Perlu Kajian Arkeologi di Lokasi Proyek Pengolahan Air Limbah Banda Aceh
Rencana Pemko Banda Aceh, Provinsi Aceh, melanjutkan pembangunan proyek instalasi pengelolaan air limbah di Gampong/Desa Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, ditentang banyak pihak.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Rencana Pemko Banda Aceh, Provinsi Aceh, melanjutkan pembangunan proyek instalasi pengelolaan air limbah di Gampong/Desa Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, ditentang banyak pihak. Lokasi itu diduga bagian dari kawasan bekas Kerajaan Aceh Darussalam. Perlu kajian arkeologi mendalam sebelum memutuskan melanjutkan pembangunan.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh (BPCB Aceh) Nurmatias yang dihubungi Jumat (26/2/2021) mengatakan dalam rapat koordinasi parapihak pada 3 Februari 2021, tim BPCB Aceh merekomendasikan agar parapihak melakukan penelitian arkeologi di lokasi pembangunan proyek instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
”Tim penelitian belum dibentuk, tiba-tiba sudah keluar surat dari wali kota melanjutkan pembangunan,” ujar Nurmatias.
Pemko Banda Aceh memiliki program pembangunan IPAL terpadu. Lokasi pembangunan berada di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Pembangunan proyek ini dimulai pada 2015. Proyek tersebut dibiayai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pada saat penggalian ditemukan batu nisan kuno yang diduga makam para pembesar kerajaan dan ulama. Pada 2017, atas desakan para pemerhati sejarah, pembangunan dihentikan sementara. Namun, pada 16 Februari 2021, Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Kementerian PUPR. Isi surat itu, Pemkot Banda Aceh menyetujui melanjutkan pembangunan.
Nurmatias menjelaskan Gampong Pande merupakan pusat tinggal para ulama pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Dari bentuk batu nisan yang ditemukan makam-makam itu bukan makam warga biasa, melainkan orang-orang terpandang pada masa itu. Pihaknya memperkirakan makam-makam itu peninggalan abad ke-17 hingga ke-18. Namun, masih butuh penelitian mendalam.
Tim penelitian belum dibentuk, tiba-tiba sudah keluar surat dari wali kota melanjutkan pembangunan. (Nurmatias)
Gampong Pande berada di pesisir pantai Banda Aceh. Gampong Pande juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Banda Aceh. Di Gampong Pande terdapat situs cagar budaya Kompleks Makam Raja Diraja dan makam ulama besar Tuan Di Kandang, penggagas lahirnya Kota Banda Aceh.
Nurmatias mengatakan, saat tsunami 2004, Gampong Pande hancur lebur. Makam-makam kuno di sana tertimbun lumpur tsunami. Pada saat penggalian kolam penampung limbah banyak ditemukan batu nisan kuno. Akan tetapi kawasan itu belum ditetapkan sebaga situs cagar budaya.
Menurut Nurmatias, idealnya penemuan batu nisan kuno menjadi pintu masuk untuk diteliti dan apabila memenuhi syarat akan ditetapkan sebagai situs cagar budaya. Ia menilai kebijakan Pemkot Banda Aceh mengeluarkan surat persetujuan sangat buru-buru.
Kepala Dinas PUPR Kota Banda Aceh Jalaluddin mengatakan, keputusan melanjutkan pembangunan sesuai dengan rapat koordinasi para pihak pada 3 Februari 2021. Para peserta rapat yang hadir adalah perwakilan Pemko Banda Aceh, perwakilan DPRD Banda Aceh, tim arkeologi, perwakilan BPCB Aceh, pewaris kerajaan, dan tokoh warga Gampong Pande.
Jalaluddin mengatakan, rapat tersebut berkesimpulan menyetujui pembangunan IPAL dan Jaringan Air Limbah Domestik Kota Banda Aceh dilanjutkan. Akan tetapi, pembangunan akan memperhatikan area cagar budaya.
”Proyek dilanjutkan dengan syarat melakukan review desain dengan memperhatikan keberadaan situs cagar budaya,” kata Jalaluddin. Ia meminta para pihak tidak memanaskan kondisi. Dia mengatakan pembangunan akan didampingi oleh tim arkeologi.
Ketua Peubedoh Sejarah, Adat, dan Budaya Aceh (Peusaba) Mawardi Usman mengatakan, lokasi pembangunan IPAL adalah bekas bagian Kerajaan Aceh sehingga perlu diselamatkan. ”Seharusnya kita bersatu menjaga peninggalan bersejarah. Pembangunan instalasi limbah di sana akan mendatangkan kemarahan warga Aceh,” ujar Mawardi.
Mawardi berharap Pemko Banda Aceh mempertimbangkan dengan matang dan menggunakan hati sebelum melanjutkan pembangunan tersebut.