Pemko Banda Aceh Diminta Bentuk Tim Kajian Situs Kerajaan Aceh
Pembentukan tim pengkaji akan menentukan proyek berlanjut atau dihentikan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Kantor Ombudsman RI Perwakilan Aceh mengeluarkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) berisi desakan kepada Pemerintah Kota Banda Aceh untuk membentuk tim riset mengkaji lebih jauh terkait adanya batu nisan kuno di lokasi pembangunan instalasi pengelolaan air limbah. Kajian mendalam penting agar ada titik terang terkait dugaan situs budaya peninggalan kerajaan Aceh.
Kepala Ombudsman Aceh, Taqwaddin Husin, Selasa (20/4/2021) menuturkan, rekomendasi itu keluar setelah rapat koordinasi dengan para pihak pada Senin (19/4/2021). Rapat dihadiri perwakilan pemerintah, perwakilan lembaga sejarah, pakar sejarah, dan perwakilan DPRD Kota Banda Aceh.
Rapat diwarnai pro dan kontra pembangunan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) di Desa Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh. Para pemerhati sejarah menolak pembangunan, sedangkan pemerintah tetap akan melanjutkan.
Banyak pihak menolak pembangunan IPAL di sana, karena kawasan itu patut diduga lokasi bekas kerajaan Aceh. Di lokasi pembangunan IPAL banyak ditemukan batu nisan kuno yang diduga milik keluarga kerajaan.
Taqwaddin menuturkan, Pemko Banda Aceh harus menyikapi serius temuan terbaru itu dengan membentuk tim kajian untuk mengkaji dampak warisan sejarah di lokasi pembangunan IPAL tersebut.
LAHP tersebut merupakan produk hukum yang mengikat dan wajib dijalankan oleh Pemko Banda Aceh. (Taqwaddin Husien)
Taqwaddin mengatakan, riset mendalam perlu segera dilakukan supaya persoalan IPAL dapat diputuskan, dianjutkan atau dihentikan. “Warga juga perlu diedukasi dengan informasi yang utuh terkait IPAL dan kawasan pembangunan,” kata dia.
Rekomendasi tersebut merupakan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Aceh. "LAHP tersebut merupakan produk hukum yang mengikat dan wajib dijalankan oleh Pemko Banda Aceh,” ujar Taqwaddin.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Nurmantias, sependapat dengan rekomendasi Ombudsman Aceh yang meminta Pemko Banda Aceh membentuk tim riset. Kajian terhadap warisan budaya di lokasi IPAL sangat perlu.
Nurmantias menambahkan, Desa Pande dan sekitarnya memang bekas Kerajaan Aceh. Namun, belum ada penetapan status situs cagar budaya. Oleh sebab itu, perlu kajian mendalam sebagai langkah awal mengusulkan sebagai cagar budaya.
“Pembangunan tambak di sekitar desa itu sebenarnya juga telah mengeksploitasi terhadap situs sejarah, sebab di dalam tambak juga banyak ditemukan batu nisan kuno,” kata Nurmantias.
Hasil kajian akan menjadi landasan penentuan kebijakan melanjutkan atau menghentikan. Apapun hasilnya nanti harus diterima bersama.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman Kota Banda Aceh, Djalaluddin, mengatakan, IPAL termasuk proyek strategis nasional yang dibiayai APBN. Penemuan batu nisan kuno saat proyek sudah berjalan, saat pengerukan kolam unit kelima.
Terkait dengan rekomendasi pembentukan tim riset, Jalaluddin belum bisa menjawab. Itu harus dibahas bersama dengan para pihak di Pemko Banda Aceh.