Penyintas Siklon Seroja di NTT Rawan Tertular Covid-19
Pengungsian penyintas siklon Seroja rawan menjadi kluster baru Covid-19. Sejumlah cara dilakukan untuk meminimalkan potensi itu.
Oleh
kornelis kewa ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lokasi pengungsian warga terdampak badai Siklon Seroja rawan memicu kluster Covid-19 di 18 kota/kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Pengungsi lantas diberi pilihan tinggal bersama kerabatnya dengan bantuan Rp 500.000 per bulan dan bahan makanan.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat ini ada 48.669 pengungsi di 18 kota/kabupaten. Mereka tersebar di 2.730 pengungsian.
Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi di Kupang, Sabtu (10/4/2021), mengatakan, pengungsi diminta tetap menerapkan protokol kesehatan. Namun, untuk meminimalkan risiko, mereka diberi kesempatan tinggal bersama anggota keluarganya dengan bekal Rp 500.000 per bulan dan bahan makanan.
”Bagi warga yang rumah benar-benar rusak dan tidak ada anggota keluarga, bisa tetap tinggal di pengungsian,” kata Nae Soi.
Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore mengatakan masih mendata warga yang bisa tetap tinggal di pengungsian atau pindah ke rumah kerabatnya. Selain uang dan bahan makanan serta minuman, pemerintah juga akan menyediakan 132 terpal bagi warga yang meninggalkan pengungsian.
”Ini untuk menghindari munculnya kluster baru Covid-19. Kita waspadai sejak dini karena Kota Kupang masih masuk zona merah,” kata Jefri.
Sejauh ini, korban meninggal akibat siklon ini mencapai 175 orang. Sebanyak 45 orang masih hilang dan 153 orang lainnya luka-luka. Bahkan, masih ada desa di Kecamatan Pantar, Alor, masih terisolasi sampai hari ini.
”Kami minta kepala daerah dan BPBD setempat segera melaporkan daerah mana yang sama sekali belum mendapat bantuan,” kata Nae Soi.
Terkait relokasi warga Desa Nele Lamadike, Nae Soi mengatakan, hal itu akan menjadi pertimbangan utama. Meski sebagian besar warga masih menolak, lokasi desa sangat berbahaya karena berada di bawah lereng Gunung Ile Boleng.
”Warga beralasan, lahir, besar, dan hidup sejak lama di sana. Tanah itu warisan nenek moyang. Tetapi, kita mesti yakinkan mereka agar bisa pindah dari lokasi ini. Relokasi ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat,”kata Nae Soi.
Lokasi yang disiapkan, kata Nae Soim masih di sekitar Desa Nele Lamadike. Selain menanggung biaya relokasi, pemerintah juga memberi bantuan uang Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, rusak sedang (Rp 25 juta), dan rusak ringan (Rp 15 juta). Keluarga korban meninggal dunia juga akan mendapatkan santunan dari pemerintah pusat tapi nilainya akan ditentukan kemudian.
Sementara itu, terkait sambungan listrik di Kota Kupang, Jefri mengatakan, sudah mendesak PLN di NTT agar segera memperbaikinya. Saat ini, listrik baru melayani 10 persen warga Kota Kupang, diantaranya kantor pemerintah, rumah sakit, puskesmas, dan tempat pelayanan umum.
Pemulihan jaringan telekomunikasi pun harus segera mungkin diperbaiki. Kini, komunikasi warga Kota Kupang dengan anggota keluarga di daerah lain masih terganggu.
Abe Meosa (43) warga Kelurahan Penfui, Kota Kupang, mengatakan, sudah hampir satu pekan listrik padam. Pemerintah didesak segera memperbaiki kerusakan PLN yang ada sehingga listrik segera melayani masyarakat.