AHY, Ulama, dan ”Yang Ini Pun Akan Berlalu”
Ketua Umum Partai Demokrat AHY menggelar Safari Ramadhan di sejumlah daerah, termasuk Sulteng, untuk bersilaturahmi dengan ulama. Langkah itu dinilai tak terlepas dari strategi jelang Pemilihan Presiden 2024.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dalam beberapa hari belakangan menggelar Safari Ramadhan. Kota Palu, Sulawesi Tengah, menjadi salah satu tempat yang ia kunjungi. Ia bertemu dan menggelar buka puasa bersama dengan para ulama, selain tentu dengan kader partai. Ulama menguatkan sekaligus mengingatkannya. Menuju 2024?
AHY, begitu Agus Harimurti Yudhoyono lebih dikenal, mengunjungi Palu, Senin (26/4/2021). Ia menyambangi Palu setelah berada di Banjarmamsin, Kalimantan Selatan, sehari sebelumnya dalam lawatan bertajuk Safari Ramadhan.
Tiba sekitar pukul 13.30 Wita, putra Presiden RI 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu langsung bersilaturahmi dengan ulama Sulteng, Ketua Utama Alkhairat Saggaf bin Muhammad Aljufri. Pertemuan itu berlangsung sekitar satu jam. Alkhairat adalah organisasi keagamaan besar yang berpusat di Palu.
Setelah istirahat sebentar, AHY yang datang bersama Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsa dan didampingi Ketua DPD Partai Demokrat Sulteng yang juga anggota DPR, Anwar Hafid, menggelar silaturahmi dengan ulama se-Sulteng dan kader partai.
Acara itu berlangsung sejam. AHY menyebut semua organisasi yang dipimpin para ulama dengan rinci, antara lain perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulteng, MUI Kota Palu, dan Forum Umat Islam Sulteng. Setiap dewan pimpinan cabang pun membawa ulama dari daerahnya.
Acara ditutup dengan buka bersama. Di ruangan acara, para ulama dan petinggi partai duduk mengelilingi meja bundar di mimbar. Kader dan undangan lain, termasuk wartawan, duduk di kursi yang dijejer dengan jarak antarkursi tak lebih dari 40 sentimeter. Dalam konteks pencegahan penularan Covid-19, jarak antarkursi itu tak memenuhi syarat protokol kesehatan.
Peserta juga hampir memenuhi ruangan, bukan separuh ruangan seperti aturan acara dalam ruangan yang mensyaratkan separuhnya saja, atau bahkan kurang dari itu. Memang semua undangan memakai masker dan itu berkali-kali ditegaskan oleh pembawa acara.
Saat menyampaikan pidato, AHY dari mimbar menegaskan, pemimpin (umara) harus dekat dengan ulama. Kedekatan itu terutama dalam konteks bertukar pemikiran dan pendapat untuk membangun bangsa-negara. Tak hanya dengan ulama Islam, hal itu berlaku dengan pemuka agama lain di Indonesia.
Di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak resesi ekonomi, kita semua harus bersatu.
Kedekatan ulama dan pemimpin, lanjut AHY, merupakan jati diri Partai Demokrat yang memiliki semboyan nasionalis-religius. ”Dua hal itu fondasi kebangsaan. Kita merdeka dan membangun negara ini karena dan dengan landasan nasionalisme dan religiositas,” katanya, yang disambut tepuk tangan hadirin.
AHY sedih dalam beberapa waktu belakangan dua unsur itu selalu dibenturkan untuk kepentingan-kepentingan sesaat. Menurut dia, seharusnya hubungan antara dua elemen bangsa-negara itu perlu terus dipererat. ”Di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak resesi ekonomi, kita semua harus bersatu,” ujar AHY yang terus menggerakkan tangan kanannya saat berbicara. Tangan kirinya memegang mikrofon.
AHY tak menyinggung secara khusus soal kisruh di tubuh partai yang dipimpinnya dengan adanya kubu Demokrat Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang yang dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Di bagian awal pidato, dia hanya menyebut pengurus-pengurus dewan pimpinan daerah Sulteng dan dewan pimpinan cabang kota/kabupaten. Dari panggung, dia bilang, ”sah” dan ”legal” untuk mereka. Pengurus pun membalas dengan teriakan ”sah” dan ”legal” sambil mengepalkan tangan.
Saat ditanya seusai acara, AHY menyebut dirinya tidak fokus pada kader yang membelot, tetapi pada kader yang loyal dan bersatu untuk Partai Demokrat. Ia mengatakan, mereka yang membelot itu tetap dibukakan pintu maaf, meski di sisi lain apa yang telah mereka perbuat tak dengan mudah dilupakan (forgive, but not forget).
