Angka PR Covid-19 di Sumbar Melonjak, Pengawasan Penggunaan Masker Mesti Diperketat
Angka ”positivity rate” pemeriksaan Covid-19 di Sumatera Barat melonjak hingga 16,1 persen, tertinggi selama pandemi.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Angka positivity rate harian pemeriksaan Covid-19 di Sumatera Barat melonjak hingga 16,1 persen, tertinggi selama pandemi. Pemangku kebijakan mesti meningkatkan pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan, terutama masker, untuk mengantisipasi kondisi yang lebih parah.
Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Andani Eka Putra, Minggu (18/4/2021), mengatakan, angka rasio pasien positif dibandingkan jumlah sampel diperiksa (positivity rate/PR) di Sumbar mencapai angka tertinggi.
Dari 1.287 sampel yang diperiksa pada Sabtu (17/4/2021) dan diumumkan Minggu, kata Andani, angka PR-nya 16,1 persen atau 207 orang positif Covid-19. Artinya, dalam setiap 100 sampel yang diperiksa, ada 16 orang yang positif Covid-19. Padahal, sebelumnya angka PR berkisar 5-8 persen.
”Ada tren peningkatan. Pada (pemeriksaan) 13 April angka PR 10,9 persen, 14 April 7,5 persen, 15 April 12,4 persen, 16 April 12 persen, dan sekarang (17 April) 16,1 persen,” kata Andani ketika dihubungi, Minggu siang.
Peningkatan angka PR harian ini, kata Andani, manandakan kasus positif Covid-19 di dalam populasi semakin banyak. Menurut dia, kondisi kasus yang cenderung meningkat ini terjadi sejak Maret 2021 karena pergerakan masyarakat di Sumbar yang sulit dikontrol.
Sebelumnya, kata Andani, pada puncak kasus Oktober-November 2020, angka PR harian 12 persen. Setelah itu, tren angka PR menurun mencapai 3 persen pada Januari 2021. Pada Februari-Maret, trennya kembali naik menjadi 5-6 persen, 7-8 persen, hingga April mencapai 12 persen dan 16 persen.
”Kini kasusnya semakin meningkat, salah satunya faktor momen Ramadhan. Pelaksanaan ibadah di masjid-masjid banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti penggunaan masker. Begitu pula dengan kebiasaan berbuka bersama. Sekolah-sekolah berasrama juga begitu, banyak tidak mematuhi protokol kesehatan,” ujar Andani.
Tenaga ahli Menteri Kesehatan bidang penanganan Covid-19 ini menyebutkan, kondisi ini berbahaya apabila tidak segera diintervensi. Apalagi, banyak rumah sakit di Sumbar yang tidak bisa menangani pasien Covid-19 kategori berat.
”Rumah sakit yang bisa menangani pasien berat hanya RSUP Dr M Djamil (Padang), RS Unand, RSUD Achmad Mochtar (Bukittinggi), dan RSUD Pasaman Barat. Yang lain tidak kuat. Ini harus betul-betul dipahami. Angka kematian bisa tinggi. Pasien-pasien berat bisa meninggal saja (dengan mudah) di tempat kita,” kata Andani.
Kini kasusnya semakin meningkat, salah satunya faktor momen Ramadhan.
Andani pun mendorong pemangku kebijakan di Sumbar mengetatkan kembali penerapan protokol kesehatan. Di lingkungan perkantoran, ASN dan pekerja kantoran wajib menggunakan masker. Satgas Covid-19 melakukan inspeksi mendadak. Kantor swasta yang tidak patuh protokol kesehatan bisa ditutup.
Di rumah makan dan tempat sejenisnya, jumlah konsumen yang makan di tempat mesti dibatasi maksimal setengah dari kapasitas normal. Jika tidak patuh, disanksi dengan penutupan tempat. Kegiatan berbuka bersama mungkin diizinkan dengan pembatasan maksimal setengah dari kapasitas tempat.
Begitu pula halnya dengan di masjid, satgasnya mesti diperkuat. Apabila tidak menerapkan protokol kesehatan, bisa dikenakan sanksi. Selain itu, satgas Covid-19 dan shelter di nagari/desa/kelurahan juga mesti diperkuat untuk isolasi.
”Tracing (pelacakan) terhadap kontak erat diperbanyak. Rasio tracing idealnya 1:15-20. Itu harus dipastikan berjalan,” kata Andani.
Secara terpisah, juru bicara Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, mengatakan, Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar sudah menggelar rapat koordinasi dengan 19 bupati/wali kota di Sumbar, Sabtu (17/4/2021).
Dalam rapat itu, Gubernur mengarahkan, agar kabupaten/kota memperketat pelaksanaan Perda Sumbar Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dengan melibatkan semua institusi di daerah masing-masing. Salah satu muatan perda ini adalah tentang penerapan protokol kesehatan dan sanksi bagi pelanggar.
”Gubernur juga meminta daerah mengefektifkan Nagari Tageh, Kongsi Covid-19, dan lain-lain serta kegiatan yang dianggap perlu, di samping juga meningkatkan tracking dan tracing serta memperbanyak tes usap PCR kepada warga masing-masing,” kata Jasman.
Pada pekan ke-58 pandemi Covid-19 di Sumbar, kata Jasman, ada 1 daerah zona merah, 13 daerah zona oranye, dan 5 daerah zona kuning di Sumbar. Daerah zona merah adalah Kabupaten Limapuluh Kota, yang sudah berlangsung sejak 11 April 2021. Situasi penanganan Covid-19 di Limapuluh Kota kian memburuk karena skornya menurun dari 1,80 menjadi 1,71.
Selain itu, Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang berstatus zona kuning, mencatatkan kasus kematian pertama pasien Covid-19 pada 11 April 2021 sejak adanya pandemi. Artinya, tidak ada lagi daerah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat yang bebas dari kematian.
”Berdasarkan data yang ada, peningkatan kasus positif didominasi di daerah perkampungan. Di daerah perkotaan justru kasus Covid-19 menurun,” ujar Jasman.
Hingga Sabtu (17/4/2021), jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar sebanyak 33.933 orang. Dari total itu, 741 orang meninggal, 379 orang dirawat di rumah sakit, 1.063 orang isolasi mandiri, 76 orang isolasi di tempat karantina pemda, dan 31.678 orang sembuh. Adapun tingkat hunian rumah sakit untuk pasien Covid-19 sebesar 33,69 persen.
Adapun angka PR secara akumulatif hingga Sabtu kemarin 7,99 persen dari total 424.691 orang yang diperiksa. Angka PR akumulatif itu meningkat dibandingkan pekan sebelumnya 7,86 persen. Adapun angka PR ideal berdasarkan standar WHO tidak lebih dari 5 persen.
Secara keseluruhan, kata Jasman, kasus Covid-19 di Sumbar pada pekan ke-58 meningkat, mulai dari kasus meninggal, kasus aktif, tingkat hunian rumah sakit, hingga angka PR.
”Ini perlu perhatian serius semua satgas kabupaten dan kota. Kecenderungan kasus meningkat ini semakin mengkhawatirkan karena pengawasan terhadap orang datang di bandara dan perbatasan sudah sangat longgar. Penerapan protokol kesehatan sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru juga sudah sangat longgar,” ujar Jasman.