Pengungkapan Alat Tes Antigen Tanpa Izin Edar Diawali Keresahan Warga
Tersangka menjual dua merek tak berizin edar, yakni Clungene dan Hightop. Di samping itu, ia juga menjual merek Speed Check yang telah berizin edar. Alat tes tersebut berasal dari China dan dibeli tersangka dari Jakarta.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Tengah mengungkap praktik penjualan alat tes antigen tanpa izin edar pada Rabu (5/5/2021) dan telah menetapkan satu tersangka. Pengungkapan itu diawali warga yang merasa hasil tesnya tidak akurat sehingga salah satu klinik akhirnya melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Tersangka kasus itu, SPM (34), menjual dua merek alat tes antigen tanpa izin edar, yakni Clungene dan Hightop. Di samping itu, ia juga menjual merek Speed Check yang telah berizin edar. Alat tes buatan China itu dibelinya dari Jakarta. Polisi menyita barang bukti, antara lain, 245 boks merek Clungene (25 buah per boks), 121 boks merek Hightop (25 buah per boks), dan 3 boks Speed Check (25 buah per boks), serta 59 pak stik tes usap (100 buah per pak).
Kepala Subdirektorat I Indagsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Asep Mauludin, saat dihubungi, Kamis (6/5/2021), mengatakan, tersangka menjual barang-barang itu secara daring. Sejumlah klinik di Jateng dan perorangan membeli kepada tersangka untuk kemudian diantarkan atau bertemu.
”Di klinik, ada warga yang tes, tetapi hasilnya dirasa tidak akurat karena mencari second opinion dan ternyata hasilnya berbeda. Warga komplain ke klinik. Lalu, klinik memberikan informasi kepada kami yang kemudian ditindaklanjuti,” kata Asep.
Asep menjelaskan, pada 27 Januari 2021, anggota timnya menyamar sebagai staf klinik yang hendak membeli alat tes tersebut kepada tersangka di daerah Banyumanik, Kota Semarang. Saat itu, ia bertemu dengan dua kurir yang membawa 25 boks alat tes antigen merek Clungene dan 3 boks merek Speed Check. Penyitaan dilakukan di gudang milik SPM di Bangetayu, Semarang.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, SPM ditetapkan tersangka pada awal Mei 2021. ”Yang jelas, tersangka ini aktivitasnya terkait dengan permintaan tinggi dari masyarakat. Mungkin dia melihat peluang bisnis hingga akhirnya terjun ke usaha ini,” kata Asep.
Berdasarkan pantauan, merek Clungene atau Lungene dan Hightop masih dijual di sejumlah lokapasar (marketplace) dengan harga di atas Rp 1 juta untuk isi 25 buah. Asep menegaskan, setiap alat kesehatan dan farmasi, termasuk alat tes antigen, wajib memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan sebelum diedarkan ke masyarakat.
Sebelumnya, Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi menuturkan, selama lima bulan menjalankan bisnis itu, tersangka meraup pendapatan kotor Rp 2,8 miliar. ”Harganya lebih murah (dari pasaran) karena tak punya izin edar. Ini sangat merugikan, terutama terkait dengan perlindungan konsumen,” kata Luthfi.
Akibat perbuatannya, SPM dijerat Pasal 106 Ayat (1) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar. Selain itu, dia juga dijerat Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta kepolisian mengusut lebih jauh kasus peredaran alat tes cepat antigen tanpa izin edar tersebut. Ia menekankan agar alat kesehatan harus dipastikan jaminan izin edarnya.
”Saya kira perlu untuk dicek lebih dalam karena itu problemnya, kan, tidak ada izin edar. Mungkin barang berkualitas, tetapi kalau tidak ada izin edar, kualitas itu benar apa tidak (tak bisa dipastikan). Maka, kami minta untuk dilakukan pengecekan, didalami, dan kalau ada tindakan tidak benar, ya, hukum seberat-beratnya,” kata Ganjar.