Ia bersama kader Partai Demokrat pun siap untuk meladeni gugatan atau langkah hukum yang barangkali ditempuh kubu KLB Deli Serdang.
Terkait dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, AHY mengatakan, hal itu masih terlalu dini, tetapi komunikasi dengan partai politik lain terus terjalin. Ia menyebut sudah pernah sowan kepada pimpinan partai lain. Hal itu terhenti setelah adanya prahara di tubuh Demokrat. Ia akan rajin untuk bersilaturahmi lagi dengan pimpinan partai lain.
Silaturahmi dengan ulama dapat dibaca sebagai bagian dari strategi menjelang Pilpres 2024.
AHY mengakui, silaturahmi dengan pimpinan partai lain perlu terus diperkuat. Silaturahmi itu untuk bertukar ide dalam membangun Ibu Pertiwi tercinta, kendati dalam politik ada persaingan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, yang dimintai pendapat terkait langkah AHY, menyatakan bahwa silaturahmi dengan ulama dapat dibaca sebagai bagian dari strategi menjelang Pilpres 2024. Bahkan, AHY dinilai melakukan langkah cerdas dengan memanfaatkan Ramadhan untuk mendekati ulama yang secara sosial memiliki basis massa.
Jika dilihat dari pidato-pidato selama ini, lanjut Slamet, AHY sering menegaskan pentingnya sinergi dengan ulama. Hal itu membawa sentimen positif tersendiri yang bisa berdampak elektoral di tengah masih ”berjarak”-nya pemerintahan Joko Widodo dengan para ulama ditandai dengan kasus hukum yang menimpa beberapa ulama.
Namun, kata Slamet, tentu ulama hanya salah satu elemen yang perlu didekati. Ada elemen-elemen sosial-politik lain yang perlu juga disentuh.
Meneguhkan dan mengingatkan
AHY pada malam itu tampaknya diteguhkan ulama yang diwakili Ketua MUI Kota Palu Zainal Abidin. Diteguhkan dalam arti AHY bersama Partai Demokrat telah melewati badai atau prahara dalam tubuh partai itu setelah Kementerian Hukum dan HAM tak mengakui Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.
Baca juga : Kalah di Kemenkumham, Kubu Moeldoko Akan Tempuh Jalur Hukum
Zainal mengilustrasikannya dalam sebuah kisah. Konon, seorang pemimpin mendatangi tukang cincin minta untuk dibuatkan cincin dengan tulisan yang paling bagus. Kalimat apa yang cocok, pemimpin itu menyerahkannya kepada sang tukang cincin.
Setelah sebulan lamanya, tukang cincin itu menemukan kalimat untuk diukir pada cincin sang pemimpin. ”Yang ini akan berlalu”, begitu kata-kata mutiara tersebut.
”Jika ada masalah yang dihadapi, lihat saja tulisan di cincin ini. Jika terlalu senang, ingat tulisan di cincin ini. Jika ada kesedihan, baca tulisan di cincin ini,” kata Zainal, mengulangi perkataan tukang cincin kepada pemimpin yang memesan cincin tersebut.
Dari cerita itu, Zainal mengingatkan, di muka bumi ini jangan ada yang sombong. Semua yang ada akan berlalu, termasuk kekuasaan. ”Karena itu, tetaplah sejuk ketika panas, tetaplah tenang di tengah masalah. Saya kira AHY ini telah alami ini,” ucapnya, yang disambut tepuk tangan riang para kader Partai Demokrat.
Zainal, di akhir petuahnya menyebut pembawaan AHY tak beda jauh dengan SBY. Kata-kata diucapkan dengan jelas dan tegas. Bahkan, dengan berseloroh, dia menambahkan, ”Saya yang laki-laki jatuh cinta sama AHY. Badan tegap, ngomongjelas,” yang segera ditimpali gelak tawa undangan.
Baca juga : Dua Kubu Saling Klaim soal Keabsahan AD/ART Partai Demokrat
Guru besar di Institut Agama Islam Negeri Palu itu pun berharap dirinya bisa bertemu dengan membawakan ceramah suatu saat nanti dalam suasana yang lebih baik di hadapan AHY, yakni di Istana Negara.
Sontak hal itu disambut tepuk tangan meriah para kader Partai Demokrat. Bahkan, ada sejumlah kader yang bertepuk tangan sambil berdiri.
Apakah hal itu suatu saat terwujud? Tak ada yang tahu. Yang pasti bahwa Zainal telah menyatakan, ”Yang ini akan berlalu”.