Berbagai cara harus ditempuh oleh tim kesehatan di Surabaya, Jawa Timur, untuk mendorong percepatan dan perluasan sasaran vaksinasi Covid-19, khususnya bagi kalangan lanjut usia.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
Pemerintah mendorong percepatan vaksinasi sebagai ikhtiar untuk penanganan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Masyarakat lanjut usia atau di atas 60 tahun juga menjadi sasaran pada tahap kedua. Namun, meminta mereka yang telah senior untuk menerima suntikan vaksin tidak seperti pepatah semudah membalik telapak tangan.
Tanpa mengurangi hormat kepada yang sepuh, sebagian di antara mereka selalu ada alasan dan ”kerewelan” yang terkadang menggemaskan, terkadang bikin geli hati, untuk menghindari vaksinasi. Satu yang pasti, sempat enggan vaksinasi bukan karena warga lanjut usia tidak peduli terhadap keselamatan diri. Justru mereka menumpahkan perhatian untuk kita yang lebih muda.
”Aku bukan enggak mau divaksin. Badan sedang enggak enak,” ujar Yudha Sukardi (62), warga Gununganyar, Surabaya, menepis ajakan tetangga untuk imunisasi Covid-19. Alasan itu nyaris selalu diutarakan ayah dari satu anak itu kepada semua tetangga yang mengajaknya vaksinasi. Pensiunan pegawai negeri sipil ini seolah cuek dengan ancaman berbahaya Covid-19.
Istri dan anaknya nyaris mengeluarkan segala jurus rayuan dan desakan, tetapi Yudha seperti anak kecil yang ngambek bergeming untuk tidak berangkat vaksinasi. Namun, upaya keluarga dan tetangga yang peduli dengan keselamatan Yudha pada akhirnya berhasil. Lelaki kelahiran Aceh ini bersedia mengikuti vaksinasi di Puskesmas Gununganyar.
”Kalau saya sudah tua, buat apa divaksin? Utamakan yang lebih muda dan masih suka keluyuran,” kata Tetuko (65), warga Surabaya lainnya. Padahal, bapak ini pensiunan perawat yang pada prinsipnya paham pentingnya vaksinasi sebagai salah satu cara penanganan wabah dengan pembentukan kekebalan kelompok (herd immunity). Namun, kalau sudah enggan, ya agak sulit untuk membujuk mereka ikut imunisasi sehingga perlu upaya ekstra untuk melelehkan kebekuan sikap itu.
Di Surabaya, tim terpadu kesehatan akhirnya mencoba berbagai cara untuk mempercepat dan memperluas cakupan sasaran vaksinasi. Program ini sudah dimulai secara serentak se-Indonesia sejak pertengahan Januari 2021. Saat ini, vaksinasi sudah memasuki tahap kedua dengan sasaran aparatur pelayanan publik dari eksekutif, legislatif, yudikatif, Polri, TNI, tenaga pendidikan, tenaga keagamaan, tenaga profesi, warga lanjut usia, dan kalangan rentan. Tahap pertama menyasar tenaga kesehatan dan pejabat teras pemerintah, TNI, dan Polri.
Cara-cara unik yang ditempuh pengurus RT dan RW di Simogunung itu ternyata berhasil mengajak 80 warga lanjut usia suntik vaksin. Luar biasa. (Febria Rachmanita)
Percepatan dan perluasan vaksinasi untuk sesegera mungkin mendapat kekebalan kelompok hanya bisa ditempuh dengan pelaksanaan secara serentak atau masif, tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan akan memprioritaskan daerah yang dengan cepat melaksanakan program vaksinasi untuk pengiriman vaksin-vaksin selanjutnya.
Masih enggan
Di satu sisi, masih ada kelompok masyarakat yang enggan divaksin meski ditempuh berbagai kemudahan untuk vaksinasi. Menghadapi yang seperti ini ya harus dengan kesabaran dan strategi akomodatif atau tak terduga. Salah satunya tim terpadu kesehatan Surabaya mendatangi rumah-rumah, mengetuk pintu-pintu untuk mengajak warga lanjut usia vaksinasi, atau memberikan prioritas vaksinasi kepada anggota atau kerabat keluarga yang mendampingi warga senior suntik vaksin.
”Dengan cara itu, kami berharap dapat mempercepat vaksinasi untuk masyarakat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita, Senin (12/4/2021).
Surabaya juga mempertahankan keserentakan dalam pemberian vaksin. Sebanyak 63 puskesmas atau seluruhnya bersama jaringan rumah sakit, gedung pemerintah, pusat belanja, dan kampus dijadikan sarana vaksinasi. Dengan keserentakan atau masif, vaksinasi bisa diberikan kepada 20.000-25.000 sasaran dalam sehari. Jika mampu mempertahankan strategi ini, populasi Surabaya yang sebanyak 2,87 juta jiwa dapat divaksin seluruhnya dalam sebulan.
