Presiden Penuhi Aspirasi dari Lamongan dan Surabaya
Presiden Joko Widodo menyanggupi aspirasi dari Lamongan, yakni pengerukan pelabuhan dangkal, perbaikan mercusuar, dan pemecah gelombang. Di Surabaya, PSEL Benowo didorong menjadi percontohan nasional.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berupaya memenuhi aspirasi rakyat yang disampaikan dalam kunjungan kerja di Lamongan dan Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/5/2021).
Di Lamongan, Presiden meninjau Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI) Brondong. Setelah itu, Presiden meninjau pabrik pengolahan produk pangan bahari PT Bumi Menara Internusa (BMI). Sejak 2020, BMI mengekspor produk perikanan dan olahannya ke Amerika, Eropa, Asia, dan Australia.
Menurut Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, aspirasi dari kalangan nelayan telah disampaikan kepada Presiden, antara lain pengerukan kawasan pelabuhan yang mendangkal di Brondong. Pendangkalan mengganggu aktivitas nelayan karena perahu dan kapal berisiko kandas saat akan sandar untuk memasarkan hasil tangkapan dan budidaya.
”Juga perbaikan lampu menara mercusuar dan breakwater atau pemecah gelombang,” ujar Yuhronur, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Kabupaten Lamongan.
Yuhronur mengatakan, Presiden menyanggupi untuk memenuhi seluruh aspirasi itu. Namun, Yuhronur perlu menindaklanjuti dengan mengirim permohonan secara tertulis. ”Presiden berpesan agar saya segera membuat surat,” kata Yuhronur.
Setelah dari Lamongan, Presiden meninjau Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo, di Surabaya. Sebelumnya, kompleks ini dinamai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo. Sebelum ada pembangkit, kawasan ini disebut Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Benowo.
Menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, pengoperasian PSEL Benowo cukup panjang. Pada 2012, Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini (kini Menteri Sosial), menginginkan pengolahan sampah menjadi sumber energi alternatif untuk listrik.
Saat itu, pemerintah menggandeng PT Sumber Organik (SO). Perusahaan itu pada awalnya mengolah sampah menjadi listrik dengan metode landfill gas power plant atau memanfaatkan gas/bau sampah untuk memproduksi energi listrik.
Pada 2015, PT SO mulai memakai metode gasification power plant, yakni memanfaatkan pembakaran sampah untuk energi listrik. Metode ini secara operasional bisa diwujudkan penuh pada 2020. ”PSEL mampu memproduksi 11-12 megawatt,” kata Eri.
PSEL Benowo menjadi proyek percontohan nasional atas keberhasilan Surabaya memanfaatkan sampah sebagai sumber energi listrik. Proyek ini pada dasarnya telah dimulai sejak April 2018 ketika Presiden menandatangani Peraturan Nomor 35 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Dari peraturan itu, pemerintah menunjuk 12 lokasi percontohan proyek, termasuk Surabaya.
Dalam perjalanannya, menurut Presiden saat pidato peresmian, hanya Surabaya yang berhasil menyelesaikan dan telah operasional. Daerah lain disebut maju-mundur, terkendala urusan tipping fee hingga status aset itu ke depan apakah milik pemerintah atau swasta.
Eri mengatakan, Surabaya sangat terbuka bagi daerah lain yang ingin mencontoh program PSEL itu. Selain itu, pemerintah juga tetap akan mendorong peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah. Prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) atau kurangi, guna ulang, dan daur ulang, ditambah pemilahan di masyarakat perlu terus disosialisasikan dan diawasi agar berjalan.
Setiap hari, sampah yang harus diolah di Benowo mencapai 1.600 ton. Tidak semua sampah bisa diproses untuk menghasilkan energi. Eri berharap sampah yang dikirim ke Benowo dapat berkurang 20 persen ketika prinsip pemilahan dan 3R berjalan maksimal. Sampah yang dikirim ke Benowo perlu yang sudah terpilah dan siap diproses.