya, dari standar operasional pelayanan. Siapa yang bertanggung jawab, siapa yang bertugas, dan sebagainya. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan dengan adanya kejadian ini dan sanksi berat sudah sewajarnya diberlakukan,” ungkap Natsir.