Namun, vaksinasi bukan sesederhana penghitungan matematis. Vaksinasi menerapkan aspek prioritas. Di sisi lain, tentu masih ada sebagian warga yang merasa cemas karena takut suntik atau berpandangan berbeda dengan menganggap vaksin bukan prioritas. Berbagai kenyataan itulah yang juga perlu dihadapi dan diatasi oleh aparatur pemerintah dalam vaksinasi.
”Anak saya sempat ngomong tidak perlu vaksin karena ada penyakit penyerta sehingga takut juga jika berdampak buruk terhadap kesehatan. Namun, saya akhirnya tetap vaksinasi setelah didatangi petugas ke rumah dan diyakinkan keamanannya,” kata Suhartini (75), warga Sukomanunggal, Surabaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, upaya jemput bola dan pendekatan persuasif sangat mengena terhadap warga lanjut usia yang tinggal sendiri atau dibatasi aktivitasnya karena menderita penyakit bawaan (komorbid) yang rentan terserang Covid-19. ”Cara-cara yang tidak biasa juga harus ditempuh demi keselamatan mereka dari ancaman pandemi,” katanya.
Di Simogunung, Sukomanunggal, tempat Suhartini tinggal, petugas kesehatan menjemput kalangan lanjut usia untuk vaksinasi di Balai RW 005 dengan ”kereta kelinci” (odong-odong). Warga ternyata gembira seperti anak kecil yang mendapat kesenangan baru sehingga akhirnya bersedia dibawa ke Balai RW 005 dan menjalani vaksinasi. Setelah suntik vaksin, warga diajak berkeliling kampung dengan kereta kelinci.
”Cara-cara unik yang ditempuh pengurus RT dan RW di Simogunung itu ternyata berhasil mengajak 80 warga lanjut usia suntik vaksin. Luar biasa,” kata Febria dengan tersenyum. Sampai saat ini, sudah 109.000 warga lanjut usia dari 254.000 jiwa yang mendapat vaksinasi Covid-19 di Surabaya. Secara total, sudah hampir 500.000 jiwa sasaran di Surabaya yang telah menjalani vaksinasi.
Berbagai pengalaman itu cukup menjadi hiburan bagi kami selama vaksinasi. (Kurniasari)
Kurniasari (30), seorang vaksinator di Surabaya, mengatakan, dirinya mendapat berbagai macam pengalaman selama turut melaksanakan vaksinasi. Ada yang menggemaskan atau menjengkelkan ketika sasaran cerewet dan kurang patuh selama proses vaksinasi. Ada juga pengalaman geli, misalnya warga berperawakan kekar, bahkan bertato, ternyata takut jarum suntik.
”Berbagai pengalaman itu cukup menjadi hiburan bagi kami selama vaksinasi,” kata Kurniasari, perawat di rumah sakit swasta itu.
Cakupan diperluas
Secara terpisah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa terus mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk tetap mempercepat vaksinasi dan memperluas cakupan sasaran. Berbagai strategi atau terobosan mesti ditempuh sehingga program vaksinasi sukses menjangkau mayoritas populasi di Jatim yang sebanyak 40,7 juta jiwa.
”Vaksinasi memang bukan obat, melainkan ikhtiar bagi kita untuk terus berjuang mengatasi pandemi Covid-19 dengan mengharapkan herd immunity (kekebalan kelompok),” kata Khofifah, mantan Menteri Sosial itu.
Mengutip laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, serangan wabah Covid-19 sejak kasus pertama ditemukan di Jatim pada 17 Maret 2020 sampai Senin (12/4/2021) telah menjangkiti sebanyak 142.554 warga. Mayoritas atau 130.386 orang di antaranya dinyatakan sembuh. Covid-19 di Jatim mengakibatkan kematian 10.208 jiwa. Sebanyak 1.960 orang masih dalam perawatan atau isolasi mandiri. Tingkat kesembuhan 91,5 persen, sedangkan fatalitas atau persentase kematian 7,1 persen.
Status di Jatim juga tak banyak berubah. Saat ini ada 10 kabupaten dengan risiko bahaya penularan rendah atau zona kuning. Daerah dimaksud ialah Sumenep, Pamekasan, Sampang di Pulau Madura, lalu Gresik, Lamongan, Tuban, Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Jember, dan Bondowoso. Sebanyak 28 kabupaten/kota lainnya berstatus zona oranye atau risiko sedang.