Penyebab Pasti Fenomena Gempa Swarm di Samosir Belum Terjawab Tuntas
Sejak Januari, gempa bermagnitudo kecil dan hampir tidak dirasakan manusia bisa terjadi hingga 11 kali sehari di Kabupaten Samosir.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
SAMOSIR, KOMPAS — Fenomena gempa swarm atau kerumunan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, sangat menarik dikaji penyebab sesungguhnya. Sejak Januari, gempa bermagnitudo kecil dan hampir tidak dirasakan manusia itu bisa terjadi hingga 11 kali sehari. Fenomena ini diduga berkaitan erat dengan aktivitas vulkanis Pulau Samosir yang berada di atas gunung api purba Toba.
”Sejak 23 Januari hingga 20 April 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat adanya aktivitas gempa dengan magnitudo kecil berkedalaman sangat dangkal lebih dari 63 kali di wilayah Kabupaten Samosir, Sumatera Utara,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Kamis (22/4/2021).
Rentetan gempa ini bermagnitudo terkecil M 0,8 dengan kedalaman 2 kilometer (km) yang terjadi pada 19 April 2021, sedangkan gempa bermagnitudo terbesar M 3,9 yang terjadi pada 15 Maret 2021 dengan kedalaman 5 km. Gempa M 3,9 ini yang terbesar dan dirasakan sebagai guncangan lemah oleh warga Samosir dalam skala intensitas II MMI.
Ini menjadi tantangan bagi para ahli kebumian untuk mengungkap penyebab sesungguhnya. (Daryono).
Berdasarkan data gempa yang terkumpul, kata Daryono, sebagian besar rentetan gempa yang terjadi bermagnitudo kurang dari M 2,4 dengan kedalaman kurang dari 5 km. Rentetan gempa ini termasuk dalam klasifikasi tipe gempa kerumunan atau gempa swarm.
Menurut Daryono, aktivitas gempa swarm di Samosir sejauh ini tidak banyak dirasakan warga dan hanya tercatat oleh jaringan seismograf milik BMKG. Untuk itu masyarakat tidak perlu panik dan khawatir dengan adanya aktivitas gempa ini.
Pada beberapa kasus swarm banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian (vulkanik) dan hanya sedikit diakibatkan aktivitas tektonik murni. Gempa swarm vulkanik terjadi karena adanya gerakan fluida magmatik yang mendesak dengan tekanan ke atas dan ke samping tubuh gunung melalui saluran magma (conduit) atau bagian yang lemah (fracture dan patahan) dari gunung tersebut.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan, aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvulkanik. Swarm juga dapat terjadi di kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan.
Daryono mengatakan, fenomena gempa swarm di Samosir sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. ”Ini menjadi tantangan bagi para ahli kebumian untuk mengungkap penyebab sesungguhnya,” katanya.
Ariani Sitanggang (28), warga Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, mengatakan, mereka hanya sesekali merasakan gempa dalam beberapa bulan ini. ”Getarannya pun dalam intensitas yang sangat kecil, hanya sebagian orang yang merasakan dan sebagian tidak merasakan,” katanya.
Gempa pun beberapa kali menggetarkan benda-benda yang digantung di dinding atau perabot rumah tangga. Namun, getaran itu tidak sampai mengganggu atau membuat khawatir masyarakat. Masyarakat pun tetap beraktivitas seperti biasa.