Kasus Suap Ketuk Palu, 14 Bekas Anggota DPRD Sumut Divonis 4-5 Tahun Penjara
Sebanyak 14 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara periode 2009-2014 dijatuhi vonis 4-5 tahun penjara atas kasus korupsi. Kasus itu merupakan kelanjutan kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sebanyak 14 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara periode 2009-2014 divonis 4-5 tahun penjara atas kasus korupsi. Kasus itu merupakan kelanjutan kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang sudah menyeret 64 anggota DPRD Sumut. Para bekas wakil rakyat itu disebut merusak tatanan demokrasi dan memperbesar ketidakpercayaan publik terhadap negara.
Vonis itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Immanuel Tarigan, Senin (12/4/2021). Sidang dihadiri jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang dikoordinasi Budhi Sarumpaet serta pengacara para terdakwa.
Para terdakwa mendengarkan putusan dalam lima berkas itu dari Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan dan Rumah Tahanan Perempuan Medan melalui sambungan video konferensi untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.
Hukuman paling berat dijatuhkan kepada terdakwa Syamsul Hilal dan Ramli, masing-masing hukuman pidana penjara lima tahun. Syamsul juga diminta membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara kepada Pemerintah Provinsi Sumut Rp 477,5 juta (sesuai suap yang diterima).
Ramli diminta membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 497,5 juta. ”Hal yang memberatkan, terdakwa Syamsul dan Ramli tidak mengakui kesalahannya,” kata Immanuel.
Dalam putusannya, majelis hakim mengatakan, hal yang meringankan dari 12 terdakwa lainnya adalah mereka mengakui dan menyesali perbuatannya. Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 4,5 tahun, denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar kerugian negara sesuai dengan suap yang diterima. Mereka adalah Megalia Agustina, Ida Budi Ningsih, Mulyani, Sudirman Halawa, dan Irwansyah Damanik. Khusus Sudirman dan Irwansyah didenda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
Sementara terdakwa Japorman Saragih, Robert Nainggolan, Layari Sinukaban, Nurhasanah, Jamaluddin Hasibuan, Rahmad Pardamean Hasibuan, dan Ahmad Hosein Hutagalung dijatuhi vonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta atau subsider dua bulan kurungan. Mereka juga diminta membayar kerugian negara sesuai dengan suap yang diterima.
Semua terdakwa juga dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah selesai menjalani pidana pokok. ”Hal yang memberatkan, para terdakwa menyalahgunakan kewenangan dan jabatan yang diberikan langsung oleh rakyat untuk melakukan kejahatan dengan motif memperkaya diri sendiri,” kata Immanuel.
Majelis hakim mengatakan, pemberian uang suap diperintahkan langsung oleh Gatot. Ia meminta para kepala dinas di jajarannya mengumpulkan uang 5 persen dari belanja langsung yang dikelola.
Uang tersebut diberikan kepada para anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 untuk memuluskan persetujuan laporan pertanggungjawaban APBD Sumut 2012, Perubahan APBD Sumut 2013, APBD Sumut 2014, serta Perubahan APBD Sumut 2014. Para terdakwa menerima suap mulai dari Rp 377,5 juta hingga Rp 752,5 juta per orang.
Gatot bersama sejumlah kepala dinas dan anggota DPRD Sumut lainnya juga sudah dijatuhi hukuman pidana atas kasus korupsi itu. Selain anggota DPRD Sumut periode 2009-2014, kasus itu juga menyeret anggota DPRD periode 2014-2019 atas suap penolakan penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot.
Pengacara para terdakwa, Ranto Sibarani, menyatakan berkonsultasi dulu dengan para terdakwa untuk mengambil sikap atas putusan tersebut apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan.
Budhi menyatakan, KPK mengapresiasi putusan itu. Namun, mereka masih harus menganalisis dulu putusan itu untuk mengambil sikap apakah menerima atau mengajukan banding. Putusan itu secara keseluruhan hampir sama dengan tuntutan jaksa KPK.